Thirtennth : Meet Her

59 5 8
                                    

"Penyesalan itu emang datang di saat semuanya sudah terjadi. Hanya kata maaf dan air mata yang bisa dilakukan manusia sebagai senjatanya. Tapi jika Tuhan sudah berkehendak, takdir ngga akan bisa dirubah. Takdir itu selalu memaksa setiap manusia untuk menerimanya apa adanya. Ngga peduli takdir itu menyisakan luka dan sakit yang sulit hilang dengan cepat. Mungkin hanya waktu yang bisa mengobatinya. Bahkan, meskipun luka itu telah hilang. Bekasnya ngga akan hilang hanya dengan kata maaf dan air mata."
- Tiara Shakila

***
Mobil jazz abu - abu berhenti di sebuah restoran bergaya vintage ternama di ibu kota. Tiara yang baru keluar dari mobil itu mengamati bagian depan restoran tersebut. Dia pernah beberapa kali mendatangi tempat ini. Makan malam bersama dengan keluarga. Tiara dan keluarganya tahu restoran ini dari Bianca. Kakaknya itu memang suka hal - hal yang unik. Bahkan dalam urusan tempat makan. Biancalah yang selalu menyarankan tempat - tempat menarik . Tapi, semenjak kepergian Bianca, Tiara dan kedua orang tuanya menjadi jarang pergi ke tempat - tempat seperti ini.

"Rara, kamu mau sampai kapan berdiri di situ?" Langkah Virgo terhenti ketika mendapati gadis berambut di bawah bahu itu mematung di tempat. Tiara tersadar dari lamunannya. Dia menganggukkan kepala dan mengikuti langkah laki - laki jakung itu masuk ke dalam restoran.

Restoran itu tidak banyak berubah. Bangunan belandanya masih dipertahankan. Hanya penataannya saja yang berubah. Ditambah perluasan yang diadakan restoran ini untuk menunjang kapasitas pelanggan yang semakin hari semakin bertambah. Tiara masih mengamati keadaan di restoran tersebut. perabotan dan furnitur yang digunakan restoran ini masih sama, yaitu rata - rata terbuat dari kayu jati Jawa. Ditambah lagi lampu-lampu antik yang menghiasi dinding langit-langit restoran.

Tiara dan Virgo memilih duduk di lantai dua. Meja mereka berada di dekat tangga. Di sini ada ribuan frame foto yang dipasang dengan rapi. Semua foto tersebut merupakan koleksi pribadi pemilik restoran. Mulai dari foto - foto public figure, orang - orang penting jaman penjajah belanda hingga foto presiden pertama Indonesia.

Tak lama seorang pelayan datang menghampiri mereka berdua. Virgo dan Tiara membuka buku menu untuk memilih makanan.

"Saya mau pesan beef with mongolian sauce sama jus semangka," Virgo menyebutkan pesanannya yang langsung di catat oleh pelayan itu.

"Ra kamu mau pesan apa?"

"Em, aku mau spaghetti bolognaise sama jus alpukat aja."

Setelah pelayan mencatat semua pesanan dan mengulanginya, pelayan itu pergi. Menyisakan Tiara dan Virgo yang sama - sama terdiam.

"Ra, langsung aja ya," Virgo menelan ludah, menyiapkan diri untuk menyampaikan tujuannya mengajak Tiara ke sini.

"Keadaan Caca sekarang gimana?"

Deg

"Sekarang dia dimana? Dia jadi kuliah di UI? Atau jangan - jangan Caca udah kuliah di Oxford atau Harvard University kayak cita - cita dia selama ini ya? Virgo terus bicara. Dari cara bicaranya jelas dia sama sekali tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi pada Bianca.

Tenggorokan Tiara terasa tercekat saat itu juga. Ingatannya kembali ke masa lalu. Setiap kata yang diucapkan Virgo membawanya kepada Bianca. Bianca yang selalu ingin menjadi dokter seperti kedua orang tuanya, Bianca yang selalu menggebu - gebu saat menyampaikan keinginannya kuliah di UI, Oxfrod, bahkan Harvard Univesity. Seandainya waktu bisa berputar. Seandainya kejadian tiga tahun lalu tidak pernah terjadi, mungkin saat ini Bianca sudah menjalani mimpinya. Dia gadis yang pintar. Bukan tidak mungkin dia bisa berada di sana. Tapi kenyataan yang sudah menghalangi mimpinya. Apa daya, semua mimpinya telah terkubur bersama raganya. Mimpi yang bahkan belum sempat ia gapai.

Long WaitTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang