20

228 6 0
                                    

Please comment and vote nya

Author POV

Gaby sudah berada dalam tubuh Rika. Ia menatap cermin. "Aku sangat membencimu! Kau sudah merebut semua yang harusnya kumiliki!" kemudian Gaby melemparkan sebuah  botol ke depan cermin dan seketika retak. Ia menangis tersedu-sedu. "Kenapa kau punya segalanya dan aku tidak. Kenapaaa?!" Ia benar-benar iri dengan kehidupan Rika. Walaupun Rika sudah berada dalam tubuhnya, orang-orang mau mendekatinya. Berbeda saat dia yang berada dalam tubuhnya sendiri. Seperti semua orang membencinya.

Di luar kamar Rika, si kembar terkejut mendengar suara kaca yang terpecah. "Mamaaaah, Rika sepertinya mau bunuh diri!" heboh Raka. Riki mengiyakan.

"Kalian kebanyakan nonton sinetron deh! Udah biar mamah liat dulu." Mamah mereka kemudian berjalan menuju kamar Rika, ia agak terkejut dengan yang ada di hadapannya sekarang. Namun berusaha tetap tenang. "Apa yang kau lakukan?" tanya Mamah Rika dengan nada datar. Gaby dalam tubuh Rika hanya memandang dengan pandangan dingin. Terlalu dingin.

"Biar Mamah bersihkan dulu. Kau lebih baik cuci tangan dan ke meja makan sekarang. Aku masak makanan kesukaanmu." Gaby mengangguk dan keluar kamar menuju meja makan. "Aahh.. keterlaluan anak ini. Seperti bukan dia saja." Mamah Rika kemudian membersihkan serpihan kaca.

Berbeda dengan kondisi di meja makan. Raka dan Riki berpandangan dengan wajah takut menatap Rika yang lebih dingin dari sebelumnya. "Ah masakan apa ini? Tidak enak!" Ujar Gaby dalam tubuh Rika. Ia melepehkan makanan tersebut. Dari kejauhan Mamah Rika menatap dengan pandangan marah.

"Sabar...sabar...sabar... Cicilan rumah sakit belum lunas. Sabaaaar." Wanita itu mengelus dadanya dan dengan tersenyum ia menuju meja makan.

"Rika, kau tidak suka dengan masakannya? Ini kesukaanmu." ujar Mamah.

"Iya, Ka. Ini enak kok. Lo kalo makan ini bisa abis sepanci loh." canda Raka garing dan coba ditertawai oleh Riki. Namun jawaban dari Gaby malah memperparah keadaan.

"Yang begini disebut makanan? Huh... Ini bisa kubilang...Sampah!" kemudian dengan kesal Gaby meletakkan sendoknya dan meninggalkan mereka. Namun Mamah Rika tak akan tinggal diam. Ia mencopot sendalnya dan dengan sigap melemparkannya ke arah wajah putrinya.

"Breng**k! Bisa-bisanya kau berkata seperti itu?! Dasar anak gak tau diuntung! Cepat pergi kau! Durhaka!!!" Dengan membabi buta ia memukuli Rika dengan tongkat sapu. Raka dan Riki mencoba menghentikan.

"Maaah! Dia baru pulih dari Rumah Sakit!"

"Sabar, Maaah!"

Sedangkan Gaby? Ia meringis menahan sakit pada tubuh Rika yang dipukuli. "Aaaw! Dasar wanita tua gila!" kemudian Gaby berlari keluar rumah sambil mengelus tangannya yang nyeri.

Seperti inikah kehidupan Erika Gautama? Menyedihkan. Akan kubuat lebih menyedihkan lagi.

Gaby membawa tubuh milik Rika berjalan asal. Ia mendapati seorang preman sedang meminta uang pada nenek tua. "Aku mau tau, seberapa kuat tubuh Ketua Geng Redbull ini."

Gaby menghampiri preman itu dan meninjunya. Wow. Langsung mengeluarkan darah. Kuat juga tubuh ini. Pikir Gaby.

Ia meninju preman itu dan berkata pada nenek untuk segera pergi. Namun naas, sebuah pukulan kayu dari orang lain mengenai punggungnya. Ternyata teman si preman. Kemudian tubuh Rika dijegal dan dipukuli bertubi-tubi, hingga seseorang datang menyelamatkannya. Di balik air mata Gaby, ia memandang sosok itu. Jantungnya berdegup kencang. Pria tampan itu memukuli preman yang menghajarnya hingga terkapar.

"Kau baik-baik saja?" tanya pria itu. Pandangan Gaby mulai kabur. Ia pingsan.

***

Markas Hypebite

"Bos, ini kan si Erika. Ketua Redbull. Musuh kita, bos." ujar Adrian pria berambut keriting seperti Edi Broccoli.

"Ya, terus kenapa? Dia terluka. Masa harus gue biarin di tengah jalan? Gak setega itulah gue." sahut Dafa. Ia menatap nanar teman masa kecilnya itu. "Lagi juga, dia temen kecil gue. Gak nyangka aja dia udah jadi ketua Redbull." Dafa tersenyum miris.

"Sorry bos. Kita gak tau kalo dia temen lo." kali ini Sansan yang angkat bicara. Kalo sampe si Juna tau, Dafa bawa cewek ke markas, bisa ngomel dia.

Pintu terbuka, panjang umur si Juna datang membawa ayam goreng satu kantong plastik. Aroma menyeruak dalam ruangan. "Ayam goreeng! Eh, ada lo, Daf." sapa Juna kemudian meletakkan tentengan tersebut di hadapan tiga temannya.

Saat Juna sedang mengambil minum di kulkas, ia kemudian membuka botol, dan matanya terbelalak menatap seseorang di sofa. Wanita.

"Uhuk..." ia menyemburkan minumannya. "Ini siapa yang ngajak cewek ke markas?!" omel Juna. Sansan dan Adrian kompak menunjuk Dafa.

"Daf, lo gak lagi gila kan? Gue gak papa deh lo mau bawa cewek kaya gimanapun. Tapi jangan dia. Berbahaya. Dia ketua geng Redbull." Juna mulai mengungkapkan ketakutannya. Ia takut ini menjadi ancaman untuk markas dan gengnya.

"Jangan khawatir. Gue cuma bantu dia aja. Tadi dia abis dipukulin preman." sahut Dafa sambil mengunyah ayam pemberian Juna.

"Dipukulin? Lah kan dia jago berantem. Gak mungkinlah..."

"Dia baru pulih karena kecelakaan motor. Sempet koma lama loh." kalimat Juna dipotong Dafa. Juna hanya manggut-manggut mempertimbangkan.

"Yaudah, tapi inget jangan lagi. Kan kita udah buat kesepakatannya."

Tak lama, Gaby dalam tubuh Rika mulai tersadar. Ia mendengar dengan jelas semua pembicaraan mereka.

"Aaah..." Gaby mengaduh. Suaranya memancing Dafa menghampirinya.

"Kau sudah sehat? Mau kuantar pulang?" Gaby hanya mengangguk.

Sansan menawarinya ayam. "Kau mau makan ayam dulu?"

"Aku tidak suka sampah." jawab Gaby pelan dan menusuk. Sansan sampai sebal mendengarnya. Sombong amat nih orang, pikirnya.

Kemudian Gaby pamit dan pergi berjalan bersama Dafa. Suasana hening. Mereka asyik dengan pikiran masing-masing.

"Kau..." mereka berkata berbarengan. Kemudian tertawa kaku. "Duluan.." lagi-lagi barengan.

"Oke, kau duluan." Dafa mengalah.

"Kau dulu temanku?" tanya Gaby dengan nada penasaran.

"Ya, dulu sebelum pindah rumah, kau adalah sahabatku. Kau sering diganggu dua kakak kembarmu itu. Alhasil, aku selalu membelamu."

Gaby terhuyung. Sepertinya maag dan anemianya kumat lagi. Dengan sigap Dafa menahan bahunya.

"Naiklah ke pundakku." Dafa berjongkok menunggu Gaby naik.

"Maaf merepotkan." ujar Gaby pelan. Jantungnya berdegup. Dalam dia ia juga bisa merasakan bahwa Dafa juga berdegup kencang. Entah kenapa Gaby merasa senang.

"Rumahmu masih di tempat yang dulu?"

"Iya..." jawab Gaby dan mereka bercerita di sepanjang perjalanan pulang.

***

Huaaahhh, selamat malam readers! Alhamdulillah masih dipertemukan di Wattpad sampai hari ini. Anw, tadi hujannya agak ngeri dan akhirnya gue memutuskan stay di rumah dan gak kemana-mana. Abis itu gue nontonin BTOB yang funny moment buat bikin gue ngakak, trus ngerjain draft cerita ini.

Thank you so much untuk semua pembaca. Baik yang aktif atau pasif, please comment sama votenya. Dan makasih untuk yang udah sekedar mampir. Semoga kalian sehat selalu. Please jaga kesehatan karena cuacanya lagi ekstrem banget. Untuk yang mau berlibur, selamat berlibur yaaa... Tetap hati-hati dimanapun kalian berada.

See u on next chapter 😎

-Istrinya KTH-
23:23 Saturday, 27/1/2018

Love x Life (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang