Whats?!

1.2K 141 20
                                    

"Aku tidak mau dijodohkan dengan dia." Daniel memandang sinis ke arah perempuan cantik yang duduk di depannya.

Pemuda yang baru saja mendapatkan gelar sarjananya untuk jurusan arsitek tersebut sangat menyesal telah datang ke acara makan bersama di sebuah restoran bintang lima malam ini. Ia sudah membatalkan pertemuan dengan teman-temannya demi makan malam yang tak pernah ia sangka akan berujung pada perjodohan.

Daniel akui kalau perempuan cantik bernama Im Yoona tersebut memang memiliki paras yang nyaris tanpa cela, bentuk tubuh yang oh-so-wow, juga tutur kata yang lemah lembut, dan tingkah yang sangat anggun.

Masalah?
Tidak sama sekali.

Hanya saja ada satu hal yang menjadikan Daniel merasa sangsi dan keberatan menerima perempuan tersebut sebagai calon pendamping hidupnya.

"Yoona perempuan yang cocok untukmu, Daniel." Seorang pria paruh baya meletakkan cangkir kopi yang isinya tinggal setengah di atas meja. Ia menoleh ke arah sang anak. "Berpendidikan, dari keluarga yang terhormat, dan mandiri. Kau akan sangat beruntung jika menjadi suaminya."

"Tapi dia lebih tua dariku, Ayah," kata Daniel gemas, "aku tidak mau menikah dengan seorang perempuan yang lebih tua dariku. Apa tidak ada calon istri lain selain dia?"

Mendengar itu, Yoona hanya terkikik. Tangannya menutupi mulutnya, menyembunyikan deretan giginya yang putih. Sementara Daniel mendengus ke arahnya.

"Tidak masalah kalau Tuan Muda Kang menolak perjodohan ini." Dengan suara yang terdengar sangat tenang, Yoona berujar. Ia bahkan mengulas senyumannya. "Biar bagaimanapun juga, pernikahan bukanlah sesuatu hal yang bisa dianggap remeh."

.

.

.

-SKIP-

.

.

.

"Ayolah, jangan membicarakan hal itu lagi," kata Yoona yang kemudian tertawa pelan. Ia kini sedang mengobrol bersama teman baiknya melalui ponsel pintarnya. "Menikah itu perkara mudah. Hanya saja–"

Seseorang mengetuk pintu ruangan Yoona dari luar. Membuat sang direktris menghentikan obrolannya dengan orang yang diseberang sana barang sejenak. Ia menyuruh sekretaris pribadinya itu untuk masuk.

"Ada apa?" tanya Yoona setelah melihat sekretarisnya masuk dan membungkuk padanya.

"Ada yang mencari Anda, Presdir," ujar wanita itu.

Alis Yoona bertaut. Ia tidak merasa memiliki janji dengan seseorang hari ini. "Siapa?" tanyanya.

"Tuan Muda Kang Daniel."

Mendengar nama itu disebutkan, seulas seringai tercipta di wajah cantik Yoona. "Suruh dia masuk dua menit lagi."

"Baik, Presdir." Wanita tersebut membungkuk hormat sebelum meninggalkan ruangan Yoona.

Yoona kembali menempelkan ponsel pintarnya ke telinga kirinya. "Kau dengar itu? Dia datang ke kantorku.

"Kenapa kau tidak langsung menyuruhnya untuk masuk saja?"

"Dia membutuhkan perlakuan khusus dariku."

"Ya, lakukan saja sesukamu."

Seketika Yoona tersentak saat sesorang membuka pintu ruangannya tanpa mengetuknya terlebih dahulu. Perempuan cantik itu mendengus. Lalu berbisik pada temannya yang masih bertahan di sana.

"Nanti aku akan menghubungimu lagi."

Yoona menegakkan tubuhnya. Mengangkat salah satu alisnya. Kedua tangannya terlipat di depan dada. "Saya pikir Anda cukup memiliki sopan santun dengan mengetuk pintu terlebih dahulu, Tuan Munda Kang."

"Aku tidak memiliki waktu untuk berbasa-basi denganmu," kata Daniel ketus. "Kedatanganku ke sini adalah untuk menanyakan kapan acara pertunangan itu dilangsungkan, huh?"

Beranjak dari kursinya, Yoona terkekeh pelan. Menatap pemuda itu yang tampak menahan kekesalannya. Yoona berjalan menghampiri Daniel dengan langkah anggun.

"Bukankah Anda sudah menolak perjodohan itu?" tanya Yoona dengan suara rendah. "Kenapa sekarang Anda menanyakan tentang pertunangan?"

Asal tahu saja, makan malam sebulan yang lalu itu berakhir dengan Daniel yang tetap pada pendiriannya. Menolak perjodohan itu dan menginginkan memiliki pendamping pilihannya sendiri.

Lantas mengapa sekarang Daniel yang terlihat begitu tidak sabaran dengan acara pertunangan itu, huh?

"Aku tidak tahu apa yang kau lakukan pada keluargaku. Aku tidak tahu kenapa kau begitu mudahnya mengambil hati kedua orang tuaku yang begitu keras. Yang pasti, aku ingin kita melakukan perjanjian sebelum pertunangan itu dilangsungkan."

Yoona memiringkan kepalanya ke kanan. Mengamati wajah Daniel. Seringainya kemudian tercipta. "Memang siapa yang ingin bertunangan denganmu, eh?" tanyanya sarkastik.

Daniel mengeraskan rahangnya. Menatap tajam ke arah Yoona yang kini mulai mendekatinya. Memperpendek jarak mereka berdua.

Tangan Yoona terangkat, menyentuh jas yang dikenakan pemuda tampan itu. Mengusapnya perlahan. "Kau sudah menolak perjodohan itu mentah-mentah. Dan sekarang kau menginginkan pertunangan." Tatapan mata Yoona mengarah pada Daniel. "Apa kau pikir aku semudah itu?"

"Asal kau tahu saja. Jika ayahku tidak mengancamku, aku tentu tidak akan pernah datang menemuimu di sini untuk membahas pertunangan itu," desis Daniel.

Membuang Daniel ke Inggris dan takkan memberikan uang sepeserpun. Lalu di blacklist agar tidak ada siapapun yang mau menerimanya bekerja.

Sungguh, bagi Daniel itu adalah ancaman yang sangat mengerikan. Daniel yang merasa kalah dan tak bisa membantah lagi, pada akhirnya menerima perjodohan itu. Ya, meski dengan amat sangat terpaksa.

"Oke, aku tahu aku salah." Daniel menggenggam tangan Yoona. Yang justru berimbas buruk bagi dirinya sendiri. "Meski ini perjodohan penuh paksaan, tapi aku bersedia menikah denganmu."

Keduanya terdiam selama beberapa detik. Dan Daniel merasa waktu berhenti seketika saat Yoona meraih rahangnya dan mengecup sudut bibirnya.

Sialan!

Yoona menjauhkan wajahnya dari Daniel. Ia menyeringai lebar. "Sayangnya," ujarnya menggantung, "aku sudah tidak tertarik lagi dengan perjodohan itu." Mengambil langkah mundur untuk menjaga jarak dengan pemuda bertindik tersebut. "Aku tidak mau bermain-main dengan pernikahan. Jika memang kau serius denganku, aku bisa segera mengatakan padamu tentang pernikahan. Ya, tidak perlu ada acara pertunangan atau semacamnya." Yoona kini mengulas senyuman yang tampak sangat manis. "Tapi jika kau hanya terpaksa, sebaiknya kau cari saja pendamping lain. Masa bodoh dengan ancaman keluargamu. Aku tidak peduli."

Daniel terdiam. Kedua tangannya terkepal erat. Baru kali ini ada seorang gadis berbicara seperti itu padanya. Sarkastik, lembut, tegas, dan penuh ancaman.

Luar biasa.

"Pikirkan itu baik-baik," lirih Yoona yang kembali mendekati Daniel, jemarinya menelusuri rahang Daniel dengan gerakan lembut, "Sayang." Setelah melanjutkan kalimatnya dengan satu kata itu, Yoona mencium pipi Daniel sekilas.

Kembali menjauhkan wajahnya, perempuan cantik bermarga Im tersebut tersenyum lagi. Ia menepuk pelan pipi Daniel sebelum meninggalkannya.

Daniel mematung di tempatnya. Hanya membiarkan Yoona pergi meninggalkannnya begitu saja. Rahangnya mengeras. Ia menggeram tertahan.

"Brengsek!" umpat Daniel yang merasa jika Yoona baru saja mempermainkannya.

Kedua mata Daniel terpejam erat. Sedetik kemudian ia menatap pintu ruangan Yoona yang kembali tertutup. Ia mendengus sebal. Bagaimana bisa Yoona mengatakan hal semudah itu padanya?

"Jadi, apakah aku yang harus mengemis cinta?" tanya Daniel pada dirinya sendiri. "Pada seorang perempuan yang bahkan lebih tua dariku? Yang benar saja!"

.

.

.

-THE END-

• FicQuest {Fanfic Request} •Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang