dua belas

3.5K 177 6
                                        

"Alaska, aku bingung. Kenapa terkadang aku merasa kalau aku akan kehilanganmu?"

- Aliva Laurenzia Paramita -

• • •

ALASKA menyadari bahwa ada yang tidak beres sejak Rena ingin berbicara dengan Aliva. Sampai sekarang, Aliva belum kembali dan masih berada di luar.

Beberapa menit kemudian, pintu kamar terbuka dan Aliva muncul. Alaska bisa melihat matanya yang sedikit memerah dan sembab. Aliva masuk dan menutup pintunya dan menghampiri Alaska.

Aliva mengingat yang Rena katakan padanya, jangan kasih tau ke Aska kalau lo tau yang sebenarnya. Karena dia benci itu.

Aliva menghela nafas. Alaska mengernyit heran.

"Dia bilang apa sama lo? Kok lama?" tanya Alaska menyelidiki. Aliva menelan ludahnya sendiri. Susah rasanya berbohong dengan Alaska.

"Gak bilang apa-apa." jawab Aliva singkat. Alaska merasa tidak puas dengan jawaban itu.

"Beneran? Kok mata lo sembab gitu?"

Sial. Bisa-bisanya matanya terlihat sembab.

"Gak sembab kok. Tadi aku cuma nguap aja. Soalnya Rena cerita bikin aku ngantuk."

Dasar Aliva pembohong. Sesaat kemudian, Alaska menarik lengan Aliva dan memeluk gadis itu dengan erat. Sangat erat.

"Jangan dekat sama dia."

Jantung Aliva berdebar-debar. Serasa ingin loncat dari tempatnya.

"Lo kenapa jadi manja gini sih daritadi?! Ini rumah sakit, Al."

"Jadi kalau gak di rumah sakit boleh?"

"Ih! Gak gitu juga." dengan jantung yang masih berdebar-debar, Aliva berusaha melepaskan pelukannya dari Alaska. Tetapi percuma saja, Alaska jauh lebih kuat dari dirinya.

"Emang kenapa sih?" tanya Aliva.

Alaska tidak menjawab. Dia menghela nafas. Beberapa menit mereka bertahan dalam posisi tersebut. Aliva sudah tidak berusaha untuk lepas dari pelukannya lagi karena dia mengerti bahwa Alaska butuh sebuah sandaran dan dialah sandaran itu.

Tiba-tiba pintu terbuka dan seseorang berteriak "Eh lo berdua ngapain woi!! Gue gak mau jadi om-om dulu!!"

Aliva melotot lalu dengan cepat dia melepaskan pelukan Alaska dan langsung bangkit dari tempat duduknya dan menghadap kearah Aliga yang sudah memelototinya, di belakang juga ada Naila yang menyipitkan matanya curiga. Aliva menelan ludahnya.

Mampus gue.

"Ka-kak jangan mikir yang enggak-enggak deh! Kami gak ngapa-ngapain kok!" protes Aliva mencoba biasa saja padahal sebenarnya malu luar biasa.

"Yaudah sih, biasa aja. Nih dari mama mertua lo." Aliga meletakkan sekeranjang buah di meja kecil yang memang sudah disediakan. Aliva membelalak dan menyenggol Aliga.

"Kenapa? Emang bener kan? Atau jangan-jangan kalian belum.."

Tidak mau memperpanjang masalah, Naila berdehem kencang dan meletakkan martabak yang dia beli di meja. "Nih buat lo juga, dimakan yo."

Beruntunglah Aliva karena hari ini Naila peka dan mengatasi semuanya. Kalau tidak, mereka berdua pasti akan lebih canggung nantinya.

"Oh iya, udah tau kapan bisa pulang?" tanya Naila.

"Belum." jawab Alaska singkat.

Tepat setelah menjawabnya, dokter masuk kedalam ruangan setelah mengetuk pintu. Dokter tersebut mengecek keadaan Alaska.

Cold But AnnoyingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang