enam belas

2.5K 115 14
                                        

"Perasaan ini masih belum jelas terasa."

- Aliva Laurenzia Paramita

• • •

ALIVA menahan gerakan sendok es krimnya. Tidak lama kemudian, dia tertawa sangat keras sehingga pengunjung toko tersebut memperhatikannya. Alaska menatapnya dengan heran.

"Apaan sih lo. Kok jadi sok bijak gini, sih?" Alaska tersenyum kecut sambil terus memperhatikan Aliva yang masih tertawa sambil memegangi perutnya. Kemudian Alaska menyumpal mulutnya dengan sendok es krimnya. Aliva pun berhenti tertawa dan cemberut. Terlihat manis di mata Alaska.

"Makan tuh jangan sambil ketawa, keselek baru tau rasa. Dasar nenek sihir." Aliva membulatkan matanya ketika mendengar ejekan tersebut. Aliva mengambil sendok dari dalam mulutnya lalu menaruh itu di meja.

"Heh! Siapa yang lo sebut nenek sihir, ha?" Aliva menghentakkan sendok tersebut di atas meja sehingga sendok tersebut patah terbelah dua. Aliva tau, diseberang sana bibir Alaska berkedut menahan tawa.

"Tuh kan, sendok aja ampe kebelah dua." setelah mengucapkan itu, Alaska kembali melanjutkan tawanya. Kali ini sampai memukul-mukul meja dan memegang perutnya yang kesakitan. Apalagi sekarang Aliva sedang cemberut. Seorang pelayan wanita menghampiri mereka, berbeda dengan pelayan tadi.

"Maaf, mbak, mas membuat pengunjung yang lain terganggu. Mohon jangan terlalu rusuh ya, mbak, mas." Aliva melirik kanan dan kirinya dan ternyata semua pengunjung kini menatap mereka berdua dengan tatapan risih. Mereka berdua benar-benar merasa malu sekarang. Alaska pun telah berhenti tertawa dan beralih meminta maaf kepada pelayan dan para pengunjung.

"Gara-gara lo, sih. Malu kan gue. Udah ah yuk mending kita pergi deh sebelum diusir ama satpam." Alaska mengiyakan ajakan Aliva karena satpam didepan juga tengah mengawasi mereka. Sepertinya seluruh manusia di dalam toko ini telah bersekongkol untuk mengawasi mereka berdua.

Akhirnya, semua pengunjung lega karena mereka telah keluar dari toko tersebut. Aliva hanya menyengir. Baru kali ini dia senang membuat rusuh. Alaska pun memakai helmnya.

"Ini udah jam berapa sih?" Alaska pun mengangkat lengannya dan melihat jam tangan yang terpampang disana.

"Udah jam 12 nih."

Tidak terasa mereka sudah berada didalam toko itu selama 2 jam dan selama itu pula mereka telah membuat seluruh penghuni toko itu risih akan kehadiran mereka. Tapi tidak apa. Bagi Aliva, itu sangat seru apalagi jika bersama dengan orang yang dia sayang.

Eh? Aliva buru-buru menggelengkan kepalanya dan menepuk-nepuk pipinya.

Mikir apa sih lo, Aliva?!

"Woy lo kenapa?" Alaska menyadarkannya. Aliva terbengong sambil memegangi pipinya. Alaska mendekat dan menyentil dahi Aliva pelan. Aliva mengerjap beberapa kali. Setelah itu dia sadar dan memegangi dahinya.

"Ih kok disentil sih?!" protes Aliva.

"Ratu gak boleh cerewet. Cepetan naik, gua tinggal nih."

"Ih jangan lah!"

"Makanya cepetan, tuan putri."

"Jadi gue ini tuan putri atau ratu?" tanya Aliva sambil naik ke boncengan motor Alaska.

"Nenek sihir." Aliva baru saja ingin protes tetapi Alaska sudah terlebih dahulu melajukan motornya sehingga Aliva sedikit terpental kebelakang. Reflek Aliva menarik jaket yang dikenakan Alaska.

"Alaskaaa! Kalo mau maju itu bilang-bilang dulu! Tadi kalo gua jatoh gimana?! Kerjanya buat orang marah-marah mulu deh lo! Ah nyebelin!!" Aliva meninju punggung Alaska beberapa kali. Yang ditinju malah tertawa.

Cold But AnnoyingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang