Ernest berdiri di depan ruang guru. Ia sedang memikirkan rencana untuk membalas hukuman yang di berikan oleh Pak Totong.
Ernest mengetuk pintu ruang guru, lalu melangkah masuk dan menghampiri Bu Bernad yang sedang asik memakan bakso dan banyak cemilan di meja nya.
"Permisi, Bu. Saya mau nanya kalau Bu Maya ga pake T meja nya dimana ya?"
Bu Bernad tak menjawab pertanyaan dari Ernest. Dia malah asik memakan bakso, pada hal Ernest sudah melihat dua mangkok kosong di meja Bu Bernad.
"Bu, kata Pak Totong suruh ke kantin. Mau di traktir mie ayam segerobak."
Ernest tersenyum puas melihat reaksi Bu Bernad yang langsung menghentikan acara makan nya.
"Bilang ya sama Pak Totong! Ibu lagi diet jadi ga tergoda sama traktiran nya."
Ernest mengerutkan dahi nya bingung. "Loh? Kata nya lagi diet tapi Ibu malah makan bakso 3 mangkok sama ngemil sebanyak ini."ucap nya sambil menunjuk cemilan di meja Bu Bernad.
"Ya karena Ibu takut berat badan naik, kalau Ibu gak makan."
Ernest tertawa hambar. Alasan macam apa itu yang di berikan oleh Bu Bernad diet tapi rakus makan.
"Oh ya, tadi kamu nanyain meja Bu Maya kan?"tanya Bu Bernad memastikan.
"Iya Bu, tapi kalau bu Maya gak ada ya gapapa Bu."
"Ada kok. Tuh Bu Maya lagi ngobrol sama kagan. Coba aja kalau masih muda, pasti Ibu udah ngebet." Bu Bernad menunjuk salah satu meja di belakang yang tak jauh dari meja Bu Bernad.
"Kagan? Apaan tuh, Bu?"
"Kakek ganteng. Ih kamu kudet, masa anak Jakarta gitu aja gak tau sih."
"Bukan kudet, Bu. Tapi saya bukan anak alay yang bikin singkatan macam gitu. Kalau gitu saya ke meja Bu Maya dulu! Saya permisi, Bu."
Ernest melangkah menuju meja Bu Maya, ia melihat dari belakang postur tubuh pria paruh baya yang sedang berbicara dengan Bu Maya mirip dengan seseorang yang sangat ia kenal.
Jika tebakan Ernest benar, maka ini adalah bencana yang sudah pasti di rencanakan oleh nenek nya.
Ernest menghentikan langkah nya tepat di belakang pria paruh baya tersebut.
"Permisi, Bu. Saya di suruh Pak Totong pinjem baju cadangan anak cheerleaders."
Bu Maya menatap Ernest dengan selidik. "Emang buat siapa? kan lagi gak ada tanding basket sekarang."
"Buat saya, Bu."jawab Ernet jujur.
"Kamu sehat?" pertanyaan itu yang terlontar dari mulut Bu Maya.
Ernest dapat mendengar suara tawa dari pria paruh baya tersebut.
"Pak, jangan tertawa diatas hukuman orang lain dong!"
Pria paruh baya itu menoleh ke belakang dan melemparkan senyuman miring ke arah Ernest.
"Ernest Hansel Meshach Anderson."
Ernest meletakkan telunjuknya di atas bibir pria paruh baya tersebut mengisyaratkan agar pria itu diam.
"Jangan panggil nama ku, nanti kamu naksir. Aku ramal sekarang kita akan bertemu di depan meja Bu Maya."ucap Ernest dengan menirukan gaya bicara Dilan.
"Yang waras ngalah aja. Tanpa kamu ramal juga bakalan ketemu!"
"Kakek, kamu ganteng. Tapi sayang, udah keriput."ucap Ernest terkekeh.
"Keriput-keriput gini juga banyak yang naksir. Apa lagi nenek kamu."balasnya dengan sombong.
Ernest tersenyum geli mendengar ucapan narsis dari kakek nya itu. Ya pria paruh baya adalah Axel Wijaya Austria.
Sudah cukup lama Ernest tidak bertemu dengan kakek nya, karena kakek nya menetap di negara orang untuk beberapa tahun demi kepentingan bisnis.
Ernest menatap curiga ke arah Axel, ia benar-benar tidak tahu apa yang sebenarnya sedang di rencanakan oleh keluarga nya.
"Trus aja ngomong kaya Dilan, ngebikin cewek baper sama kata-kata manis tapi bikin cewek lupa. Ya lupa kalau mereka jomblo."celetuk Bu Maya.
"Jomblo itu berat, Ernest ga akan kuat. Biar Bu Maya aja." Ernest mengedipkan sebelah mata nya ke arah Bu Maya dan tersenyum manis.
"Jomblo itu berat, biar anda saja. Karena saya sudah menikah."kata Axel tak mau kalah dari Ernest.
"Jomblo itu pilihan! Lebih baik jomblo, dari pada salah memilih pasangan dan malah menyakiti hati sendiri karena luka yang dia goreskan." Bu Maya membalas ucapan Axel dan Ernest dengan santai.
"Ah alibi! Bilang aja kalau belum bisa move on dari mantan, maka nya milih jadi jomblo. Sekalian nunggu mantan putus sama pacar baru nya. Hayoo ngaku, Bu?!"goda Ernest sambil menaik-turunkan alis nya.
"Kamu ke sini kan buat pinjem baju cadangan cheerladers, ngapain jadi bahas jomblo sih?"
"Karena Ibu jomblo. Sekian terima nilai 100."
"Terserah, Ibu mau ngambil baju cadangan nya dulu. Lagian semua ini rencana dari kakek kamu!"ucap Bu Maya jujur.
Setelah membocorkan rencananya yang sudah di siapkan oleh Axel. Bu Maya beranjak dari duduk nya dan berjalan keluar dari ruang guru.
Sementara Ernest menatap intens ke arah Axel meminta penjelasan dari apa yang di ucapkan oleh Bu Maya tadi.
"Jadi?"
Axel menghela nafas kasar, hancur sudah rencana yang sudah di siap kan untuk mengerjai Ernest.
"Ya anggap aja surprise dari kakek yang gak merindukan cucu nya."ucap Axel setengah melucu.
Ernest tidak tersenyum, apalagi tertawa mendengar ucapan kakek nya.
"Jangan terlalu serius, karena yang serius aja bisa putus. Lagian kan kamu udah biasa malu-malui, jadi pake baju cheerleaders doang ga akan jadi masalah kan."
"Ga masalah, asal kakek beliin Ernest piyama hello kitty baru sekalian sama kolor nya juga. Deal?!"tanya Ernest sambil mengulurkan tangan nya untuk bernegosiasi.
Axel tersenyum senang, lagi pula Natasha tidak ada di sini jadi aman dan dia bisa menjalankan rencana yang lain.
"Deal!"ucap Axel sambil menjabat tangan Ernest tanda persetujuan.
******
Ernest menatap pisang yang ia pegang dan menyesali karena telah bernegosiasi dengan Axel.
"Kalian udah siap?"tanya Pak Totong.
"Siap dong, Pak!"jawab Elena bersemangat.
"Main siap-siap aja, gue belum siap tau! Enak di lu, ga enak di gue."ucap Ernest sebel.
"Ya salahin kakek lu yang ngasih tantangan kek gini. Gue kan cuma sebagai rival lo dalam pertandingan ini."
Ya memang benar sih yang di ucapkan oleh Elena. Tapi ini rasa nya tidak adil menurut Ernest.
Bayang kan saja Axel memberi tantangan dribble pisang dan memasukkan nya ke ring basket tanpa merusak pisang tersebut.
Tantangan ini tidak adil karena Axel memberikan buah pisang asli pada nya, sementara Elena menggunakan bola basket yang di berikan oleh Pak Totong sebagai hukuman tadi. Namun terdapat gambar pisang di bola tersebut.
"Buruan dong, lama banget sih! Ntar adu pisang academy nya ga mulai-mulai."ucap Axel tak sabar.
"Dasar Kakek tidak berperi kecucuan."ketus Ernest
"Emang! Kemana aja baru sadar." Axel tersenyum miring melihat ekspresi mulai kesal.
Ernest berjalan meninggalkan lapangan untuk pergi ke kantin mengisi perut nya, dari pada mengikuti tantangan konyol dari kakek nya.
"Ernest, kamu mau kemana?"teriak Axel.
"Kantin, pisang nya mau latihan pernapasan dulu. Biar pas nyanyi di adu pisang academy nya merdu."jawab Ernest ngasal.
KAMU SEDANG MEMBACA
Crazy Couple [On-going]
HumorErnest tidak tau apa yang sedang di rencanakan oleh nenek nya sehingga memisahkan dia dengan kedua saudara kembarnya. Ernest pindah ke salah satu SMA di kota Bandung. Namun dia tidak menyangka akan bertemu dengan salah satu teman masa SMP nya. Dia b...