Waktu libur selama dua bulan hampir usai. Setelah aku menikmati keseharian berdiam diri di rumah, akhirnya hari ini aku kembali ke tempat pertemuan. Entah ada angin apa aku menghubungi kamu dan mengajakmu jalan-jalan dan akhirnya kita putuskan untuk pergi nonton.
"Mau nonton Dilan?" Suaramu terdengar samar di telingaku, dengan latar belakang suara riuh keramaian di lobby bioskop.
"Nggaklah. kok kamu mikir nonton Dilan?" Tanyaku balik
"Bukannya perempuan suka sosok seperti Dilan?"
"Sosok yang gimana?"
"Gak tahu."
Melihat jawabanmu dan reaksimu yang mengangkat bahu dengan cuek membuatku geram, "Lalu dari mana kesimpulan perempuan suka Dilan?"
"Lihat sekelilingmu coba."
Dengan patuh aku mengikuti instruksi darimu dengan mengedarkan kepala ke sekeliling dan kulihat banyak perempuan yang bergerumbul. Sepertinya kebanyakan dari perempuan tersebut berjanji untuk nonton bersama dan bisa kulihat bahwa mayoritas dari mereka memegang tiket bioskop Dilan di tangan mereka.
"Kebanyakan yang lihat Dilan itu perempuan kan?" Pertanyaan tersebut kamu lontarkan untuk meyakinkanku.
"Terus kamu mengira aku mau nonton Dilan juga?"
"Bisa jadi."
"Aku nggak ngajak kamu nonton Dilan."
Aku cukup penasaran bagaimana responmu dan aku melihat kamu melipat kedua lengan di depan dada sembari menampakkan raut berfikir, "Kenapa? Bukannya kebanyakan perempuan suka sosok seperti Dilan?"
"Dilan dengan gombalannya?" Tanyaku
"Semua perempuan suka digombali kan?" Tanyamu balik.
Aku termenung mendengar pertanyaanmu.
Mungkin karena aku tak kunjung buka suara, akhirnya kamu memperjelas kalimatmu, "Aku yakin kebanyakan perempuan akan lebih memperhatikan sikap dari seorang lelaki, makanya perempuan cenderung senang dipuji dan disanjung-sanjung."
Mendengarkan penjelasan darimu mau tak mau membuatku setuju. Jika dilihat dari diriku sendiri aku memang memperhatikan sikap lelaki kepada diriku, tetapi bukan berarti aku suka digombali. Tidak. Bukan seperti itu. Hanya para perempuan labil yang menggilai ucapan manis yang dibumbu balado oleh sang lelaki. Tapi secara fakta kebanyakan perempuan lebih mementingkan perasaanya daripada logika sehingga termakan bujuk rayuan.
Masalahnya, aku bukan salah satu dari kebanyakan perempuan.
Aku gamang, antara setuju atau tidak.
"Itu berlaku buat kids jaman now."
Dirimu terdiam, memberikanku jeda untuk menjelaskan lebih spesifik, "Bagi perempuan menginjak kepala dua, kami percaya bahwa presentase omong kosong itu lebih besar daripada fakta. Dan itu membuat kami menetapkan kebanyakan gombalan hanyalah bualan belaka. Dan kami butuh tindakan nyata daripada sekedar omong kosong. Kamu tahu bagaimana akhir Dilan? Akhirnya rayuan Dilan hanya bualan yang tidak berujung pada kepastian."
"Itu kebanyakan perempuan atau sudut pandangmu? Karena aku melihat sekeliling juga banyak perempuan umur 20-an menggemari omong kosong yang kamu maksudkan."
Kuedarkan pandangan sekeliling, dan ucapanmu terbukti. Bahkan di sudut sana ada segerombolan perempuan sebayanya yang berkumpul dan membicarakan tentang trailer Dilan.
Mulutku terkunci, tak bisa memberi penjelasan apapun.
"Jadi ucapanmu tadi hanya pendapat pribadi bukan?"
Sial, aku sama sekali tidak bisa mengelaknya.
"Itu cuma pendapatku sih." Akuku
"Jadi selama ini kamu butuh tindakan nyata?"
"Nggak gitu juga laaah!" Teriakku tidak terima.
Kamu mengusap pucuk kepalaku dan membuatku semakin frustasi karena merasa terpojokkan, "Apa sih pegang-pegang." Aku mengelak dari jangkauan tanganmu. Tindakanku tersebut sontak membuatmu tertawa keras.
"Tetap teguhkan pendirianmu, jangan mau digombali dan tunggu tindakan nyata dari lelaki yang serius sama kamu." Ucapmu kemudian.
"Nggak perlu ngasih tau pasti aku nggak terbuai gombalan lelaki tahu." Ucapku sambil merengut sebal.
"Perempuan luar biasa kamu ini."
"Ini muji atau nyela?" Ucapanmu terdengar seperti ejekan untukku.
"Hahaha. Menurutmu?"
Dan selamat, kamu sukses membuatku merengutkan bibir semakin panjang.
.
.
#AkudanKamu
#JustStory
KAMU SEDANG MEMBACA
Fluffy
Short StoryAnggap saja aku dan kamu merupakan ketidaksengajaan yang diciptakan Allah untuk saling bertemu, berinteraksi, dan memahami arti rasa dengan akhir kisah yang entah tak kita ketahui seperti apa wujud dari masa depan. "Nikmati aja prosesnya, urusan mas...