Jihan

916 23 0
                                    


Kini aku berada di ruangan berukuran 10x15M, aku ditemani Adrian, Pak Roy, Yani dan Harlin. Blitz kamera menerangi ruangan yang sudah terang, hingga aku mengerjap karena silau. Banyak wartawan yang datang untuk meliput acara konferensi pers ini, ada pula salah satu TV swasta yang sengaja mengadakan live streaming. Melihat wajah para penggemarku yang begitu menegangkan akan mendengar pernyataan dariku membuatku agak paranoid, aku meneguk air minum yang tersedia di atas meja sebelum bersuara.

"Selamat sore semuanya...." sapaku ramah dengan senyum yang terukir di bibirku, aku tidak ingin mereka mengetahui aku sedang emosi ataupun sedih.

"Sore...." balas mereka.

"Baik, tujuan saya disini ingin mengklarifikasi video saya yang seolah bertindak kasar dengan Jihan,"

"Bukan seolah tapi memang benar Anda bertindak kasar." ucapanku terpotong oleh seorang pria yang tampaknya kalangan haters-ku.

Adrian berdeham saat pria itu ingin bersuara kembali, "Sepertinya tidak sopan jika Anda memotong pembicaraan orang lain." sindir Adrian dengan nada yang sengaja dilembutkan.

Aku menghela napas kasar, "Jadi saya memang memiliki dendam pribadi dengan Jihan karena suatu persoalan dimasa lalu yang tidak pantas saya ceritakan disini, yang jelas Jihan itu bukan mantan kekasih Adrian ataupun sejenisnya."

"Sebegitu bencikah Anda dengan Jihan hingga Anda begitu kasar? Saya rasa Anda terlalu berlebihan," ujar pria tadi, sepertinya dia memang sengaja menyudutkanku dan memancing emosi. Oke keep calm Yess.

"Saya memang salah melakukan hal itu saya tidak bisa mengontrol emosi, tapi saya yakin jika kalian berada di posisi saya. Kalian juga akan melakukan hal yang sama. Dan ada suatu hal penting yang saya sampaikan, saya dan Jihan sudah berbaikan." blitz kembali menyala menerangi ruangan yang sungguh menyilaukan mata. "Bukan karena video ini sudah tersebar, tetapi saya sudah baikan tadi pagi karena saya sadar masa lalu yang kelam sebaiknya dikubur dalam-dalam, biarkan hancur dan tak perlu lagi dikenang."

Suasana hening tak ada yang bertanya dan tak ada lagi cahaya blitz yang menyilaukan.

"Saya tidak tau siapa yang men-share video tersebut, tapi saya tau maksud orang itu apa. Dia ingin saya hancur. Bagaimanapun kalian ingin membuat orang lain menderita, itu akan kembali ke kalian sendiri. Karma itu berjalan believe that." kataku lagi memecah keheningan. "Kalau begitu saya permisi, terimakasih atas perhatiannya."

Aku segera meninggalkan ruangan itu dengan langkah cepat, disusul oleh Adrian untung saja wartawan itu tidak mengikutiku dan melontarkan banyak pertanyaan lagi. Sesampainya di parkiran aku segera membuka pintu mobilku, saat aku hendak masuk Adrian mencekal pergelangan tanganku.

"Gua anter! Saat perasaan lagi kalut, gak baik bawa mobil." ucapnya lembut aku sempat menatap iris mata warna abu yang sangat meneduhkan itu. Dia melepas cekalan tangannya dengan lembut.

"I-ya." jawabku singkat tapi gelagapan.

Adrian menyetir mobil dengan santai sambil bersiul riang hingga mampu membuatku terkekeh kecil, dia yang mendengar suara tawaku menoleh dan mengerutkan alis, bingung.

"Kenapa ketawa? Apa yang lucu?"

"Gak ada," sahutku singkat sambil memalingkan wajahku yang menahan tawa.

"Kasih tau gak? Atau gua kelitikin?" ancam Adrian, yang langsung saja menggelitikiku hingga badanku menggeliat geli.

"Stop dong Ad, geli tau gak." kataku sambil tertawa kecil. "Eh lampunya udah hijau," lanjutku menunjuk traffic light yang sudah berubah hijau entah sejak kapan dengan daguku.

Regen (Telah Terbit) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang