Jakarta

694 19 3
                                    

Sudah dua hari Adrian terbaring di rumah sakit, sempat beberapa kali bangun namun dia bilang kepalanya masih pusing sehingga memerlukan istirahat yang cukup. Besok pantasnya aku sudah pulang ke Jakarta begitu pula dengan Adrian dia harus balik ke Austria tapi karena kondisi berkata lain, kami harus menunda kepulangan. Aku sudah mengatur ulang jadwal penerbanganku dan juga penerbangan Adrian, aku juga berencana jika Adrian nanti sudah boleh pulang dari rumah sakit, aku akan mengajaknya ke rumahku untuk mengenalkan pada orang tuaku.

Ini adalah pertama kalinya dalam sejarah, aku mengenalkan teman laki-laki pada orang tuaku, walaupun mama dan papa mengizinkanku untuk pacaran sejak awal masuk SMA tapi entah kenapa aku baru bisa mebukakan hatiku untuk kaum adam sejak awal kuliah. Aku sudah menelpon papa dan mama untuk memberitahukan rencana ini, mereka setuju. Tapi ada satu konsekuensi yang harus aku tanggung yaitu, menjadi bahan ledekan para penghuni rumah terutama kakak-kakakku.

Aku menopang dagu dengan tangan kananku, terdengar suara roda ranjang pasien yang bergesekan dengan permukaan lantai saat didorong oleh beberapa perawat. Bau-bau khas rumah sakit menusuk indra penciumanku, tapi itu sudah menjadi hal biasa selama beberapa hari ini. Aku sungguh bosan, andai saja aku masih memiliki sahabat pasti aku tidak akan kesepian seperti ini. Kemarin Andi sempat datang ke rumah sakit membawakan makanan untukku, itu pun tidak lama hanya lima belas menit.

Kesepian ini membuat rasa ngantuk menderaku, tanpa sadar aku tertidur di meja samping ranjang Adrian. Aku terbangun saat tangan seseorang mengelus pelan kepalaku.

"Adrian..."

"Hai sayang," sapa Adrian pelan. "Makasih ya lo udah setia nungguin gua disini,"

"Iya, kepala lo masih pusing?" dia menggeleng, "Yakin? Biasanya kan setiap lo bangun, kepala lo kan pusing."

"Itu kan biasanya, sekarang udah nggak kok. Gua ngerasa udah mendingan, lo mau bawa gua jalan-jalan pakek kursi roda gak?" pintanya.

"Tentunya gua mau, yaudah gua panggil suster dulu buat ngambilin kursi roda."

Aku pun keluar untuk mencari suster yang lewat, sayangnya tidak ada suster yang berlalu lalang dean kamar Adrian, aku perlu berjalan lebih jauh lagi dan akhirnya aku menemukan Suster Viona. Suster yang sering membantuku menjaga Adrian, saat aku sedang keluar membeli makan.

"Sus saya minta tolong bawakan kursi roda ke ruang rawat Adrian ya? Dia mau jalan-jalan." pintaku sopan.

Suster dengan perawakan tinggi semampai itu menganguk dan tersenyum, "Baik tunggu sebentar ya, saya ambilkan dulu."

Aku kembali ke ruang rawat Adrian untuk menunggu Suster Viona, tak lama kemudian Suster Viona sudah datang membawakan kursi roda dengan senyum yang tak surut dari bibirnya. Dia juga membantuku memindahkan Adrian dari ranjang ke kursi roda. Setelah selesai menolongku dia baru keluar dari ruang rawat, tak lupa aku ucapkan terimakasih padanya.

Aku membawa Adrian ke taman, yang waktu itu sempat kami singgahi saat Yani dirawat disini. Kebetulan Adrian sudah sadar, aku akan menceritakan semua rencana yang telah aku susun, semoga dia setuju.

"Ad gua mau ngomong sesuatu sama lo," kataku sembari meletakkan bokongku di kursi taman. "Jadi gua mau ajak lo ke Jakarta setelah lo keluar dari RS, besok pantasnya lo kan udah balik ke Austria tapi gua udah undur jadwalnya jadinya barengan sama keberangkatan gua. Selama liburan ini lo tinggal dulu di rumah gua di Jakarta, tenang aja disana ada banyak kamar kosong kok, gua juga udah bilang sama mama papa dan mereka udah ngijinin. Ini juga gua lakuin demi lo, biasanya kalo orang baru pulang dari RS kan bawaannya lemes gitu, jadi gua bisa rawat lo deh. Lo mau ya?"

"Kenapa lo gak bilang dulu sama gua?"

"Ya kan lo sakit, gimana gua bilanginnya? Gua juga ada rencana buat ngenalin lo sebagai pacar gua sama keluarga lo."

Regen (Telah Terbit) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang