Pentas

872 45 20
                                    

"OMG hello, gua gak salah baca kan pentas musik di alun-alun kota di majukan jadi empat hari lagi. Baru juga dua kali latihan,"

"Hah? serius?" tanya Jihan, tak kalah heboh. Dia baru saja keluar dari toilet.

Aku yang baru saja meneguk sisa susu yang masih tersisa seperlima bagian, hanya menanggapinya dengan santai. Secara aku kan hanya terpilih menjadi vokalis, lagunya juga sudah sangat sering aku dengar jadi, tidak sulit bagiku untuk mengapal lagu berjudul One Last Time dari Ariana Grande tersebut. Tapi, bagaimanapun juga aku akan tampil secara berkelompok, jika salah satu anggota kelompok mengalami masalah atau kesulitan semua juga yang akan kena.

"Kok bisa sih? dadakan amat," kataku, kemudian berjalan ke arah Yani dan Jihan yang sedang berada di meja makan.

"Gak tau, liat ini deh." ujar Yani, dia menunjukkan ponselnya. Ya, benar terdapat pengumuman di website kampus kami dimana jadwal pentas akan di majukan, entah kenapa tidak tercantum alasan yang pasti.

"Udah lah tenang aja, gua aja yang sedang mengalami patah hati bisa tenang kayak gini. Masa kalian gak, kalau emang kalian ngerasa masih belum terlalu bagus main gitar sama main biola-nya, masih ada waktu untuk latihan kok." aku berkata, sok bijak.

"Iya juga sih hehe, aku senang deh kamu udah gak sedih lagi Yess."

Aku merangkul bahu kedua sahabatku, "Ya, ini juga karena kalian yang sudah ngehibur dan nasehatin gua, makasih ya."

"Gak usah bilang makasih kali Yess, itu udah kewajiban kita sebagai sahabat lo. Kalau kita ngebiarin lo terus larut dalam kesedihan, bukan sahabat namanya." lagi-lagi Yani mengeluarkan kata bijaknya.

Aku tertawa kecil mendengar ocehan Yani, "Ternyata kalau lo lagi sehat, bijak juga ya."

Yani mengembungkan pipi chubby-nya sehingga ia tampak sangat imut, "Gua bijak dikatain, gua ngawur dimarahin."

"Kapan kita marahin kamu? Gak pernah kan Yess?" ucap Jihan sambil menyikut lenganku.

"Iya kita gak pernah marahin lo tuh Yan,"

"Tau ah." ujar Yani, pura-pura marah.

*****

Aku berjalan menyusuri koridor kampus yang lumayan ramai, perasaanku kembali kacau saat akan melewati kelas Mike, aku takut jika kembali bertemu dengannya. Yani dan Jihan sudah menuju kelas lebih dulu dariku, dikarenakan aku harus menemui Mrs. Grace. Sebagai ketua dari tim A, aku bertanggung jawab untuk mengkonfirmasikan kepada anggota timku tentang waktu latihan agar tidak mengganggu proses belajar. Aku berjalan sambil menunduk saat sudah sampai di depan kelas Mike, berharap agar aku tidak melihat orang yang telah membuat hatiku hancur berkeping-keping.

Brukk..

Astaga aku menabrak seseorang, aku tidak berani melihat wajah orang yang aku tabrak, takut jika dia marah padaku. Aku memicingkan mataku, andai saja aku punya kantong ajaib Doraemon agar aku bisa meminta alat ajaib agar aku bisa bertelepotasi dari tempat ini menuju ke kelasku. Untuk menghindari makian dari orang yang sudah aku tabrak.

"Kau.." kata orang yang tadi aku tabrak dengan menggunakan bahasa Jerman, dia menyentuh daguku kemudian mengangkatnya perlahan. Sehingga aku otomatis mendongak dan dengan jelas dapat melihat wajahnya. Dia Martin, salah satu orang yang masuk kategori orang yang aku benci di dunia ini. Mengingat kejadian dimana dia mempermalukanku saat les piano.

"Maaf, aku tidak sengaja tolong ijinkan saya pergi dari sini." aku berkata dengan menggunakan bahasa Jerman-ku yang masih amburadul. Semoga dia mengerti.

Regen (Telah Terbit) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang