Desember 2016
"Tidak, Riri. Aku tidak setuju kamu menerima tawaran itu. Dan kamu sudah tahu alasanku."
"Tapi, Fi. Ini sudah dua bulan sejak kita wisuda. Bahkan empat bulan sejak kita lulus. Dan sampai sekarang kita belum juga mendapatkan pekerjaan. Di tempat kakak iparku ini gajinya lumayan. Bahkan gaji kakak iparku saja lebih besar dari kakakku."
Hah!
Pembicaraan ini lama-kelamaan membuatku lelah juga, jujur saja. Tentang dilema sarjana yang baru wisuda. Tentang pekerjaan yang tak kunjung didapatkan. Dan tentang status pengangguran yang perlahan-lahan mengikis status mahasiswa.
Oke. Ini Riri. Sahabatku sejak kelas tiga SMP. Sahabat yang kupaksa untuk ikut hijrah bersamaku setelah lebih dari setahun yang lalu dengan tiba-tiba dia bercerita tentang putusnya hubungannya dengan pacarnya. Mungkin nanti Insyaallah akan kuceritakan.
Di sela-sela kesibukan kami mencari pekerjaan, Riri suka sekali tiba-tiba menampakkan diri di pintu rumahku. Seperti siang ini. Sesuatu yang tidak pernah dia lakukan sebelumnya. Dulu ketika SMP, hanya beberapa kali kami saling berkunjung ke rumah masing-masing.
Riri memiliki seorang kakak laki-laki. Dia seorang guru yang mengajar di sebuah SMK Muhammadiyah di kota kami. Statusnya hanya guru honorer. Guru honorer yang mengajar di sekolah swasta. Tidak heran jika Riri mengatakan gaji kakak iparnya lebih besar dibandingkan gaji kakaknya sendiri yang notabene laki-laki. Kakak iparnya ini menurut Riri bekerja di lembaga keuangan non bank. Yang salah satu produknya tetap saja sama seperti bank, yaitu menyalurkan kredit kepada masyarakat dengan bunga sekian persen untuk pinjaman sekian juta dengan sekian bulan angsuran.
"Ri, memangnya kamu kerja hanya untuk mencari uang? Lupa manusia diciptakan itu untuk apa? Untuk ibadah kan, Ri? Jadi seharusnya apapun yang kita lakukan diniatkan untuk ibadah, termasuk bekerja. Sekarang, kamu sudah tahu tentang riba. Hukumnya bagaimana. Dan kamu tahu tempat kerja yang kamu katakan itu juga pastinya ada riba di sana. Terus mau kamu terima?"
Kami sudah pernah membahas ini. Tentang hukung bunga pinjaman di dalam islam. Tidak perlu mempelajarinya terlalu lama. Cukup menjadi seorang muslim yang bersih nuraninya untuk bergidik ngeri setelah tahu betapa besarnya dosa riba. Ya, bunga pinjaman adalah riba dan riba adalah haram. Hal ini sudah dengan jelas disebutkan Allah dalam banyak ayat-ayat-Nya. Salah satunya adalah Surat Al Baqarah ayat 275 sampai 279.
Oh, maaf. Aku bahkan belum memperkenalkan diriku sendiri, tapi sudah menyebutkan sesuatu hal yang sangat berat seperti hukum riba dalam islam ini. Baiklah, aku Fia. Cukup panggil Fia saja meskipun nama lengkapku Alifia Putri Rinanti. Seperti yang Riri katakan, kami adalah dua orang gadis jobseeker yang baru saja menanggalkan status mahasiswa. Kecuali jika Riri akan melanjutkan kuliah, maka dia akan menjadi mahasiswa lagi.
Aku baru merasakan yang namanya mencari pekerjaan ternyata sesulit ini. Ini kami sudah sarjana lho. Bagaimana dengan teaman-teman kami yang hanya lulus SMA atau bahkan SMP? Gelar akademis pun tidak berarti banyak sebenarnya. Meskipun tentu tetap berpengaruh juga. Jujur aku jadi sering memikirkan perkataan orang bahwa teori yang kita peroleh di kelas mungkin tidak akan kita praktekkan dalam bekerja. Terpikir juga tentang ilmu apa yang sudah kuperoleh dari sekolah dan kuliahku. Karena sampai saat ini tetap saja banyak sekali hal yang tidak aku ketahui. Lalu apa yang kupelajari selama ini sebenarnya?
Kembali ke Riri yang entah mengapa tiba-tiba memiliki pemikiran untuk bekerja di lebaga keuangan. Aku saja yang sarjana ekonomi sama sekali tidak tertarik bekerja di tempat-tempat seperti itu. Mungkin dulu pernah tertarik. Ketika masih sekolah di jurusan akuntansi, kemudian memutuskan untuk kuliah dengan mengambil jurusan yang sama. Angan-anganku saat itu, selesai kuliah aku bisa bekerja di mana saja, termasuk di bank dan kawan-kawannya. Tujuan hidupku juga masih terbatas hanya tujuan duniawi. Hidup mapan dengan uang melimpah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ingin Dicintai-Nya
EspiritualApa yang akan kalian lakukan jika mengalami kegelisahan? Berjalan mondar-mandir tanpa henti? Atau mengusap wajah berkali-kali? Sayangnya, Alifia Putri Rinanti merasa kegelisahannya tidak akan hilang hanya dengan berjalan mondar-mandir dan mengusap w...