--- Tujuh

15 0 0
                                    

"Fia, ahad besok ada Kang Abay di Undip." Alya seperti tidak bisa hidup tenang jika belum berhasil mengajakku ikut kajian sekali saja.

"Kang Abay?" tanyaku ragu.

"Iya," jawab Alya.

"Yang nyanyi Halaqoh Cinta?" aku memastikan sekali lagi.

"Iya, Fia," Alya gemas kali ini.

"Oh ya? Memangnya ada acara apa?" tak urung aku penasaran juga. Mengingat aku yang baru beberapa waktu lalu mengetahui tentang beliau, lalu sekarang beliau akan hadir di tempat yang cukup dekat dan terjangkau olehku, maka sepertinya keinginan Alya mengajakku kajian akan segera terlaksana.

Kang Abay ini kalau boleh aku katakan adalah artisnya akhwat-akhwat Indonesia. Aku yakin pasti banyak sekali dari mereka yang menggemari Kang Abay. Menyukai lagu-lagunya. Menonton berulang-ulang video klipnya. Terutama mereka yang baru hijrah, dan latar belakang hijrahnya adalah masalah percintaan.

Dan ya, salah satu dari mereka adalah aku. Orang yang tidak akan melewatkan begitu saja untuk hadir dalam acaranya.

"Ini," Alya menyodorkan HP-nya kepadaku yang menampilkan brosur kegiatan Islamic Talkshow di Undip akhir bulan nanti. Aku membaca informasinya satu persatu. Tema, tempat, waktu, bintang tamu, tata cara pendaftaran. Dan yang paling menyita perhatianku adalah foto dua narasumbernya. Yang satu jelas adalah foto Kang Abay, karena aku sudah tahu beliau. Sedangkan yang satunya lagi aku belum tahu siapa. Tapi dilihat dari fotonya sepertinya masih muda.

"Ini yang satu siapa, Al?" Aku menanyakan orang yang fotonya ada di samping foto Kang Abay itu.

"Namanya Ustadz Akbar. Ada kan tulisannya di situ? Keren loh dia, Fi. Masih muda. Dua puluh lima tahun. Dan sudah jadi ustadz. Coba bayangkan seperti apa dia belajarnya?"

"Orang tuanya ustadz juga kali," tanggapku. Asal, tapi logis kan? Ingat peribahasa buah jatuh tidak akan jauh dari pohonnya?

"Bisa jadi. Aku juga belum terlalu tahu banyak," kata Alya.

Aku mengembalikan HP Alya. Oke, sepertinya aku semakin tertarik. Narasumber, laki-laki, ustadz, muda, dan -ehm- tampan. Kombinasi perusak iman gadis-gadis muda yang masih labil seperti saya.

"Minta dong, Al. Kirim ya," aku meminta brosurnya kepada Alya. Alya tak menjawab. Tapi tak berapa lama kemudian brosur itu sudah muncul di layar HP-ku. Seperti belum puas, aku memperhatikan brosur itu lagi. Takut-takut ada yang terlewat. Padahal informasinya tetap sama saja.

"Kamu tahu ini dari siapa, Al?" Saat itu Alya belum bermain instagram. Jadi tidak mungkin Alya tahu dari sana meskipun aku yakin informasi semacam itu sangat mudah didapatkan di sana.

"Dari Hilda," jawabnya. Kami sibuk dengan HP masing-masing. Tak tahu Alya sedang apa. Sementara aku langsung meloncat ke aplikasi instagram setelah puas memandangi brosur. Tahu apa yang kulakukan? Tentu saja mencari informasi lebih lanjut tentang Ustadz Akbar yang masih muda itu.

"Kok Hilda tahu-tahunya ada acara itu, Al?"

Apakah aku belum bercerita tentang Hilda sebelumnya? Oke. Jadi Hilda ini teman satu rombel aku dan Alya juga. Dia teman dekat Alya. Bahkan Alya pernah cerita bahwa dia akhirnya bisa hijrah pun salah satu wasilahnya adalah karena pengaruh baik dari Alya. Sejak masuk kuliah dia memang sudah terlihat seperti akhwat-akhwat itu. Yang selalu memakai rok, kaos kaki, dan kerudung yang sangat panjang. Jadi aku pikir Hilda sudah melewati masa-masa baper yang membutuhkan kajian-kajian tentang cinta seperti acaranya Kang Abay ini.

"Aku juga tidak tahu. Mungkin dari facebook. Aku tahu Kang Abay kan juga dari Hilda dulu, Fi,"

"Oh? Iya, Al?" Aku kaget lagi sekarang. Alya mengangguk.

Ingin Dicintai-NyaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang