--- Empat Belas

4 0 0
                                    

"Kamu lagi chatting-an sama siapa deh, Fi? Senyum-senyum terus dari tadi?"

"Hah?" Aku terkaget mendengar pertanyaan Alya. Sejak kapan dia memperhatikan aku?

"Pasti sama cowok ya?" Tebaknya langsung. Aku hanya meringis. Yang diartikan Alya sebagai jawaban ya.

"Benar dengan cowok, Fi? Jadi selama ini kalau kamu chatting-an sambil senyum-senyum itu sama cowok? Siapa, Fi? Kok kamu jahat si, tidak pernah cerita-cerita," aku memutar mata mendengar pertanyaan Alya yang beruntun.

"Ngaku tidak, itu siapa?" Alya yang semula duduk di kasurnya sendiri sekarang sudah ada di kasurku. Duduk menyebelahiku dan berusaha mengintip ke layar HP yang sedang aku pegang. Syukurlah layarnya mati.

"Jawab dong, Fi," paksa Alya. Aku masih menimbang-nimbang. Apakah aku harus menceritakannya pada Alya?

"Fia!" Alya mulai gemas. Kali ini dia ada di hadapanku.

"Ish! Iya, Alya. Sebentar dong," kataku mencoba mengulur waktu. Tapi Alya yang sudah tidak sabar, memberiku isyarat dengan matanya agar aku segera membuka mulut.

"Ehm," baiklah. Demi Alya yang sudah berbagi rahasia hidupnya kepadaku.

"Itu Reza," lirih, akhirnya aku menyebut nama yang membuat Alya penasaran.

"Reza? Reza siapa?" Responnya langsung. Alya seperti tidak mau membiarkan satu detik terlewat begitu saja.

"Reza yang kita berdua sama-sama kenal ada berapa menurut kamu, Al?" jawabku dengan pertanyaan. Dan ya, Alya berhasil menebaknya dengan benar ketika matanya yang besar itu semakin membesar seolah terkaget dengan sesuatu yang baru dia tahu.

"Reza yang itu? Yang satu rombel dengan kita? Yang ikut Ekonomi Islam? Sama HIMA Akuntansi juga? Reza Alfian?" aku memutar mata ke atas mendengar definisi Alya. Haruskah dia menyebut sedetail itu? Padahal akhirnya dia menyebut nama lengkapnya juga. Lagipula sejak kapan Alya jadi cerewet seperti ini?

"Iya, Reza yang itu," jawabku malas.

Alya geleng-geleng kepala. Entah apa maksudnya.

"Kok bisa si, Fi? Ceritakan dong, Fi, sejak awal," pintanya.

"Apa yang harus diceritakan?"

"Semuanya!" lagi-lagi Alya memaksa. Aku menggembungkan mulut. Sebelum akhirnya melakukan yang Alya minta.

Namanya Reza. Reza Alfian seperti kata Alya. Ya, dia teman kami satu rombel sejak semester satu. Dia salah satu dari sepuluh orang laki-laki yang ada di rombel kami. Sama sepertiku dan Alya, Reza juga adalah penerima beasiswa.

Awal mula obrolan kami di BBM adalah ketika aku mengganti foto profil dengan fotoku bersama Gita, Oca, dan Disa. Itu di awal KKN. Jadi beberapa minggu sebelum KKN, kami berempat memutuskan untuk foto studio. Ketika akhirnya foto kami jadi, Disa yang saat itu mengambilnya kemudian mengirimkan softcopy-nya kepada kami. Dan kami serentak menggunakan foto tersebut sebagai foto profil BBM.

Kami berempat dekat sejak awal masuk kuliah. Kemana-mana bersama. Sampai-sampai jika satu saja di antara kami tidak ada, pasti akan ditanyakan oleh teman-teman yang lain. Bahkan oleh teman-teman laki-laki kami.

Ketika aku mengganti foto profil itu, tiba-tiba ada chat masuk dari Reza. Awalnya aku kaget. Mengingat kami tidak pernah berhubungan lewat telepon sebelumnya. Dalam keseharian ketika kuliah pun kami tidak pernah terlibat obrolan hanya berdua. Sekalipun itu mengenai tugas kuliah. Aku hanya akan berada di tempat yang sama dengan Reza jika di sana ada teman-teman kami yang lain. Jadi, ada apa tiba-tiba dia mengirim chat BBM?

Ingin Dicintai-NyaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang