Aku menebak-nebak apa lagi yang akan dikatakan Riri. Dan membayangkan jawaban seperti apa yang akan aku berikan. Aku menyayangi Riri, sungguh. Bisa dibilang dia satu-satunya teman SMP yang masih bertahan berhubungan denganku hingga sekarang. Aku sangat bersyukur untuk itu. Dan aku ingin membawa persahabatan kami melampaui apa yang bisa kami bayangkan sebelumnya. Yaitu persahabatan yang tidak hanya di dunia, tapi sampai ke syurga. Aku sadar hal ini tidak akan mudah. Terlebih kami sama-sama berasal dari keluarga yang tidak memiliki latar belakang agama yang kuat. Pun aku baru akan memulainya. Tapi aku harus yakin aku bisa.
Lain Riri, lain pula Alya. Alya lebih beruntung karena keluarganya cukup religius. Ayahnya seorang imam masjid yang paham banyak hukum dalam islam. Tapi Alya juga bukan yang religius sejak kecil. Sama sepertiku, dia juga mengalami masa hijrah. Pacaran, memakai celana jeans, dan lain-lain pernah dilakukan Alya. Alya tidak sungkan menceritakan masa pacarannya padaku. Jujur saja aku juga sempat geleng-geleng kepala mendengarnya. Meskipun cerita pacarannya tidak ada yang aneh, tetap saja tidak menyangka hal itu pernah dilakukan Alya jika melihat bagaimana dia sekarang. Aku juga masih menyimpan fotonya yang mengenakan celana jeans.
Sekarang, Alya menjadi panutanku. Dia yang secara tidak langsung mengajakku untuk hijrah. Aku mengatakan tidak langsung karena memang di awal dia tidak terang-terangan mengatakan ayo Fia, tobat, atau ayo Fia, ngaji. Justru bisa dibilang awalnya berasal dari diriku sendiri. Bukan aku yang secara tiba-tiba memiliki semangat menggebu untuk belajar islam. Melainkan aku yang banyak bertanya pada Alya tentang hal-hal yang menjadi kegelisahanku selama ini.
Biar kuceritakan sedikit. Aku adalah tipe orang yang kurang menyukai keramaian. It's mean aku lebih suka menyendiri. Aku juga tidak banyak omong, kecuali dengan orang yang benar-benar membuatku merasa nyaman untuk berbicara. Seperti Riri dan Alya. Oh Gita juga. Nah karena seringnya aku menyendiri, aku suka sekali memikirkan masa depan dan mengkilas balik apa yang sudah aku lewati. Misalnya ketika aku di tahun ketiga kuliah. Aku berpikir, waktu kok cepat sekali berlalu, ya. Perasaan baru kemarin aku masuk SD, lalu SMP, lalu SMK. Sekarang sudah semester lima saja. Sebentar lagi semester enam. Tahun depan sudah harus aktivitas lapangan dan skripsi. Setelah skripsi, ujian, lalu lulus, kuliah selesai. Setelah itu kerja. Lalu menikah. Lalu punya anak. Lalu menyaksikan anak-anakku tumbuh besar. Lalu mereka memiliki anak-anak mereka sendiri. Lalu aku akan mati. Seriously, aku memikirkan sampai sejauh itu. Tapi yang membuatku gelisah kemudian adalah iya, aku pasti akan mati. Lalu kalau aku mati, aku akan ke mana? Pilihan tempat hanya ada dua. Di tempat yang satu aku tidak akan kuat, sementara di tempat satunya lagi aku jelas tidak pantas.
Kebiasaanku menyendiri ini aku lakukan di manapun. Di rumah sekalipun. Hiburan paling favorit kalau di rumah itu televisi, right? Aku juga suka nonton tivi. Aku suka nonton FTV, sinetron, dan lain-lain. Tapi itu dulu. Dulu sekali. Sampai aku tidak ingat dulu sekali itu kapan. Sekarang, aku justru merasa acara-acara di tivi itu sangat amat tidak mendidik sekali. Maaf, mungkin ini bukan kalimat efektif. Tapi aku ingin menekankan hal ini. Cobalah lihat acara tivi hari ini. Jika kalian memiliki pemikiran yang sama sepertiku, pasti kalian tidak akan jadi nonton tivi.
Di kemudian hari, ketika aku menonton kajian salah satu ustadz di YouTube yaitu Ustadz Budi Ashari yang adalah pakar sejarah islam di Indonesia, aku sangat bersyukur. Beliau mengatakan, untuk mengukur diri apakah masih memiliki iman atau tidak, sangat gampang caranya. Nyalakan tivi, lalu tonton acara-acara di sana. Jika kalian merasa gelisah melihat acara-acara itu, maka berarti masih ada iman dalam diri kita. Ya, aku bersyukur. Karena ternyata yang aku pikirkan secara tidak langsung dibenarkan oleh Ustadz Budi. Dan secara tidak langsung pula beliau mengatakan bahwa aku masih memiliki iman.
Hal-hal inilah di antaranya yang membawaku banyak bertanya pada Alya. Bertanya banyak hal tentang islam yang belum aku ketahui. Dan Alya akan menjawab semua pertanyaanku. Meskipun terkadang jawabannya harus dia cari dulu di tempat lain atau ditanyakan pada orang lain. Karena seringkali jika Alya mengatakan tidak tahu jawabannya, aku tetap mendesaknya untuk menjawab.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ingin Dicintai-Nya
EspiritualApa yang akan kalian lakukan jika mengalami kegelisahan? Berjalan mondar-mandir tanpa henti? Atau mengusap wajah berkali-kali? Sayangnya, Alifia Putri Rinanti merasa kegelisahannya tidak akan hilang hanya dengan berjalan mondar-mandir dan mengusap w...