"Nanti kita berangkat jam berapa, Al?" aku bertanya pada Alya usai sholat subuh. Ahad pagi. Jika tidak ada rencana ikut kajian, hari libur seperti ini adalah kesempatan emas untuk tidur hingga siang. Kebiasaan buruk yang harus segera dibenahi.
Aku sudah berbaring, siap menjalankan kebiasaan. Tapi lagi-lagi karena kajian, jawaban Alya benar-benar menentukan berapa lama aku memiliki waktu untuk tidur lagi.
"Setengah delapan kita keluar, ya," putus Alya.
Aku langsung menghitung. Jam setengah delapan. Persiapan setengah jam saja seharusnya cukup. Maka aku menyalakan alarm untuk jam 7 pagi.
Alya yang baru saja selesai membaca Alquran juga ikut berbaring. Meskipun mungkin tidak berniat melanjutkan tidur sepertiku.
-----
Rasanya baru sebentar ketika tiba-tiba alarm di HP yang kuletakkan tepat di samping kepala berbunyi nyaring. Dengan enggan aku membuka mata. Mematikan alarm yang seperti tidak akan berhenti berbunyi itu.
Alya pasti sedang mandi, karena aku tidak mendapatinya di kamar. Benar saja. Baru aku membatin akan mandi setelah Alya selesai, ternyata dia sudah selesai.
"Mandi, Fi,"
"Kamu kok cepat sekali selesainya?" aku bertanya basa-basi.
"Cepat apanya? Aku sekalian cuci baju kok tadi. Kamu pasti baru saja bangun, kan?" tuduh Alya. Aku nyengir saja mendengar tuduhannya yang memang benar.
"Gih mandi. Sudah jam tujuh kan? Kamu kan lama mandinya,"
"Enak saja! Tidak, ya," sanggahku.
"Tidak salah," sahut Alya.
Alih-alih menjawab, aku memilih menuruti perintah Alya untuk segera mandi.
-----
"Kamu sebenarnya sedang apa si, Fi?" Alya bertanya heran melihatku yang sejak selesai mandi hanya berdiri di depan almari. Dia tidak tahu saja aku sedang bingung memikirkan akan mengenakan pakaian yang mana. Aku baru sadar ternyata tidak memiliki cukup pakaian yang pantas untuk pergi kajian. Semakin putus asa setelah melihat Alya yang sudah siap dan cantik dengan gamis serta kerudung besarnya.
"Aku pakai baju apa ya, Al?" Tanyaku lesu. Alya mengernyit. Seperti heran dengan pertanyaanku.
"Jadi sejak tadi kamu berdiri di situ hanya sedang memikirkan akan pakai baju apa?" Alya menyuarakan keheranannya. Aku manyun mendengarnya.
"Aku kan tidak punya gamis seperti kamu," kilahku.
"Pakai saja yang ada," ujarnya santai.
"Masalahnya yang ada tidak bisa dipakai," Alya geleng-geleng kepala kali ini.
"Baju lengan panjang ada kan? Sudah, kan bisa pakai itu, tinggal ditambah rok lho, Fi. Kamu ini seperti pertama kali memakai kerudung saja, sampai bingung,"
"Maksud kamu rok yang hitam? Yakali, Al. PKL setiap hari sudah pakai itu masa ke kajian pakai itu juga," aku menolak usul Alya.
"Lagi aku memang bukan pertama pakai kerudung, tapi kan kamu tahu selama ini cara berpakaianku seperti apa," lanjutku.
"Memangnya kamu hanya punya rok hitam? Yang lain tidak ada?"
"Ada. Tapi tidak aku bawa. Celana jeans ini yang aku bawa beberapa. Kan tidak tahu kalau mau ikut kajian atau apalah kegiatan semacamnya itu."
Ini maksudnya, aku punya rok lain, tapi tidak aku bawa ke kos yang sekarang aku tempati. Aku tinggalkan di kos atas.
Oh aku lupa bercerita. Jadi selama PKL ini, aku dan Alya kos di dekat tempat PKL. Kos kami sebenarnya ya di dekat kampus. Kami menyebutnya kos atas karena memang kampus kami terletak di dataran yang lebih tinggi dibandingkan daerah kota tempat kami tinggal saat ini. Kami memutuskan kos di sini untuk efisiensi waktu, tenaga, dan biaya. Karena jarak yang cukup jauh, dan ongkos transportasi umum yang lumayan. Ini alasan kedua. Alasan utamanya adalah karena tidak ada kendaraan pribadi. Jangan bayangkan mobil ya. Sepeda motor saja kami tidak punya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ingin Dicintai-Nya
EspiritualApa yang akan kalian lakukan jika mengalami kegelisahan? Berjalan mondar-mandir tanpa henti? Atau mengusap wajah berkali-kali? Sayangnya, Alifia Putri Rinanti merasa kegelisahannya tidak akan hilang hanya dengan berjalan mondar-mandir dan mengusap w...