"Al, itu tadi maksudnya bagaimana? Kalau dipuji jawab dengan alhamdulillah atau innalillah?" Aku menanyakan hal ini ketika kami sudah berada dalam angkutan kota yang akan membawa kami ke Jatingaleh. Begitu kami sampai di tempat biasa menunggu angkot, kebetulan langsung ada angkot lewat, jadi tidak perlu menunggu terlalu lama. Kami janjian bertemu di Jatingaleh dengan Mba Ina dan Mba Arum. Sebelum nanti bersama-sama menuju Undip.
"Sebenarnya ketika seseorang dipuji orang lain, ada doa tersendiri yang semestinya dibaca, Fi. Tapi aku juga belum hafal doanya. Nanti kapan-kapan kita pelajari lebih jauh, ya, Insyaallah. Hanya saja kebiasaan orang justru mengucap hamdalah ketika dipuji. Tidak salah memang. Toh masih menyebut nama Allah. Asal tidak dijawab dengan kalimat kesombongan saja."
"Iya loh, Al. Aku tahunya di mana-mana orang kalau mendapat pujian pasti ngucap syukur. Orang waras tapi ya," sahutku.
"Haha. Memangnya kalau orang yang tidak waras bagaimana?" tanya Alya. Iseng. Padahal juga dia pasti tahu kok.
"Entahlah," aku mengedikkan bahu.
"Mungkin malah lebih membanggakan diri," lanjutku sekenanya. Alya mengangguk-angguk. Entah karena yang aku katakan sama seperti pemikirannya atau apa. Tapi aku yakin, tanpa dijelaskan lebih detail pun kami sama-sama tahu yang kami maksud dengan waras di sini itu apa maksudnya.
"Kalau dilihat dari segi maknanya, jawaban hamdalah itu menunjukkan bahwa orang yang dipuji, mengingat Allah. Tentu ini benar kan? Kita dipuji orang, lalu karena pujian itu kita memuji Allah. Karena sejatinya hanya Allah satu-satunya zat yang berhak beroleh pujian. Semua yang kita miliki, asalnya dari Allah, kan? Allah yang kasih. Kepintaran, kekayaan, jabatan, bahkan kebaikan hati, semua milik Allah yang Dia karuniakan untuk kita. Maka dengan mengucap hamdalah, berarti kita mengembalikan pujian kepada Allah. Kepada pemilik segala pujian. Muara segala pujian," jelas Alya. Aku mengangguk paham.
"Iya, Al. Aku paham si kalau hamdallah. Terus kalau yang innalillah bagaimana?"
"Sebentar deh. Belum selesai yang hamdallah. Kamu tahu tidak, kalau kita ini, sepanjang hidup ditutupi aibnya oleh Allah?" tanya Alya.
"Hah? Maksudnya?"
"Semua orang pasti pernah salah kan? Pernah melakukan maksiat, baik secara sadar atau tidak. Besar atau kecil. Terang-terangan atau sembunyi-sembunyi. Itu semua pada akhirnya kan menjadi aib bagi orang yang bersangkutan. Yang namanya aib pasti tidak mau dong sampai diketahui orang lain?
Nah, baiknya Allah, Dia menutupi aib-aib kita. Sehingga yang orang lain tahu tentang kita hanyalah hal-hal yang baik-baik saja. Sampai-sampai kalimat-kalimat pujianlah yang kita terima. Coba kalau Allah membuka aib kita, membiarkannya diketahui banyak orang? Akan seperti apa orang-orang membicarakan kita? Tahu sendiri kan, orang-orang di luaran sana, kalau ada yang salah sedikit saja dalam diri orang lain, pasti dibicarakan ke sana kemari.
Dengan mengucap hamdallah, selain kita mengembalikan pujian kepada Allah, juga sebagai ungkapan syukur karena Allah menutupi aib-aib kita."
"Lalu?" kerjarku. Alya terkekeh mendengarku yang tidak sabaran.
"Kalau pujian dijawab dengan kalimat istirja' yang berbunyi innalillahi wa innailaihi rooji'un, berarti orang yang dipuji memiliki kesadaran yang lebih jauh lagi. Bahwa kita ini milik Allah. Pun segala yang ada pada diri kita juga milik Allah, yang hanya dititipkan kepada kita untuk sementara. Jika ada orang yang meminjam sesuatu milik kita, barang misalnya, kita berhak dong, meminta barang kita dikembalikan kapan saja? Apalagi Allah. Dia lebih dari berhak untuk mengambil apapun milikNya dari hambaNya. Jika kita mengucap kalimat istirja' ini ketika dipuji, seolah-olah kita mengatakan seperti ini, jangan memujiku atas prestasi ini. Ilmu yang aku punya milik Allah, kok. Kalau Allah mau, Dia bisa dengan mudah mengambilnya kapan saja dariku sampai tak bersisa, dan menjadikanku orang bodoh seketika. Kurang lebih seperti itu, Fi. Bagaimana? Paham tidak? Maaf kalau belum membuatmu paham. Semoga saja penjelasanku benar."
KAMU SEDANG MEMBACA
Ingin Dicintai-Nya
EspiritualApa yang akan kalian lakukan jika mengalami kegelisahan? Berjalan mondar-mandir tanpa henti? Atau mengusap wajah berkali-kali? Sayangnya, Alifia Putri Rinanti merasa kegelisahannya tidak akan hilang hanya dengan berjalan mondar-mandir dan mengusap w...