--- Dua

23 0 0
                                    


Riri belum menghubungiku lagi sejak pembicaraan terakhir kami. Sejujurnya, aku tidak pernah bosan mengobrol banyak hal dengan Riri. Bahkan sebelum lulus kuliah kami seringkali membicarakan tentang rencana-rencana kami setelah lulus. Kami menyebutnya diskusi masa depan. Dulu ketika masih dalam paham sekuler, diskusi masa depan kami hanya membahas tentang mau bekerja apa kami setelah lulus, dan lain-lain yang semacam itu. Tapi sejak mempelajari islam, diskusi kami berubah menjadi bekerja apa ya yang sekiranya benar-benar halal?

Aku mengenal Riri waktu kelas tiga SMP. Kami satu kelas setelah dua tahun sebelumnya bahkan sekedar tahu tentang masing-masing saja tidak. Entah apa yang membuat kami memutuskan duduk di meja yang sama saat itu. Karena hal itu, ditambah kesamaan hobi, akhirnya membuat kami semakin dekat.

Aku dan Riri sama-sama menyukai olahraga bulutangkis. Meski hanya sekedar menonton dan bermain sesekali. Pernah aku dan Riri nekad pergi ke Jakarta hanya untuk menonton secara langsung pertandingan final Indonesia Super Series beberapa tahun lalu di Istora Senayan. Hanya berdua. Maklum, kami bukan orang yang dengan mudah mewujudkan apa yang kami inginkan. Ya, menonton bulutangkis di Senayan tentu saja menjadi keinginan siapapun yang menyukai olahraga tepok bulu ini. Maka ketika ada kesempatan dan kecukupan uang, berangkatlah kami ke sana.

Selain bulutangkis aku dan Riri juga suka menonton pertandingan sepak bola. Terutama sepak bola dalam negeri yang saat itu mulai dibicarakan banyak orang. Bahkan anak-anak perempuan seangkatanku mulai menemukan pemain favoritnya masing-masing. Termasuk aku dan Riri tentu saja. Maka kelas tiga SMP, obrolanku dan Riri tidak pernah terlepas dari topik seputar sepak bola. Hal yang membuat anak-anak laki-laki geleng-geleng kepala jika mendengarnya.

Sayangnya aku dan Riri sempat lost contact ketika SMA. Baru intens berhubungan kembali ketika kami sama-sama kuliah di perguruan tinggi yang sama meskipun berbeda kota. Pertama kali tahu bahwa kami diterima di kampus yang sama membuatku senang luar biasa. Yah, meskipun tetap saja tidak bisa bertemu sesering yang diinginkan.

Aku sedang dalam masa Praktik Kerja Lapangan (PKL) ketika suatu hari Riri menghubungiku via whatsapp dan mengatakan ingin bercerita sesuatu. Dia mengatakan bahwa dia baru saja putus dengan pacarnya. Terang saja aku kaget ketika membaca pesannya. Karena selama ini dia tidak pernah bercerita kalau dia memiliki pacar. Tapi kenyataan bahwa dia sudah putus dengan pacarnya tak urung membuatku bersyukur dan spontan mengucap alhamdulillah.

Flashback - November 2015

"Kok malah alhamdulillah sih, Fi? Orang lagi sedih kok disyukurin," protesnya.

"Iya lah, Ri, syukur karena aku tak perlu susah payah mengajakmu untuk meninggalkan pacaran. Pacaran kan tidak ada dalam islam, Ri. Malah hukumnya haram. Karena banyak sekali keburukan yang ditimbulkan dari pacaran. Bagaimana aku tidak bersyukur, kamu baru saja meninggalkan aktivitas yang dilarang Allah," jawabku.

"Masa sih, Fi, pacaran haram?"

"Menurut penjelasan temanku, Alya, sih seperti itu. Tapi aku yakin insyaallah memang benar kok. Coba deh kamu cek di Alquran, surat Al Isra ayat tiga puluh dua. Di sana, Allah melarang kita mendekati zina. Mendekati saja tidak boleh loh, Ri. Sementara pacaran, menurutku, adalah praktik dari mendekati zina itu. Coba kamu lihat juga di sekelilingmu, atau baca berita di internet atau di manapun, kasus-kasus seperti, maaf, hamil di luar nikah itu terjadi karena mereka pacaran sebelumnya kan? Ini baru satu kasus. Belum aborsi, sebagai bawaan dari kasus itu. Belum lagi pembunuhan yang dilatarbelakangi asmara, katanya. Dan lain-lain. Itu lah, Ri,"

"Tapi kan tidak semua orang pacaran seperti itu, Fi. Banyak kok, mereka yang menjaga batasan," protes Riri.

"Hukum Alquran tidak akan batal hanya karena alasan seperti itu, Riri. Bahkan sekalipun semua orang yang pacaran menjadi lebih baik pribadinya, atau lebih produktif hidupnya, tidak akan menghapus aturan yang sudah Allah tetapkan alam Alquran. Allah sudah menentukan. Kita tidak punya pilihan selain taat,"

Ingin Dicintai-NyaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang