Kami tiba di tempat acara setelah sempat mengalami salah gedung. Ternyata ada perubahan tempat. Tetapi tidak satupun dari kami yang memperoleh informasinya. Kami baru tahu setelah Mba Arum memutuskan menelepon panitia, dengan sedikit mengomel karena tidak diberi tahu. Tempat barunya tidak terlalu jauh. Tapi karena kami yang belum paham kawasan kampus ini jadi terasa lama sampai harus bertanya pada beberapa orang.
"Al, kamu perhatikan tidak sih, tadi di daftar hadir kok sepertinya yang dari luar Undip hanya kita ya?" Aku berbisik pada Alya begitu mendapatkan tempat duduk. Sudah ramai peserta yang hadir, meskipun ruangan belum penuh. Sayangnya kami tidak mendapatkan tempat paling depan, karena sudah terisi penuh. Tentu saja, para peserta yang kebanyakan perempuan ini pasti ingin bisa melihat Kang Abay dari dekat.
"Iya, Fi. Dan nama kita belum ada di daftar, padahal kita sudah mendaftar, sudah bayar, dan sudah konfirmasi juga," Alya juga mengungkapkan keheranannya.
"Apa sebenarnya acara ini hanya untuk anak Undip ya, Al?" Simpulku.
"Bisa jadi," ujar Alya sambil mengangguk.
"Tapi tidak apa-apa kita di sini?" Tanyaku khawatir.
"Tidak apa-apa. Toh tetap dibolehkan masuk kan? Lagipula kita kan sudah bayar, dan ada buktinya," aku manggut-manggut. Menyetujui argumen Alya.
"Mungkin karena itu juga ya, Al, kita tidak tahu kalau tempat acaranya pindah ke sini," ujarku.
"Hehe. Iya, Fi. Panitianya bingung sepertinya, kok ada orang luar yang mendaftar,"
"Tapi ya, Al. Kita kan baca brosurnya sudah berkali-kali. Kok bisa terlewat si informasi kalau acara ini hanya untuk orang Undip?" aku masih belum puas juga. Dahi Alya mengernyit. Seperti sedang mengingat-ingat. Sesaat kemudian Alya memilih membuka HP.
"Memang tidak ada informasi itu kok, Fi," kata Alya sambil menyodorkan HP-nya kepadaku. Ternyata dia melihat kembali informasi tentang acara ini. Aku ikut melihat. Membaca kembali satu per satu. Benar, memang tidak ada.
"Tapi juga tidak disebut bahwa acara ini untuk umum," lanjut Alya.
"Eh?"
"Hehe," Alya malah terkekeh.
"Sudah, Fi. Yang penting kan kita sudah ada di sini sekarang," pungkas Alya. Mengakhiri pembicaraan kami yang sebenarnya tidak penting.
Aku pun diam kemudian. Memilih melihat-lihat seminar kit yang diberikan panitia pada saat registrasi tadi. Ada majalah. Majalah islam tentu saja. Tapi aku belum tertarik membuka dan membacanya. Lalu ada kalender meja dari salah satu brand kosmetik halal di Indonesia. Lumayan untuk tahun depan. Block notes dan pena tidak ketinggalan tentunya. Dan aku menemukan tiket masuk di antara seminar kit itu. Tadi aku asal saja menyimpannya. Yang aku lakukan selanjutnya adalah mengambil HP, membuka kamera, dan mengambil gambar tiket itu. Terakhir, mengunggahnya ke BBM.
Aku meringis menyadari apa yang aku lakukan ini sudah seperti teman-temanku yang lain. Yang sangat suka mengunggah segala hal dalam hidup mereka ke semua media sosial yang mereka punya. Tapi ini kan kajian pertamaku. Boleh dong aku mengabadikannya? Oh, aku akan mengajak Alya untuk berfoto nanti. Sepertinya tadi aku melihat ada photo booth di depan. Kan tadi aku baru mengambil foto tiketnya saja, orangnya belum.
Acara dimulai tidak lama kemudian. Setelah acara seremonial pembukaan, pembacaan ayat suci Alquran, dan sambutan-sambutan, moderator mulai memanggil pembicara untuk naik ke atas panggung. Yang pertama kali naik adalah Ustadz Akbar. Baru kemudian disusul Kang Abay. Ketika Kang Abay maju, tepuk tangan pengiringnya lebih keras dibandingkan untuk Ustadz Akbar tadi. Ditambah pekikan-pekikan tertahan dari para gadis yang mendominasi ruangan. Hal ini karena peserta laki-lakinya sedikit sekali. Tidak sampai sepuluh orang mungkin.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ingin Dicintai-Nya
SpiritualApa yang akan kalian lakukan jika mengalami kegelisahan? Berjalan mondar-mandir tanpa henti? Atau mengusap wajah berkali-kali? Sayangnya, Alifia Putri Rinanti merasa kegelisahannya tidak akan hilang hanya dengan berjalan mondar-mandir dan mengusap w...