Vingt Deux

1.2K 206 30
                                    

Jam sudah menunjukkan pukul 7 malam. Mia dan Kyungsoo masih asik bermain bola di lapang dekat kampus yang cukup sepi. Padahal keringat mereka sudah membanjiri tubuh.

Dengan bermain sepakbola,  keduanya lupa akan masalah untuk sejenak. Mungkin itu alasan kenapa permainan mereka belum juga berhenti sejak sore tadi. Orang yang melihat mereka mungkin akan merasa iri atau jijik karena olahraga yang dibumbui skinship ringan ala pasangan pada umumnya itu, secara terang-terangan mereka lakukan.

Tapi, siapa yang peduli? Toh keduanya merasa senang.

BRUK!!!

Keduanya menjatuhkan diri di atas rumput hijau lapangan luas itu. Sambil tertawa karena lelah bercampur senang. Apalagi langit langsung menyuguhkan sebuah bintang dan bulan untuk mereka. Indah sekali.

“Sebentar lagi pergantian semester, bagaimana belajarmu?” tanya Kyungsoo sambil mengatur napasnya.

“Baik, bahasa Perancisku sudah cukup fasih,” jawab Mia menunjuk-nunjuk bintang sambil memejamkan sebelah matanya. “Kau sendiri?”

“Sepertinya kuliahku akan setengah jalan,” jawab Kyungsoo memperhatikan kegiatan kecil Mia yang sangat menggemaskan baginya. “Debutku …”

“Ah, iya! Debutmu kapan?” tanya Mia semangat sambil menoleh dan Kyungsoo hanya tersenyum tipis. Lelaki itu langsung menyamping ke arah Mia, memposisikan dirinya di atas kekasihnya.

GLEK!

Mia tanpa sadar menelan ludah. Kegugupan menyapanya saat ini, sedangkan Kyungsoo menahan tawanya mati-matian melihat Mia.

“Kapan-kapan boleh kau ajari aku bahasa Perancis?” tanya Kyungsoo mengalihkan topik sambil membenarkan helaian rambut gadis di bawahnya yang sedikit berantakkan. “Kalau nanti aku terkenal dan pergi ke Perancis, kan bisa sedikit bahasanya.”

Mia hanya mengangguk sambil tersenyum.

“Apa yang mau kau tahu?” tanya Mia menatap kedua bola mata Kyungsoo dengan lekat. “Je t’aime?”

“Kau sedang menggodaku?” tanya Kyungsoo dan tawa Mia meledak. Padahal dulu lelaki itu terus memaksanya agar memberitahu apa arti Je t’aime. “Yang aku ingat hanya Je t’aime (aku cinta kamu) dan tu est belle (kau cantik)”

Mia mencibir sambil mencubit pipi Kyungsoo.

“Yang kau tahu hanya bualan saja,” ucap Mia dan Kyungsoo hanya terkekeh. Dia cukup sering mengatakan salah satu dari kalimat itu jika Mia baru saja keluar dari kelas Perancis. “Omong-omong, Chanyeol tadi kenapa tidak menyapa kita, ya?”

Kyungsoo sedikit tersentak, sedangkan Mia menatapnya bingung.

“Tak tahu.”

“Urusanku dengan Mi Ra … aku sudah tak peduli. Aku memang sayang padanya, tapi meminta kita untuk memutuskan hubungan … kurasa dia jahat sekali. Aku hanya akan bersikap seadanya sebagai teman dan tetangga mulai sekarang, walau mungkin tidak bisa sedekat dulu.” Mia mendorong Kyungsoo dan duduk sambil mengambil bola sepak di dekatnya.

Kyungsoo pun ikut duduk di samping kanan Mia. Menghela napas sebentar sebelum membuka suara.

“Kemarin-kemarin aku sempat mengobrol dengannya. Dia meminta maaf padamu akan sikap Mi Ra yang tiba-tiba ingin kita putus. Dia juga meminta agar kau jangan terlalu memikirkan kandasnya hubungan mereka. Itu bukan salahmu, itu karena kemauannya sendiri.” Walau masih ada rasa bersalah, Mia merasa tali yang mengikat hatinya sampai sesak telah lepas satu.

Jika itu memang keinginan Chanyeol, aku bisa apa?’ batin Mia sambil mengangguk pelan.

“Bisa jadi Mi Ra meminta kita putus, karena dia ingin kau merasakan apa yang dia rasakan. Di saat sedang sayang-sayangnya, malah ditinggal pergi,” ujar Kyungsoo menoleh ke Mia. “Dan aku tidak mau merasakan itu.”

Cette Sourire ...Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang