Waktu 5: Hati

519 58 0
                                    

Semarang, Maret 2010.

Irsyad memandang papan tulis yang masih penuh dengan coretan-coretan angka. Beberapa hari terakhir ini entah mengapa ia seperti tak ada semangat.

Benarkah ini yang dinamakan sakit hati? Benarkah ini yang dinamakan sakit karena cinta?

"Nih minum," ucap seorang perempuan yang tiba-tiba duduk di sebelah Irsyad.

Irsyad menoleh. Terliaht seorang perempuan berkerudung seadanya sedang asik meminum jus jambunya. "Apaan nih?"

"Jus," balas perempuan itu. "Lumayan buat nyegerin otak."

"Lo nggak ikut anak-anak?" tanya Irsyad.

"Anak-anak makan di kantin," balas perempuan itu. "Gue denger dari Dika kalo lo ..."

"Putus," potong Irsyad.

Perempuan itu hanya nyengir. "Cewek banyak kali di luaran sana. Bahkan cowok berhak menikahi sampai empat perempuan kan ya?"

"Lo mau poligami?" tanya Irsyad. Ada sebuah senyuman di sana. Walaupun tipis.

"Gue nggak bilang kalo gue mau poligami, Cungur!" balas perempuan itu sewot.

Irsyad tertawa mendengar perempuan itu berkata sewot.

"Whateverlah, gue emang nggak pandai masalah hati. Tapi menurut gue, lo buang-buang waktu cuma buat ngerenungin sesuatu yang udah lewat. Masih sayang? Palingan bentar lagi lo udah lupa. Bukannya ada si Novi ya? Udah gebet aja!"

Irsyad hanya tersenyum. Terlintas wajah seorang perempuan yang beberapa bulan ini menghiasi pikirannya.

"Gue cabut duluan. Gue ada janji sama Tata. Lo ditunggu sama anak-anak di kantin," balas perempuan itu sambil berdiri. Menggendong tasnya. "Assalamualaikum ..."

"Wa'alaikumussalam ..." balas Irsyad sambil memandang kepergian teman yang baru dikenalnya beberapa bulan ini.

Kayla Hanindya bukanlah tipe anak yang bisa dikatakan fasih dalam masalah perasaan. Sikapnya yang cuek dan selebor sepertinya aneh jika ia harus berbicara tentang sebuah perasaan.

Irsyad memandang jus yang diberikan Hanin. Ada sebuah senyum di bibir Irsyad. Hanin memang cuek, tapi dibalik kecuekannya, sebenarnya Hanin adalah pemerhati yang sangat awas.

"Lo lihatin siapa?" tanya Dika kepada Irsyad yang sedang memandang seorang perempuan yang baru turun dari lantai atas. "Hanin?"

"Lo udah kenal?" tanya Irsyad kaget.

"Gue dikenalin sama Ergi. Mereka satu kelas," balas Dika. "Lo suka?"

"Bukan tipe gue," balas Irsyad sambil memandang laptopnya kembali. "Lo suka?"

"Nggak," balas Dika enteng. "Lo tau tipe gue gimana," balas Dika.

Irsyad hanya mengangguk.

"Tapi ..."

Irsyad menoleh ke arah Dika. Tertarik dengan kelanjutan omongan Dika.

"Nggak lah, dia kayaknya nggak tertarik sama cowok."

"Lo suka sama dia?" tanya Irsyad, memastikan. "Bener, Ka?"

Percakapan antara Irsyad dan Dika beberapa waktu lalu terlintas dipikiran Irsyad. Pertanyaannya yang tak pernah dijawab oleh Dika. Tentang sebuah rasa yang entah bagaimana nanti berjalan.

Irsyad menghela napasnya. Ada sesuatu yang mengganggunya. Ada perasaan gusar yang ia rasakan. Apakah ini rasa yang sama seperti apa yang Dika rasakan? Atau ...

"ALLAHUAKBAR ... ALLAHUAKBAR ..." gema suara adzan membuyarkan semua gundah dan gusar yang Irsyad rasakan.

Irsyad menghela napas panjang. Mungkin inilah saatnya untuknya bergerak. Berjalan ke arah yang lebih baik. Memang rasa sakit itu masih ada, tapi ... bukanlah ia masih punya Sang Pemilik Hati. Yang tak pernah menyakitinya. Yang tak pernah meninggalkannya? Lalu kenapa dia merasa begitu sedih?

"Bismillah ..." ucap Irsyad sambil mulai bangkit. Jus pemberian Hanin telah tandas. Ada sebuah senyuman kala ia memandang gelas plastik itu. "Jazakillah khoir, Nin."

¤¤¤

Wa la tangqihul musrikat. Yang jadi masalah bukan sendiri atau menikah. Bertauhid tidak kepada Allah. Makanya Ustad Evie dipoto nunjuk teh lain nitah ngorong eta teh. Qul huwwallahu ahad, dekati Allah nya. Karena aku karena Allah cukup, maka nanti Allah lah yang mencukupkan. Aku karena Allah tenang, perempuan itu, masykana, sakinah, penenang, nanti Allah akan berikan perempuan atau laki-laki yang menenangkan. Maka cari unsur agamanya, bukan materinya saja, atau gantengnya saja, atau keturunnya saja. Semua yang kau cintai kalau sudah ajalnya tiba, kadaluarsanya datang, dia akan kau tinggalkan. Istri kita jadi janda, anak-kita jadi yatim, nggak ada cinta abadi. Abadi itu kalo dibungkus oleh tauhid. Maka jadikanlah momen kesendirian itu untuk bertauhid kepada Allah. Dan itu cara Allah untuk mengistirahatkan dari cinta yang salah. - Ust. Evie Effendi (Jomblo itu Cara Allah Untuk Mengistirahatkan dari Cinta yang Salah)

¤¤¤

WaktuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang