Waktu 19: Memutar

430 60 2
                                    

Jakarta, Agustus 2017.

"Beneran juga nggak apa-apa," balas sang papa sambil tersenyum. "Siapa, Syad? Apa papa langsung bertindak nih?"

Irsyad hanya bisa menghela napasnya. Tujuh tahun sudah berlalu sejak pertanyaan enteng yang ia lontarkan. Pertanyaan yang dianggap gila bagi sebagian orang tua disaat anaknya masih diawal umur dua puluh tahunan.

"Lebih baik kamu menikah daripada pacaran nggak jelas. Bolak-balik naik kereta ekonomi demi pacar kamu, eh ... taunya dia minta putus karena nggak kuat LDR. Masih pacaran aja udah nggak kuat LDR-an. Kalo nikah terus dia nggak kuat LDR-an, apa dia mau minta cerai?"

Irsyad hanya bisa tersenyum mengingat perkataan sang papa saat sang papa tau kalo dulu ia sudah putus dari pacarnya.

"Mending nikah, Syad. Kamu dapat pahala, istri kamu dapat pahala. Kalian berdua sama-sama ibadah. Masalah umur, belum mapan, belum punya ini, belum punya itu, mau ngebahagiain orang tua ..."

Irsyad hanya bisa memandang lelaki yang sangat ia hormati ini. Ada sebuah percikan senyum teduh yang tergambar di bibirnya. Irsyad tau,lelaki yang ada di sampingnya ini sedang membayangkan sesuatu.

"Ngebahagiain orang tua itu wajib buat kamu, apalagi ke mama. Tapi ... buat mama sama papa, kebahagiaan kami adalah melihat kamu, Arsy dan Kamil mandiri. Bukan saat mama sama papa masih hidup, tapi setelahnya. Tugas orang tua bukan saja membesarkan anak-anaknya berhasil di dunia, Syad. Tapi diakhirat juga."

Irsyad menghela napas panjang. Omongan papanya masih teringat jelas, sejelas perasaan gusar yang dulu ia rasakan. Irsyad mengambil HP nya yang terletak di sampingnya. Iseng, ia membuka story salah satu layanan pesan di smartphone.

"Hanin walinya di Surabaya kan ya?" tanya Rifky to the point. "Pakdenya di sana kan ya?"

"Kamu mau ngelamar Hanin, Rif?"

Irsyad memberanikan dirinya untuk memencet sebuah kontak. Melihat story yang temannya bagikan.

SURABAYA.

Irsyad langsung mengetik sebuah nama. Menanyakan keberadaan si pemilik kontak.

Irsyad: nin,

Irsyad: lo dmn?

Irsyad: di srabaya atau jakarta?

¤¤¤

Tokyo, Desember 2017.

"Arigato gozaimashitta ..." ucap para pegawai sebuah restoran ramen yang berlogo halal di pinggiran kota ini.

"Iie , dou itashimashite," balas lelaki yang bukan orang asli negeri itu. Lelaki itu langsung merapatkan jaket tebalnya. Di musim ini, biasanya lelaki itu berada di selimutnya yang hangat di rumahnya di Jakarta sana. Namun ... untuk tahun ini, nampaknya ia harus lebih sering di dalam apartemennya untuk menghangatkan badannya. Meninggalkan sejuta rencana yang akan ia lakukan selama musim dingin berlangsung.

"Mas ngambil tawaran buat kerja di Jepang?" tanya Arsy yang langsung masuk ke dalam kamar kakaknya tanpa mengetuk. "Mas ..."

"Ar ... kalo masuk kamar ..."

"Assalamualaikum, Mas," tambah Arsy. "Mas beneran?"

"Walaikumussalam warohmatullah," balas Irsyad. "Emang kenapa, Ar?"

"Kenapa tiba-tiba pindah?"

Irsyad memasuki apatemennya. Tidak di tengah kota memang, karena ia memang lebih suka ketenangan.

"Bismillah ..." ucap Irsyad sambil menutup pintu apartemennya yang sebelumnya dibuka dengan ucapan salam.

"Kamu yakin mau kerja disana?" tanya sang papa saat Irsyad mengabari tentang kepindahannya. "Apa kamu ada masalah?"

"Nggak ada kok, Pa," balas Irsyad yakin. "Papa tau sendiri kan kalo Irsyad memang mau ke Jepang. Entah sekolah atau bekerja."

"Kamu kan bisa jalan-jalan aja kalo ke sana, Mas," balas sang papa. "Apa harus bekerja di negeri orang?"

Irsyad hanya terdiam dengan jawaban sang papa. Sang papa benar, tak harus bekerja di negeri orang jika memang hanya ingin pergi ke sana. Tapi ... ini bukan hanya sekedar impian, namun ...

"Jika kamu udah yakin, papa bisa apa, Mas?" tanya sang papa. Mengikhlaskan. "Tapi jika kamu sudah menemukan apa yang kamu tuju, pulanglah. Lebih baik di tanah sendiri."

Irsyad menghela napasnya. Ya ... lebih baik di tanah sendiri. Lebih baik di rumah sendiri. Irsyad mengambil smartphone-nya. Ada sebuah pesan e-mail yang tertera di notifikasinya. Irsyad langsung membukanya.

"Dari Rifky?" tanya Irsyad bingung. Irsyad men-scroll layar smartphone-nya. Ada sebuah attachment. Irsyad menghela napas panjang. Ada sebuah inisial H disana.

Irsyad terpaku dengan apa yang ia lihat. Benarkah yang ia lihat? Nyatakah yang ia lihat? Tanpa men-download attachment, Irsyad langsung menaruh smartphone-nya di atas kasur.

"Astagfirullah ... Astagfirullah wa atubuh alayh ..."

¤¤¤

Kegagalan masa lalu , hanya cara Allah agar kita jadi pribadi yang lebih baik di hari ini. Janganlah bersedih, saat sadar ada kekurangan pada diri, jangan hanya berdiam. Perbaiki dan layakkan untuk dirimu untuk dia di masa depan. Kamu yang sedang memperbaiki dirimu, pasti akan bertemu dia yang juga berusaha melayakkan dirinya. Karena bukankah jodoh adalah cerminan diri? Maka janganlah bersedih dan berputus asa. Tersenyum dan teruslah layakkan dirimu. Hingga saatnya kau dan ia akan saling menemukan dan menghargai karena sama-sama berusaha menjadi yang terbaik dan saling mencintai. - Setia Furqon Khalid (Kegagalan di Masa Lalu)

¤¤¤

WaktuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang