Waktu 11: Senyuman

521 61 3
                                    

Semarang, April 2010.

Suasana perkuliahan masih tetap sama beberapa hari ini. Stagnan. Tak ada yang berarti. Kecuali UTS yang sudah di depan mata. Selebihnya? Biasa saja.

Aros (anak-anak rohis) yang biasa sangat ramai dengan obrolan-obrolan yang dianggap aneh sama lingkungannya hanya bisa terdiam. Mereka tetap berkumpul di halaman masjid, tetap berangkat ke masjid tanpa absen, namun hati mereka, subhanAllah.

Rasanya baru kemarin kedua orang tua Hanin menyambut mereka di pintu rumah mereka. Mengobrol dengan diselingi canda dan juga tawa. Makan bersama di teras belakang rumah Hanin. Namun ...

Rencana Allah tak akan pernah ada yang tau.

Masih jelas diingatan mereka saat Hanin terduduk. Kakinya tak bisa menahan beban tubuhnya. Air matanya jatuh membasahi pipinya. Kedua pundaknya bergetar. Isakan-isakan tangis yang tak pernah mereka dengar sebelumnya. Entah mengapa, hanya mengingat itu, hati mereka terasa pedih.

"Hanin kapan balik?" tanya Dika ke Ergi. Biasanya Ergi dan Rizki lebih tau tentang keadaan Hanin terbaru.

"Kata Omnya dia baik-baik aja. Alhamdulillah dia udah tenang kok," balas Ergi.

Hanya helaan napas yang terdengar. Hanin memang hanya menangis saat-saat awal, namun setelahnya, tak ada air mata yang menghiasi pipinya. Seakan air pasang telah surut menghias karang.

Walaupun sudah dinyatakan tenang, namun tetap saja hati mereka ragu. Bagaimana Hanin kedepannya? Kuatkah Hanin?

"Cabut yuk, udah pada nggak ada kelas kan?" tanya Irsyad.

"Lo emang mau kemana?" tanya Tyo mengerenyitkan dahinya. Tak biasanya Irsyad balik tanpa alasan yang jelas.

"Mau bonyu dia," balas Dika. "Gue balik, Sob. Ntar kalo ada kabar dari Hanin kasih tau ya."

"Balik duluan ya, Assalamualaikum ..." ucap Irsyad sambil mengalungkan jaketnya.

Dika dan Irsyad langsung berjalan menuju gedung jurusan yang lumayan jauh dari masjid. Tanpa ada suara dan tanpa ada kata. Rasanya memang enggan untuk berbicara.

Namun sesaat ketika Irsyad melihat ujung lorong seberang gedung jurusannya. Matanya membulat kaget. Tak percaya dengan apa yang ia lihat.

"Eh buseet ... kalo ngerem jangan mendadak bro!" ucap Dika hampir menabrak Irsyad yang ada di depannya. "Napa lo ..." ucapan Dika terhenti ketika ia melihat sosok yang sangat ia kenal sedang berbicara dengan ... Levi? Bahkan Hanin sampai tersenyum, seakan kesedihannya sudah berlalu. "Hanin?"

Dika langsung menghampiri Hanin yang sedang mengobrol dengan Levi dan beberapa orang lainnya yang berasal dari kubu seberang.

"Nin ..." sapa Dika.

"Hei!" balas Hanin dengan senyumannya. "Udah beres kuliah lo?"

"Lo kapan datangnya?" tanya Dika tanpa melihat wajah Levi yang mengerutkan dahi.

"Baru tadi pagi sih," balas Hanin. "Anak-anak masih di masjid? Tata kemana sih?"

Dika hanya bisa takjub dengan sikap Hanin. Semudah itukah Hanin kembali ceria? Semudah itukah Hanin kembali seperti sedia kala? Padahal apa yang barusan ia alami bukanlah sesuatu yang mudah.

"Eh, gue ke ruang dosen dulu ya," balas Hanin mengingat bahwa tujuannya ke kampus untuk bertemu Kajurnya. "Assalamu'alaikum ..."

"Wa'alaikumussalam ..." balas orang-orang yang mendengarnya.

Hanin berjalan menuju tangga menuju ruang Kajur. Hanin hanya tersenyum melihat Irsyad yang hanya bisa terdiam memandangnya. Tanpa ada sela kata yang menyapa keduanya.

¤¤¤

"Sendirian aja?" tanya Hanin ketika bertemu Irsyad di perkiran. "Nggak bareng soulmatr nya?"

"Dika lagi di ruang dosen," balas Irsyad yang sedari tadi duduk di atas motornya. "Lo ... lo baik-baik aja?"

"Emang gue sakit apaan?" tanya Hanin bercanda. "Inshaa Allah gue baik-baik aja kok, Syad. Thanks by the way."

"Lo beneran ..."

"Iya ... alhamdulillah gue baik-baik aja, Syad," ucap Hanin gemas. "Dari kemarin gue ditanyain gitu mulu sama anak-anak, kenapa pada nggak percaya sih?"

"Bukannya gitu ..." ucap Irsyad ingin membantah. "Tapi ..."

"Ada satu hal yang pasti, Syad," balas Hanin sambil memakai helmnya. "Selalu ada pelangi setelah badai. Selalu ada hal baik setelah apa yang telah menimpa kita."

Irsyad terdiam memandang Hanin. Lekuk senyuman jelas tergambar di bibirnya. Seolah tak ada rasa pedih yang tersisa.

"Seriusan gue nggak apa-apa. Gue udah sangat-sangat lebih baik dari kemarin," jelas Hanin meyakinkan. "Gue cabut dulu. Assalamualaikum ..."

"Wa'alaikumussalam ..."

¤¤¤

Allah punya kuasa untuk membolak-balikkan takdir kita. Membolak-balikkan setiap kesedihan maupun kesenangan kita. Huwa adhka wa abkaa (QS. 53:43). Allah lah yang membuat kita tertawa, maupun membuat kita menangis. Baik kamu sedang tertawa atau menangis, kamu tetap pasang senyuman. Agar Allah mencintaimu. Jadi sadari kalau Allah Qodiir, Allah maha Kuasa. Aku serahkan urusanku ke Allah dan Allah yang akan bereskan. And your part is just smile. Tugasmu hanya senyum dan Allah yang beresin. Jadi siapa yang berat nih? Allah apa kita? Jadi tugas kamu hanya senyum aja dan biar Allah yang membereskan. - Teh Haneen Akira (Biar Allah yang Bereskan)

¤¤¤

WaktuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang