Waktu 12: Luka yang Mengering

499 80 0
                                    

Jakarta, Januari 2017.

Hiruk pikuk sebuah pesta pernikahan terlihat mewah dengan setiap detail yang menawan. Di sebuah gedung mewah dengan tata ruang yang sangat menarik. Megah, mewah dan wah, hanya itu yang mampu Hanin katakan dalam hati.

"Sehat, Nin?" tanya Tata yang berada di sebelah Hanin saat memasuki gedung.

"Alhamdulillah, sehat wal afia'at," balas Hanin, tersenyum.

"Kamu nggak apa-apa?" tanya Tata khawatir.

"Emang kenapa?" tanya Hanin tak mengerti.

"Dika menikah dengan perempuan lain," balas Tata. Jelas. Gamblang.

"Lalu?"

"Kamu baik-baik aja?"

"Kenapa aku nggak baik-baik aja?" tanya Hanin balik. "Semua bakalan baik-baik aja kok, Nin. Aku, dia, semua bakalan baik-baik aja," balas Hanin. "Kita nggak ada komitmen dan memang nggak ada hubungan apapun. Buat apa aku merasa sakit?"

"Tapi ..."

"Nggak ada yang perlu disesalkan. Masa lalu? Biarkanlah menjadi sebuah pembelajaran. Nggak ada penyesalan yang datang duluan, pasti belakangan ..." jelas Hanin. "Tapi ... untuk ini, aku nggak pernah menyesal, Ta."

"Kamu yakin?" tanya Tata nggak percaya.

Hanin hanya mengangguk. "Ini jalanku untuk tak menyesal. Itu sebuah pembelajaran. Aku dan dia hanyalah teman. Dan sepertinya akan tetap begitu sampai kapanpun."

"Jika ... Jika ... suatu saat nanti ..."

"Jangan mengandai-andai, Ta. Semuanya itu semu," balas Hanin lebih realistis. "Aku yakin, nanti, entah kapan, Allah akan memberikan jawaban dari setiap kejadian yang aku alami."

Tata terdiam. Ia memandang perempuan yang nampak tersenyum semulai pagi ini. Benarkah hatinya baik-baik saja?

"Yuk ngedekat, udah mau akad," ajak Hanin menarik tangan Tata.

Tata hanya mengikuti. Kakinya melangkah mendekati meja tempat akad. Tata hanya menghela napasnya. Untuk saat ini, biarkanlah Tata tak mengerti dengan sikap Hanin. Untuk hari ini, biarlah kebahagiaan menyelimuti mereka.

Tata menolehkan pandangannya. Ada seorang lelaki yang juga menatap Tata. Ukiran senyuman jelas terlihat di bibir Tata, begitupun juga lelaki itu.

Irsyad, lelaki itu, berjalan mendekat. Ada beberapa orang lagi yang menyusul di belakang Irsyad.

"Assalamualaikum," sapa Tata.

"Wa'alaikumussalam warohmatullah," balas Irsyad. "Datang sama Hanin?"

"Menurut kamu?" tanya Tata. Tersenyum. "Tata ngejemput aku kemarin dari kantor."

"Dia mah gitu. Ngeyel," balas Irsyad. "Aku udah tawarin buat nemenin jemput kamu, tapi ..."

"Ya ... kamu kayak nggak tau Hanin gimana. Dia nggak mau ..."

"Ngerepotin," samber Irsyad. Tertawa. "Bahkan untuk urusan hatinya ..." gumam Irsyad.

Tata dan Irsyad melihat ke arah tempat akad. Ada helaan napas yang berat yang dihembuskan keduanya.

"Dia tegar, dia pasti tegar, Syad," balas Tata. "Dia pernah kehilangan dua orang yang sangat amat dia cintai. Tanpa jejak, tanpa ada pesan sebelumnya. Aku rasa, hatinya akan lebih cepat membaik dari sebelumnya."

Irsyad hanya bisa mengangguk setuju. Hal ini hanyalah bagai secuil debu dibanding dengan kehilangan Hanin tujuh tahun lalu.

"Wanita-wanita yang keji adalah untuk laki-laki yang keji dan laki-laki yang keji adalah untuk wanita-wanita yang keji pula, dan wanita-wanita yang baik adalah untuk laki-laki yang baik dan laki-laki yang baik adalah untuk wanita-wanita yang baik pula,"

Perkataan Hanin terdengar jelas di telinga Irsyad. Hanin dengan mudahnya merubah situasi hatinya. Baru kemarin Irsyad melihat Hanin sering terdiam dan tak fokus, keesokannya, ia sudah tersenyum dan tertawa.

Sungguh hati bani Adam ada di sela jemari sang Pencipta.

"Jika yang pergi itu cinta, yang datang mungkin jodoh ..." ucap Irsyad bergumam, namun masih bisa didengar oleh Tata.

Tata menoleh ke arah Irsyad yang tersenyum samar ke arah Hanin. "Kamu nggak lagi sakit kan, Syad?"

¤¤¤

Yang namanya ujian itu nggak bakal lama-lama. Tetaplah tersenyum. Waman yattaqillaha yaj'allahu makhrajan wa yarzuqhu min haithu laa yahtasib. Waman yatawakkal'allaihi fahuwa hasbuh. Yang mau bertawakal kepada Allah, yakin dengan janji Allah, maka Allah itu cukup untuk menggantikan semua dunia dan seisinya. Misalnya, kamu kehilangan orang tua kamu, Allah bisa mencukupi kehidupan kamu tanpa orang tua. Kamu kehilangan pasangan kamu, Allah cukup untuk kamu memelihara kehidupan kamu. Kamu kehilangan pekerjaan, Allah punya stoknya. Kamu kehilangan anak, Allah masih punya. Fahuwa hasbuh, sesungguhnya ketika kamu kehilangan seluruh dunia dan isinya, itu tidak akan masalah ketika kamu menemukan Allah. Sebaliknya, jika kamu kehilangan Allah, seluruh dunia dan isinya tidak akan pernah memuaskan kamu. - Haneen Akira (Jangan Takut Kehilangan)

¤¤¤

WaktuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang