Waktu 20: What Goes Around Comes Around

589 71 8
                                    

"Assalamualaikum warohmatullah, Nin, lo dimana?" tanya Irsyad yang langsung menhubungi Hanin ketika ia melihat story Rifky yang sedang berada di Surabaya.

"Wa'alaikumussalam warohmatullah, Syad. Gue baru aja landing, kenapa?"

"Sama Rifky?" tanya Irsyad hati-hati.

"Iya, kok lo tau?"

¤¤¤

Tokyo, April 2018.

Irsyad menatap bunga berwarna pink yang sedang beruguguran di sepanjang jalan. Banyak orang yang menikmati suasana yang hanya bisa dijumpai setahun sekali, bahkan pemerintah mengadakan sebuah festival demi menyambut mekarnya bunga yang menjadi kebanggaan negeri dengan julukan matahari terbit ini.

Irsyad menghirup udara dingin yang segar. Bagi dirinya yang berasal dari daerah tenggara benua ini yang biasanya bersuhu hangat, cuaca musim semi masihlah dingin. Walaupun tidak sedingin musim dingin yang ia lalui beberapa bulan lalu.

Hari ini, hari Ahad dan alhamdulillah, Irsyad baru pulang dari masjid Indonesia. Dan sangat alhamdulillah bagi Irsyad karena ia dapat menikmati indahnya bunga yang hanya mekar di musim di hari liburnya.

Banyak orang yang juga menikmati bunga berwarna pink pucat ini. Walaupun tak bisa duduk sambil minum teh di tengah kerindangan bunga sakura, setidaknya masyarakat setempat bisa menikmati dari kafe-kafe yang berada di sekitar sungai.

Irsyad melihat ke sekitarnya, banyak orang yang ternyata menikmati bunga ini di tengah cuaca yang dingin. Dan kebanyakan dari mereka adalah pasangan muda yang menikmati indahnya bunga ini di hari libur. Irsyad berjalan menuju pagar pinggir sungai. Matanya menelusuri bunga yang tumbuh sepanjang jalur sungai Meguro. Indah memang.

Fabiayyi alaa irobikuma tukadziban ...

Maka nikmat mana lagi yang kamu dustakan?

Jika bersyukur saja sudah membuat kita bahagia, mengapa masih banyak orang yang enggan melakukannya?

"Lo mau kopi atau teh?" tanya seorang perempuan dengan bahasa yang sangat familiar di telinga Irsyad.

"Teh aja," balas seorang perempuan lagi dari arah belakang Irsyad. "Lo beli dimana emangnya?"

"Di kafe seberang. Ada matcha yang enak. Lo mau eskrim nggak? Apa mau roti kacang merah? Lo masih suka itu kan?"

"Asalkan halalan thoyiban, gue mah bisa makan apapun."

"Karung dasar lo," balas perempuan pertama. "Lo tunggu sini, jangan kemana-mana. Awas kalo lo kemana-mana!"

"Iyee, berisik dah lo!"

Irsyad hanya bisa mengerenyitkan dahinya. Sepertinya suara perempuan itu tak asing. Suaranya mirip sama seseorang yang telah ia relakan beberapa bulan lalu. Irsyad menghela napasnya, mencoba menoleh ke arah perempuan yang sedang menunggu temannya itu.

"Kenapa tiba-tiba pindah?" tanya Arsy. "Apa karena Mbak Hanin?" 

"Ar ..."

"Kalo memang Mas Irsyad yakin, kenapa nggak maju?" tanya Arsy gemas.

"Nggak semudah itu, Ar."

"Alasan Mas Irsyad apa lagi sih? Mas Dika udah nikah, terus karena siapa sekarang?"

Irsyad hanya bisa diam mematung memandang perempuan yang ada di hadapannya - ralat - tidak tepat dihadapannya memang, tapi setidaknya ia merasakan perempuan itu berada di satu garis lurus dengannya. Sambil memandang ke bawah. Entah apa yang sedang perempuan itu pandang.

"Hanin ..." ucap Irsyad lirih. Ada seutas senyuman menghias di bibir Irsyad. "Astagfirullah ..." ucap Irsyad yang menyadari sesuatu. Irsyad langsung menundukkan pandangannya. Tak seharusnya ia bahagia melihat istri temannya sendiri. Harusnya ... harusnya Irsyad telah melepaskan perempuan itu.

"Karena Rifky lelaki yang lebih pantas, Ar," jelas Irsyad kepada sang adik. "Rifky, dari segi agama, dia pemimpin yang baik. Cerdas. Bijaksana, sedangkan Mas?"

"Tapi ..."

"Mas ikhlas kok, Ar. Inshaa Allah ikhlas."

"Irsyad?" sapa seorang perempuan memanggil nama Irsyad yang sebenarnya hendak kabur. "Lah ... gue kira, lo udah balik?"

Mau tak mau Irsyad membalikkan badannya. Membuatnya memandang perempuan yang sanggup melukis senyum di bibirnya. "Assalamualaikum warohmatullah ..."

"Irsyad?" sapa perempuan yang sedari tadi menatap lantai, Hanin.

"Lo kenal Irsyad, Nin?" tanya perempuan yang sebenarnya telah menjadi sahabat Hanin semenjak TK.

"Dia teman kampus gue, Gen. Lo kenal?"

"Gue sering ketemu pas ada kumpul-kumpul warga aja sih," balas sahabat Hanin, Gendis. "Lo ngapain ke sini?"

"Ada kajian di masjid," balas Irsyad kaku sambil memandang perempuan yang juga sedang memandangnya. "Lo sendiri ngapain?"

"Nganterin Hanin kajian. Kasihan anak orang sendirian di negeri orang," balas Gendis.

"Lo sendirian ke sini?" tanya Irsyad ke Hanin.

"Alhamdulillah, iya," balas Hanin, tersenyum kaku.

"Suami lo?"

"Lo ngejek atau gimana deh, Syad?" tanya Gendis kesel. "Nanya suami sama orang yang belum nikah. Pengen gue gibeng deh!"

"Belum nikah?" tanya Irsyad bingung. "Kok bisa?"

"Aduh beneran pengen digibeng ini anak," balas Gendis kesel. "Kalo belum ada calonnya gimana mau nikah?"

"Lah Rifky?"

"Rifky siapa?" tanya Gendis mengerenyitkan dahinya. "Lo udah nikah emangnya, Nin? Kok nggak bilang sama gue?"

"Kalo gue udah nikah, apa iya gue ke sini sendirian?" tanya Hanin balik ke Gendis.

"Maybe ... aw ... ih ... lo nyubit sadis amat sih!" protes Gendis sambil mengelus bekas cubitan ganas Hanin. "Lagipula lo tau dari mana si Ciwit satu ini udah nikah? Undangannya aja nggak nyampe ke gue."

"Lah terus Rifky nikah sama siapa?" tanya Irsyad bingung.

"Sama istrinya lah, emang sama siapa lagi?" balas Hanin.

"Rifky siapa? Calon lo? Kok nggak jadi?" tanya Gendis kepo.

"Terus waktu lo sama Rifky ke Surabaya?" cecar Irsyad.

"Nah lho? Beneran calon lo?"

"Bukan, Gendis. Rifky itu temen kuliah gue juga, temennya Irsyad juga," jelas Hanin gemas. "Gue sama Rifky kebetulan satu pesawat pas lagi ada dinas. Puas lo?"

"Jadi lo belum nikah?" tanya Irsyad refleks. Emang ya tuh mulut.

"Kenapa? Lo mau ngelamar Hanin?"

"GENDIS!"

¤¤¤

Dua orang yang saling mencintai, tidak akan dipisahkan oleh Allah, kecuali karena dosa. Baik kita belom sah atau sudah sah, bahkan antara suami dan istri, sudah saling mencintai. Banyak doa yang dipanjatkan ke Allah, abadikan tali cinta, abadikan tali kasih. Tapi ketika kita berdoa, tapi maksiat jalan terus, dosa jalan terus, mungkin yang memisahkan cinta kita bukanlah Allah, tapi yang memisahkan cinta kita adalah dosa-dosa yang kita perbuat. Oleh karena itu, jagalah iman yang ada di hati kalian, dan itulah yang akan menjagamu. - Teh Haneen Akira (Allah Tidak akan Memisahkan Dua Orang yang Saling Cinta, Kecuali ...)

¤¤¤

WaktuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang