BAB 16

792 61 0
                                    

Caca berjalan dengan tatapan kosong. Hari ini adalah hari yang sangat menyedihkan baginya. Satu sahabatnya sudah mengatakan bahwa tidak akan menganggap dirinya sebagai sahabat. Sejak kejadian tadi pagi, Emi sangat dingin. Gadis itu pindah tempat duduk dibagian belakang bersama cewek-cewek centil di kelasnya. Emi pun tidak mengajak Caca untuk pergi ke kantin, malahan gadis itu telah memiliki teman baru. Sementara Caca sedari tadi hanya diam dan sendirian.

Ini salahku, aku harus meminta maaf kepada Emi. Aku harus menjelaskan semuanya, batin Caca

"Ca!"

Caca membalikkan tubuhnya saat mendengar namanya dipanggil. Ia bisa menangkap ada Rian, itu berarti Rian-lah yang memanggilnya. Cowok itu pun berjalan mendekati Caca. "Hai Ca, gue lihat kok lo ngelamun, mikirin apaan emangnya?"

"Hai, gak mikirin apa-apaan kok, cuma lagi kecapekan aja." jawab Caca.

"Owh, yaudah ayo gue temenin lo sampai di depan rumah lo." kata Rian yang langsung menggandeng Caca.

Caca hanya diam. Gadis itu sedang banyak fikiran. Menurutnya sahabat itu lebih berharga daripada seorang kekasih. Meskipun ia masih memiliki Ila, tetap saja tidak bisa diungkiri kalau dia juga butuh Emi.

"Lo kecapekan kegiatan atau banyak fikiran?" tanya Rian.

"Kecapekan." jawab Caca singkat.

"Jangan cemberut, senyum dong Ca." kata Rian yang bosan melihat muka Caca yang ditekuk, "lo inget, dulu lo yang bilang ke gue kalau bersedih itu boleh, tapi asal lo tahu, akan ada seribu keceriaan yang menanti setelah kita tersenyum. Inget gak, Ca?"

"Iya gue inget, nih gue udah senyum." kata Caca diakhiri senyuman dengan memperlihatkan giginya yang putih.

"Ih ada cabai digigi lo." kata Rian membuat Caca buru-buru menutup mulutnya.

"Hehehe, gue bercanda." kata Rian membuat dirinya mendapat pukulan dilengannya. Rian tidak marah, cowok itu malah tertawa membuat Caca ikut tertawa. Jujur, Caca sedikit melupakan masalahnya.

Seketika seseorang menarik Rian dari belakang. BUKK!!

Satu pukulan mendarat dipipi Rian. Cowok itu menarik kera seragam Rian dan memberi beberapa pukulan diwajah Rian. Caca yang melihat Atta sedang memukuli Rian pun panik. Gadis itu berteriak, tapi tidak ada satu orang pun yang menolongnya. Malahan beberapa orang malah asik menonton aksi berkelahi itu.

"Atta, berhenti At." kata Caca tapi Atta tidak menghiraukan perkataan itu.

Caca semakin panik saat darah mulai keluar dari sudut bibir Rian. "ATTA LEPASIN RIAN!!" kata Caca dan membuat Atta melepas cengkeramannya di kera Rian.

Caca mendorong tubuh Atta untuk menjauh dari Rian. Gadis itu langsung mendekati Rian dan menghapus darah Rian dengan tisu yang ia punya. "Rian, lo masih bisa berdiri kan?" tanya Caca dan mendapat anggukan dari Rian. Gadis itu pun membantu Rian untuk berdiri. Sebelum pergi Caca menatap Atta dengan tatapan benci, "gue kecewa sama lo, jangan pernah muncul dihadapan gue lagi."

"Tapi Ca, cowok itu punya rencana jahat buat lo." kata Atta dengan emosinya yang masih ingin ia keluarkan untuk cowok di sebelah Caca. Saat Rian memegang tangan Caca, itu membuat Atta ingin memukul cowok itu. Apalagi saat Atta ingat jika Rian punya rencana yang entah untuk dirinya, Caca atau Dewita.

"Cukup!" kata Caca lalu pergi meninggalkan Atta. Gadis itu sedikit kesulitan membantu Rian berjalan. Sebab, cowok di sampingnya itu sangat lemas.

Karena Caca bingung akan membawa Rian kemana. Ia pun menyuruh Rian untuk duduk di pinggir trotoar. Lalu gadis itu mengambil obat luka yang selalu ia bawa. Caca memang suka membawa obat-obatan, ia bilang untuk jaga-jaga.

KauTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang