BAB 19

780 53 18
                                    

"Makasih udah beliin gue es krim." kata Emi dan Kiki hanya tersenyum.

"Tahu darimana gue suka es krim?" tanya Emi.

"Caca." jawab Kiki langsung membuat Emi malas. Kiki tahu jika Emi dengan Caca sedang bertengkar.

"Jangan berantem lagi, kayak anak TK aja. Caca kan gak salah." kata Kiki langsung mendapatkan tatapan tajam dari Emi.

"Gak salah lo bilang? Dia itu salah, salah besar Ki, dia udah bohong sama masa lalunya, walaupun gue gak tahu masa lalu mereka, tapi gue rasa Caca punya perasaan ke Atta tapi dia nyembunyiin itu dan buat gue berharap untuk dapetin Atta." kata Emi setelah itu membuang nafas panjang.

"Coba deh lo bicara lagi sama Caca. Gue tahu lo juga kangen sama Caca. Gue tahu lo pingin peluk Caca, tapi hanya karena ego lo, lo milih buat mutusin persahabatan kalian." kata Kiki dengan nada pelan. Emi masih diam, bingung mau menjawab apa.

Jujur Emi begitu merindukan Caca. Baginya Caca adalah sahabat yang paling mengerti dirinya. Sejak 2 tahun lalu, saat pertama kali dirinya masuk SMA BANGSA 3 yang ia kenal hanyalah Caca. Saat dirinya dihukum oleh ketua OSIS karena terlambat dihari pertama masuk MOS. Dirinya harus mengelilingi lapangan 15 kali dan berdiri didekat tiang bendera sampai acara MOS berakhir. Emi tidak berani untuk membantah perintah ketua OSIS itu, tapi, seorang cewek dengan rambut yang dikuncir kuda, berani membantah perintah ketua OSIS itu untuk Emi. Dan dia adalah Caca, cewek yang dengan bodohnya mau menggantikan posisi Emi.

"Ya sudah kalau gitu saya saja Kak yang gantikan cewek ini. Saya rela lari muterin lapangan lima belas kali dan saya rela berdiri didekat tiang bendera sampai acara MOS berakhir." kata Caca dengan sangat lantang. Seisi aula sekarang sedang melihatinya. Banyak yang menganggap jika Caca ingin dianggap superhero. Padahal Caca membantu cewek itu dengan ikhlas.

"Owh, mau jadi superhero ya? Silahkan, sekarang cepat ke lapangan dan laksanakan hukuman itu." kata Danu, ketua OSIS yang tidak habis fikir dengan adik kelasnya itu.

"Baiklah." kata Caca lalu berjalan meninggalkan aula. Sementara itu Emi merasa malu, seharusnya dia yang dihukum.

"Kak, saya juga tidak masalah kalau dihukum. Saya memang bersalah." kata Emi lalu berlari menyusul Caca.

Baru 1 putaran saja Caca sudah merasa lemas. Keringat sudah mulai membasahi wajahnya. Tapi entah kenapa semangatnya kembali penuh saat seseorang ikut berlari di sampingnya.

"Kamu? Kenapa ikut lari? Kan aku yang gantiin." kata Caca.

"Aku yang salah, aku yang telat, kita lari bareng-bareng aja." kata Emi dengan tersenyum, "Emi."

"Nama kamu Emi, aku Caca." kata Caca.

"Senang bisa kenal denganmu." kata Emi.

"Apa boleh kalau aku menganggapmu teman?" tanya Caca dan Emi mengangguk.

Keduanya bersama-sama berlari mengelilingi lapangan seperti yang ketua OSIS perintahkan. Setelah itu mereka berdiri didekat tiang bendera sementara beberapa siswa lain yang sedang istirahat melihati mereka. Ada yang menertawai ada juga yang kasian dan ada juga yang kebingungan. Bingung karena Caca dan Emi seperti tidak merasa bersalah, keduanya tertawa bersama sambil mengangkat 1 kaki dan memegang kedua telinga.

"Istirahatnya sudah berakhir, karena gak ada orang, kita duduk yuk." kata Emi dan Caca menggeleng.

"Gak ah, ntar kita dapet hukuman yang lebih parah."

"Gapapa, gak ada yang lihat, aku laper nih." kata Emi lalu berjalan mengambil tasnya yang ada di pinggir lapangan. Caca pun mengikuti Emi, mengambil bekel yang ia bawa.

KauTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang