BAB 13

887 66 8
                                    

Atta sedang berdiri di depan pintu ruang kerja Papanya. Sejak tadi ia sudah mengetuk pintu itu, sang Papa hanya menjawab 'sebentar' tapi tidak kunjung nampak. Karena lelah menunggu, Atta langsung saja masuk layaknya seperti perampok.

"Pa, Atta mau bicara sebentar." kata Atta membuat aktivitas lelaki 44 tahun itu terhenti.

Haki menatap putranya itu dengan wajah dingin, seperti biasanya. Tapi ingatlah, bahwa dibalik sikap dingin Haki, ia masih memiliki waktu untuk bercanda berasama putra-putrinya. Lelaki itu menyuruh Atta untuk duduk di kursi yang berhadapan langsung dengannya.

"Mau bicara apa? Wajah kamu sepertinya serius." kata Haki saat putranya sudah duduk dengan benar.

"Atta cuma mau bilang, kalau cewek yang mau Papa jodohkan sama aku, nolak perjodan itu." kata Atta sambil bersandar di kepala kursi dan kedua tangannya terlipat di atas dada.

"Jadi?"

Atta memutar bola matanya, Papanya itu masih saja belum faham dengan perkataannya. "Jadi, perjodohan itu dibatalkan karena kedua pihak tidak setuju."

Haki tertawa mendengar perkataan putranya itu. Atta yang melihat Papanya menertawainya langsung memberikan raut kesalnya. "Pa aku serius, jangan bercanda. Emangnya, muka aku ada tampang lawaknya."

"Muka kamu mah gak ada lucunya." jawab Haki, " papa ketawa karena kamu bikin alasan seperti itu buat batalin perjodohan."

"Alasan? Siapa yang alasan? Atta bener-bener denger tuh cewek nolak perjodohannya, Pa." kata Atta kesal karena Papanya kira ia berbohong.

"Jadi kamu udah tahu siapa yang Papa jodohin sama kamu? Hmm, baguslah. Kalau gitu kamu tanya lagi deh sama calon kamu itu." kata Haki membuat Atta bingung.

"Pusing ah Pa." kata Atta lalu beranjak dari ruang kerja Papanya itu. Haki tersenyum melihat tingkah putranya.

~·~

"Asslammualaikum."  kata Emi saat memasuki rumahnya.

"Waalaikumsalam. Emi makan dulu sini." jawab Nani yang sedang memotong bawang di dapur.

Emi pun berjalan menuju dapur. Gadis itu malu untuk menemui Mamanya. Kejadian tadi pagi, pasti membuat Mamanya sedih. Sebenarnya, Emi tidak bermaksud untuk membentak sang Mama. Hanya saja ia sedang terbawa emosi.

Emi mendudukkan dirinya di depan hadapan sang Mama. Wajahnya begitu senang saat melihat sepiring nasi uduk di atas meja. Nafsu makannya langsung meningkat, tapi ia harus berbicara sebentar dengan Mamanya.

"Kok gak dimakan Em?" tanya Nani yang sedari tadi melihat putrinya hanya memandang nasi uduk itu.

"Ma, mama marah ya sama Emi?"

Pertanyaan yang dilontarkan Emi membuat Nani menghentikan aktivitasnya. Ia menatap putrinya itu, terlihat wajah Emi penuh dengan penyesalan. Memang perkataan Emi  tadi pagi, seperti membentak, membuat sedikit hatinya tergores.

"Mama beneran marah ya? Emi minta maaf Ma, Emi gak bermaksud untuk bentak Mama. Emi cuma gak mau dijodohin." kata Emi sangat merasa bersalah.

Nani mengelus rambut coklat kehitaman putrinya itu. Ia begitu senang, karena Emi merasa bersalah karena telah membentaknya. Ia kira, putrinya itu tidak sadar membuat  hatinya sedikit tergores. "Mama gak marah. Jujur, Mama sedikit sakit saat kamu bentak Mama. Emi, dengar kata Mama, Papa sama Mama sayang sama kamu. Papa sama Mama mau kamu tidak salah milih dan akhirnya kamu akan nangis. Papa sama Mama gak mau kamu disakiti sama lelaki yang tidak baik. Kamu ngertikan?"

KauTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang