"Celosia Leene, kau harus ikut bersama kami."
Mata bulat Sia melotot, mulutnya sedikit terbuka. Dia melirik ke kanan kirinya, banyak mata memperhatikan ke arahnya.
"Saya?" Sia menunjuk dirinya sendiri.
"Apa di sini ada Celosia Leene lain?" ucap si wajah dingin yang tidak lain adalah penjaga cagar alam Dominion yang entah kenapa sekarang berada di sini dan menemui dirinya.
"Apa maksud Anda ini tentang kejadian tempo hari?" sahut Veronica ketika melihat Sia tidak membalas ucapan si penjaga cagar yang tidak berniat bercanda
"Tidak. Kami ada perlu secara pribadi dengan temanmu, Nona," ujar si penjaga cagar.
Sia memandang satu-persatu wajah tiga orang asing yang tiba-tiba datang menemuinya dan mengajaknya untuk bicara secara pribadi. Lalu dia menoleh pada Veronica yang memandangnya sama bingungnya. Kalau bukan karena masalah yang dia buat sewaktu kunjungan ke cagar alam, lalu apa? Apa tidak apa-apa menerima ajakan orang asing? Tapi, Sia penasaran.
***
Dan di sinilah mereka berlima. Duduk bersama di cafe depan kampus Sia. Akhirnya tadi Sia mengiyakan ajakan tiga orang asing itu untuk bicara dengan mereka. Tapi dengan sebuah syarat. Veronica harus ikut bersamanya. Meski penasaran, Sia tidak ingin mengambil resiko pergi bersama orang asing.
"Jadi, siapa kalian dan kenapa mencariku?" tanya Sia sembari memilin sedotan di gelas lemon teanya.
Tidak di dalam kampus, di cafe ini tiga orang asing ini mendapat perhatian penuh. Tas hitam panjang mereka sungguh menarik perhatian selain tampang dan juga pakaian mereka. Seperti perberantas hantu di film-film saja.
"Kami perlu bantuanmu."
"Hei, Bos, bukan begitu caranya bicara. Biar aku yang bicara," sela si pria ramah. Dari tiga orang asing ini, pria inilah yang terlihat normal. Menurut Sia.
"Kita tidak punya banyak waktu. Apa kau lupa itu?" bentak si penjaga cagar.
"Aku tidak lupa, hanya saja lihatlah nona nona yang menatap kita dengan penuh kebingungan."
Sia dan Veronica mengerutkan kening, mereka penasaran dan bingung. Terutama Sia. Mereka terkesan berbelit-belit dan Sia tidak sabar ingin tahu kenapa dia dicari orang-orang yang telah mengetahui namanya entah bagaimana.
"Ah, kami ini-" ucapan si wajah ramah terputus karena terdengar suara dering ponsel.
RING. RING. RING.
"Oh, maaf." Ponsel Veronica yang berbunyi. "Ya, halo." Dia segera mengangkatnya. "Oh, ya ampun aku lupa. Oke-oke aku akan segera ke sana. Iya, maaf." Veronica mengakhiri telponnya, menatap Sia lalu tersenyum kecut. "Maaf, aku harus menemui Cayote. Aku lupa kalau ada pertemuan klub."
"Eh, apa?" Sia terkejut.
Veronica memandang sekilas tiga orang di depan mereka lalu memegang lengan Sia. "Ini tempat ramai, kalau mereka kelihatan melakukan sesuatu yang tidak benar kau langsung teriak saja. Maaf, aku harus pergi sekarang. Kirimi aku pesan lima menit sekali. Oke?"
"Baiklah-baiklah. Pergilah sana." Sia cemberut.
Veronica segera bangkit dan menggendong ranselnya. "Kalian silakan lanjutkan permbicaraan. Aku mendadak harus pergi. Sampai jumpa." Veronica berpamitan.
"Oh, hati-hati saat menyeberang, Nona," sahut si wajah ramah yang dibalas anggukan oleh Veronica lalu gadis itu segera keluar cafe. Meninggalkan gelas kosong. Pintar sekali. Dia menghabiskan minumannya sebelum pergi.
Suasana kembali seperti sebelumnya. Sia memilih tidak memulai pembicaraan. Pertanyaannya saja belum dijawab.
"Nah, sekarang kami akan memperkenalkan diri." Si ramah buka suara. "Aku Candles," ujarnya. "Pria di sebelah kiriku ini Holkay, sepertinya kalian sudah bertemu sebelumnya. Dan gadis pendiam di sebelah kananku ini namanya Armenia. Kami ke sini untuk menjemputmu," ujar si ramah Candles terdengar ceria. Seperti seorang teman yang berbicara dengan teman akrabnya.

KAMU SEDANG MEMBACA
DARKNESS
FantasyFollow untuk baca ^^ ♡♡♡♡♡♡ Kunjungan klub biologi dari Black Campus ke ibu kota lama Estonial, Dominion, menjadi sebuah bencana bagi Celosia Leene, salah satu mahasiswi yang datang karena ajakan sahabatnya yang kebetulan salah satu anggota klub. Ta...