Bulir 11 : Cloudy Morning

127 22 2
                                    


Celocia is back. Here you go ... happy reading guys ^^

"Hmm ..."

"Hmm? Apa maksud hmm, Nenek? Apakah mimpiku berarti sesuatu atau hanya bunga tidur biasa?" tanya Sia pada Marsala. Dia menceritakan tentang sosok hitam yang menusuk jantungnya.

"Apa kau akan percaya pada perkataanku?" Marsala bertanya balik. Wanita tua itu tersenyum memperlihatkan wajahnya yang penuh kerutan.

"Tergantung seberapa bisa diterima nalar," jawab Sia.

Marsala mendekati cawan suci. Dia mencelupkan tangannya ke dalam cawan lalu tanpa aba-aba dicipratkannya air itu ke muka Sia yang langsung menjerit terkejut.

"Eh? Kenapa tiba-tiba melakukan itu?" protes Sia sambil mengusap-usap wajahnya.

"Itu masa depanmu," ujar Marsala singkat, padat dan jelas.

Sia tertawa kecil lalu mengeryitkan kening ketika melihat wajah tua Marsala yang terlihat serius. Tidak ada sedikitpun garis tawa di wajahnya.

"A-apakah itu benar? A-aku akan mati?" suaranya bergetar seirama dengan jantungnya yang berdebar kencang.

"Itu akan terjadi kalau sampai raja para Stealth berhasil bangkit."

Mendadak Sia merasakan kembali rasa sakit pada dadanya. Dia mengeryit sembari memegangi dadanya. Menatap keseriusan wajah Marsala.

"Maka dari itu, kami mencarimu. Orang tuamu salah paham hingga membawamu lari dan menyembunyikanmu. Jika sedari kecil kau sudah berada bersama kami, kau bisa membangkitkan kekuatan spiritualmu dan mempersiapkan diri untuk menghadapi kegelapan. Sekarang kita hanya memiliki sisa tiga hari. Ritual itu harapan satu-satunya untuk mencegah kegelapan bangkit," ujar Marsala.

"Ba-bagaimana kalau aku tidak bisa melakukannya dengan benar?"

"Kau akan melakukannya dengan benar. Ada kami semua bersamamu."

"Tidakkah aku harus mengetahui apa yang harus aku lakukan? Mungkin aku harus menarikan tarian aneh atau mengucap-ucapkan mantra?"

"Tidak. Kau tidak perlu melakukan hal seperti itu. Kau hanya perlu mempersiapkan dirimu dan jangan takut. Ingatlah bahwa dulu kau adalah Primosa Forsythia." Marsala meraih gelas dan mencelupkannya ke dalam cawan suci. "Minumlah." Marsala menyodorkan gelas berisi air dari cawan suci padanya.

Kemarin Sia memang merasa agak jijik meminum air mentah, tapi hari ini dia bahkan tidak sempat memikirkan tentang air itu. Dia meraih gelas itu dan langsung meminumnya hingga habis. Memangnya dia bisa berpikir jernih setelah diberitahu bahwa dia akan mati? Dia tahu bahwa setiap manusia pasti akan mati, tapi semua terasa menyeramkan saat mengetahuinya secara langsung.

***

Sia termenung sendirian di depan aula besar. Dia mencabuti rumput dengan asal sembari melihat anak-anak suku Heilige yang tengah bermain. Langit yang mendung pagi ini menggambarkan perasaannya sekarang ini.

Tidak ada hal benar yang terjadi hari ini. Tadi saat sarapan, Holkay dengan terang-terangan menolak ajakannya untuk berteman. Pria itu bahkan mengatakan tidak sudi memiliki hubungan pertemanan dengannya walau hanya dalam mimpi sekalipun. Sia mengingat betapa banyak pria yang menyukainya bahkan berlomba-lomba untuk menyapanya dan berharap dekat dengannya. Tapi, pria itu bersikap sebaliknya. Seolah-seolah dirinya adalah makhluk hina yang dilirikpun tak pantas.

Harinya bertambah buruk saat mengetahui arti mimpinya. Dia akan mati jika raja para Stealth berhasil bangkit.

"Aku ingin pulang," gumamnya sembari melihat tangannya yang kotor karena mencabuti rumput sembarangan.

DARKNESSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang