Bulir 8 : Heilige's Tribe

144 26 1
                                    

Veronica menatap tidak percaya pada pesan yang terpampang di layar ponselnya. Pesan yang cukup panjang dari sahabatnya yang belum sempat dia temui sejak pertemuan mereka dengan tiga orang asing kemarin. Namun, semua itu terjawab ketika Veronica datang ke rumah sakit dan melihat papa Sia yang tengah dirawat karena punggungnya terluka.

Dengan wajah sedih yang ditutupi senyuman, Meola mengatakan perihal Sia mengambil cuti kuliah adalah benar. Wanita paruh baya itu hanya mengatakan jika Sia harus pergi ke suatu tempat untuk beberapa waktu, tanpa menjelaskan apa yang telah terjadi pada papa Sia.

"Sia, di mana dirimu?" Veronica menatap langit pagi yang hari ini terlihat mendung. Tangannya mengerat ponselnya yang terus mengatakan 'nomor yang anda hubungi sedang tidak aktif atau berada di luar jangkauan'.

***

Langit yang mendung menyebarkan udara dingin. Menemani langkah kaki Sia melewati jalan setapak terbuat dari batu-batu yang disusun dengan rapi. Setelah tiga jam lamanya berada dalam perjalanan menuju Dominion, akhirnya Sia tiba juga di tempat ini. Namun, ternyata untuk mencapai perkampungan suku Heiliege yang berada di tepian cagar alam Dominion, mereka hanya bisa ke sana dengan berjalan kaki. Dengan terpaksa menitipkan mobil papanya di pos penjaga cagar alam.

Sia mengedarkan pandang pada pohon-pohon White Birch yang berjajar rapi di samping kiri kanannya. Wajah kedua orang tuanya yang melarang keputusannya untuk pergi masih terbayang olehnya. Dia bahkan tetap pergi meski mama papanya melarang dan memohon padanya untuk tidak melakukan itu. Tapi, anak mana yang sanggup membiarkan saja orang tuanya akan celaka karena dirinya.

Sia segera pergi setelah mengantarkan kedua orang tuanya ke rumah sakit. Dia hanya membawa barang-barang penting seadanya. Berharap bahwa dia tidak akan lama di Dominion.

Hamparan pohon White Birch menyadarkan Sia bahwa di sini tidak terdapat signal untuk ponselnya. Sebenarnya dia berharap bisa menghubuni orang tuanya untuk menanyakan kabar papanya, tapi kalau begini dia hanya berharap papanya bisa segera sembuh.

"Sebentar lagi kita akan sampai," ujar Armenia, masih dengan wajah pucatnya.

"Aku sangat berharap." Sia tersenyum kecut. "Armenia, um ... boleh aku bertanya?"

"Ya, apa?" sahut Armenia.

"Benarkah mereka tidak akan muncul di siang hari? Para Steatlh itu."

"Tidak. Mereka tidak bisa. Kegelapanlah yang menciptakan mereka, jadi mereka hanya akan keluar di saat gelap," jelas Armenia.

"Jadi, mereka hanya akan muncul di malam hari saja, kan?"

"Tidak juga. Maksudku begini, Stealth secara alami akan menampakkan diri di malam hari karena malam memiliki kegelapan, tapi tidak menutup kemungkinan mereka bisa keluar di siang hari. Seperti Stealth yang terus menempel padamu."

Sia mengikuti arah telunjuk Armenia yang menunjuk Pao Pao yang menempel di bahunya.

"Pao Pao?" Sia baru menyadari hal yang sangat penting. Diraihnya Pao Pao dari bahunya. Dia tersenyum pada makhluk bulat berbulu itu. "Pao Pao juga seorang Stealth ya," ujarnya.

"Stealth itu seharusnya mati waktu serangan Stealth serigala," ujar Armenia.

"Tapi-"

"Lalu kenapa dia masih hidup, kan?" potong Armenia. "Aku juga penasaran kenapa bisa seperti itu. Bahkan pertama kali aku melihatnya, aku heran bagaimana bisa ada Stealth berpenampilan lucu seperti ini bersamamu. Aku tidak mengetahui Stealth sedetail Holkay maupun Candles, karena sejak kecil mempelajari pengobatan. Lalu Holkay mengatakan bahwa Pao Pao dapat bertahan karena dia menyerap energi kehidupanmu," tutur Armenia.

DARKNESSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang