Reza mengambil makanannya. Dia membawanya ke lobi luar. Biasanya dia makan di crew room, tapi sekarang dia merasa ingin menghirup udara segar.
Hampir semua meja penuh, dia menemukan meja kosong di depan televisi yang digantung. Nampan diletakkannya di atas meja. Dia meninggalkan makanannya dan beranjak untuk mencuci tangan.
Semua kru yang bekerja di lobi menyapa dan bertanya tentang kejadian tadi. Dia menjawabnya lemah, sekenanya.
Barophobia, itu nama phobia yang dideritanya. Setidaknya dia menemukan kata itu di internet, dan itu sesuai dengan keadaannya.
Barophobia berarti takut terhadap gravitasi dan itulah kelemahan yang selalu diserang pengelihatannya.
Dia selalu mengalami ketakutan ketika melihat benda jatuh, tapi bila dia tidak melihatnya atau hanya mendengar suara jatuhnya perasaan tadi tidak muncul, hanya kaget sepert orang lain.
Pertama kali menyadarinya ketika masih SMP di Sukabumi. Ketika itu dia selalu merasa seperti itu saat menonton pertandingan basket. Setiap bola jatuh dari ring dia merasakan horor yang sama, hanya saja lebih lemah.
Berbeda dengan saat dia melihat temannya jatuh dari atap sekolah ketika mengambil bola voli. Saat itu dia merasakan horor yang paling menyakitkan sampai membuatnya pingsan.
Mungkin karena bola basket sudah diperkirakan jatuhnya sehingga horor yang dialaminya tidak terlalu dalam.
Sejak itu dia mulai mencari-cari nama phobia-nya. Dia tidak memeriksakannya ke psikolog karena pasti ketahuan ibunya.
Setelah menemukan kata barophobia, dia mulai mencari terapi penyembuhannya, tapi dia tidak pernah menemukannya. Dia selalu menahan diri untuk pergi ke psikolog ataupun terapis agar tak perlu menghabisan uang hanya untuk mengobati phobia-nya.
Dia menerima keadaannya sampai akhirnya terbiasa dan mulai bisa mengakhiri kalau horor itu datang. Dia tidak bisa menghindar dari horor itu tapi, dalam sekejap bisa mengakhirinya seperti yang dilakukannya tadi.
***