"Hei, siapa yang bereskan ini? teriak Youri melihat meja kerjanya yang sudah dirapikan. Senyap. Semua orang menatapnya, tapi tak ada yang menjawab.
"Ada yang lihat daftar acara pertemuan 0PEC besok nggak? lanjutnya kesal.
"Ada di laci, di bawah map."
Suara itu berasal dari belakangnya. Mena Saphira menghampirinya, tubuhnya yang semampai menopang wajah oriental yang kental.
Dia adalah primadona baru di kantor ini. Kesuksesannya mewawancarai beberapa pejabat yang terkenal dengan "No comment"-nya membuatnya menjadi pujaan rekan-rekannya yang diberi tugas mewawancarai jenis pejabat seperti itu.
"Dua hari ditinggal dalam keadaan berantakan," lanjut Mena. "Kalau kamu datang lebih cepat, mungkin kamu yang disuruh bereskan semuanya. By the way, dua hari ini ke mana? Gimana urusan sama Lisna?".
"Sempat terlintas namamu waktu di datang ke rumahku! "
"Habis dia bilang kamu harus tanggung jawab... Yaaa... "
"Aku nggak menyentuhnya! "
"Physically mungkin nggak, tapi kamu menyentuh hatinya. Itu lebih parah dari pada menyentuh... you know-lah!" ujar Mena sambil tertawa mengikik. Untuk ukuran wajahnya yang cantik, tawanya agak mengerikan.
Youri menatapnya hingga tawanya selesai.
"Kamu tahu, kan, hatiku ini milikmu?" goda Youri.
Wajah Mena mendadak serius. Dia membuka laci meja Youri dan mengambil selembar kertas. Sebentuk tabel dengan rentang waktu di sebelah kiri dan deskripsi acara di sampingnya.
"Nanti kita mulai dari pagi. Jam enam," kata Mena mengerling kepadanya.
"Mungkin kita nggak akan pulang."
"Oke," jawabnya asal sambil duduk dan mengeluarkan laptop.
"Kamu bisa minta akses khusus, biar kita bisa wawancara eksklusif dengan Presiden Amerika Serikat?"
Youri melenguh. "Huuh.. kalau bisa, kamu sudah dapat kabar bagus itu dari kemarin."
"Oke, nggak apa-apa. Tapi, pastinya kita mesti kerja keras."
Youri menatap daftar acara itu dengan saksama. Tak ada yang istimewa dari daftar itu. Jatah wartawan, apalagi dari media cetak, memang tak pernah memuaskan. Mereka harus berinisiatif untuk mendapat headline yang bagus.
Ketika Mena mulai meninggalkannya, dia bertanya, "Kamu tahu apa tentang bom nuklir?"
Mena berbalik dan mengerling. "Tanyakan kepadaku tentang politik internasional, tanyakan apa Iran jadi datang pada pertemuan besok atau nggak, tanyakan apa Presiden Amerika akan duduk berdampingan dengan para pemimpin Timur Tengah atau tidak. Nuklir? Kamu bercanda, ya?"
"Tepat. Itu juga reaksiku waktu e-mail ini masuk."
Mena menatap laptop milik Youri. Naluri investigatifnya mulai bekerja. "Sudah melacaknya? "
"Sudah kulakukan tapi masih nihil," keluh Youri. "Aku malah berpikir ini ada hubungannya dengan pertemuan besok."
"Itu kan cuma pertemuan tukang-tukang minyak dari seluruh dunia, plus Amerika dan Australia," timpal Mena seakan mengingatkan.
"Isu nuklir sudah jadi pembicaraan internasional. Amerika Serikat mencegah negara lain memiliki dan mengembangkan teknologi ini. Walau begitu lran, Korea Utara, Pakistan tetap mengembangkannya. Ahmadinejad memang ganas. Amerika berusaha melarangnya, kurasa bukan karena dampak yang akan ditimbulkan, tapi mereka takut tersaingi," jelas Youri. "Era minyak akan berakhir, itu pasti. Energi terbarukan harus diproduksi mulai saat ini. Mungkin nuklir adalah teknologi paling menjanjikan sebagai pengganti minyak, walaupun penyalahgunaannya bisa mempercepat kiamat. Lagian aku heran, kenapa harus mengundang Amerika dan Australia dalam pertemuan 0PEC? sama saja memindahkan Perang Dunia ke Indonesia. Kalau ada sedikit saja kesalahan, Perang abad 21 akan dimulai di sini!"
Gaya bicaranya yang blak-blakan plus gaya oratornya yang berapi-api, sering menjebaknya dalam masalah dengan beberapa instansi pemerintah.
"Pertemuan ini mengagendakan tentang penghematan minyak di seluruh dunia. Isu kenaikan harga minyak mentah dunia juga pantas di bahas, sih! Kurasa mereka ingin mempertahankan era minyak. Amerika sudah terbiasa menjadi polisi dunia, mungkin mereka merasa berhak mengatur pergerakan minyak dunia. Apalagi perusahaan Amerika macam Exxon bersama Pertamina mengelola Blok Cepu."
"Nggak ada gunanya. Cepat-lambat pasti habis, konsumsi minyak sekarang ini di Indonesia memang masih cukup untuk memenuhi kebutuhan nasional, hanya masalahnya, pengelola minyak di Indonesia lebih banyak perusahaan asing.
Apa jadinya kalau kita harus membayar pada perusahaan asing untuk setiap tetes yang dihasilkan dari perut bumi kita sendiri. Kurasa Indonesia hanya akan bertahan sampai 15 tahun ke depan. Mempertimbangkan keanggotaan OPEC memang usulan yang brilian. Biofuel, biodiesel, dan bahan bakar gas adalah alternatif lain... tapi nuklirlah yang paling menjanjikan. Okelah, untuk teknologi ini Indonesia masih tertinggal. Tapi sebagai potensial panas bumi terbesar di dunia mestinya Indonesia tidak menggantungkan sebagia besar energinya pada minyak.""Kamu tahu banyak tentang nuklir, kenapa nggak jawab saja?" Youri menempelkan telunjuknya ke layar laptopnya. Mena tampak mengerti kesulitannya.
"Tapi nggak cukup banyak tentang bom nuklir."
"Apa yang akan kamu lakukan?"
"Aku akan menjawabnya, pasti!" tegas Youri, "Tapi bukan lewat e-mail. Aku akan menulis tentang nuklir, akan kuusahakan agar besok dimuat, dia pasti menghubungiku lagi."
"Baguslah, berarti hari ini kamu ada kerjaan."
Mena melenggang menjauhinya. Youri memandangnya, mengikuti irama lenggokkannya lalu tersenyum.
Apa yang kupikirkan?
***
Sobat yg baik^^ maaf yaaa,, seminggu kemarin Ais nggk sempet luangin waktu untuk melanjutkan story ini, di karenakan ada............................................................................
Ujian Try Out😁😁Makanya hari ini Ais kembali lagi untuk melanjutkan TBC dengan kualitas cerita yang akan dikemas lebih rumit (bikin pembaca pusing mungkin ya😂😂), lebih meledak (bom-nya mungkin😁), dan romantisme (dengan munculnya karakter Mena Saphira😘).
Ikuti terus ya TBC ini🙌🙌🙌🙌 dan jangan lupa untuk tinggalkan vote dan comment🙏 karena setiap voment bagi author sangatlah berarti😳