Pernah nggak sih kalian kebetulan nemu duit, hp, atau semacamnya? Gw malah lebih sering kehilangan barang ketimbang nemu barang. Dih, napa ya, nggak ada yang ilangnya deketan gw? Wkwkwk, sadar ndan, ngambil barang bukan miliknya itu dosa.
Pernah nggak sih kalian kebetulan nemu duit, hp, atau semacamnya? Gw malah lebih sering kehilangan barang ketimbang nemu barang. Dih, napa ya, nggak ada yang ilangnya deketan gw? Wkwkwk, sadar ndan, ngambil barang bukan miliknya itu dosa.
Sebelumnya, buat kalian yang parnoan, mending mundur. Cerita ini bener-bener disturbing. Dan sebagai peringatan, kalau kita itu sebaiknya nggak sembarangan ngambil barang yang kita temuin di jalan.
....
Cerita ini gw peroleh dari temen gw yang yang barusan keluar kerja. Dia itu habis kerja di daerah Sumatera sono. Niatnya sih, gw mau ikut. Ketimbang gonta-ganti kerja dan palingan betah sebulan dua bulan doang, mungkin agak jauhan bikin gw nggak bisa pulang, terus betah. Ternyata, dia malah nggak ada rencana balik ke tempat kerjanya. Alesannya resign gini nih,
....
Namaku Dino, sebut saja begitu. Sudah delapan bulan ini aku bekerja di sebuah toko onderdil mobil, di sebuah daerah di pulau Sumatera. Area pastinya author sengaja samarkan karena takutnya, author dibilang nyebarin berita hoax karena eemang author nggak pernah nelusuri ini lebih jauh. Serem soalnya.
Bosku sangat menyukai hasil kerjaku. Mereka bilang aku ini jujur dan pekerja keras. Aku juga nggak akan nunggu dua kali saat bosku minta sesuatu untuk ku kerjakan. Mengganti ban pelanggan, ganti aki, semua bisa ku lakukan karena aku memang lulusan otomotif. Hal itu membuat uang lebih kerap kali meluncur ke amplopku. Kadang, rekan-rekanku sering iri dengan hal tersebut. Tapi, mau gimana lagi? Itu udah keputusan bos. Mereka juga nggak pernah memprotesnya langsung padanya.
Semuanya hampir berjalan lancar. Lingkungan yang menyenangkan, gaji yang lumayan, bahkan bos yang tak bermasalah.
Sampai hari itu...
Toko tengah sepi pembeli, maklum hari kerja yang memang biasanya sepi. Tapi, ada satu hal yang cukup mengganggu. Itu adalah teman kerjaku yang merupakan orang asli sini. Sudah dua hari ini wajahnya tampak murung. Dia jadi sering bengong sampai kerjaanku ikut keteteran. Tidak mau angkat barang ke gudang, bantu bawa barang berat, bahkan sepanjang hari kerjanya cuma diam di pojokan toko sambil sesekali buang nafas. Sampai akhirnya, dia dipecat oleh bosku.
Itu bukanlah akhir cerita...
Mes tempatnya belum sepenuhnya rapi. Bosku kemudian menyuruhku merapikannya, karena pegawai baru akan segera menempatinya. Dengan senang hati, aku segera menuju ke kamar berukuran 3x2 meteran itu.
Tempat itu benar-benar berantakan. Sampah mi instan berserakan, piring, gelas, pokoknya mirip kapal pecah lah. Bermodalkan sapu lidi, ku sapu kamar itu dengan teliti. Dari pojok kiri, kanan, belakang sampai di belakang pintu.
" Apaan nih? " pikirku mendapati sebuah benda kecil kehitam di pojokan. Benda itu tertutupi hanger dan selembar uang pecahan 20.000 lama yang warnanya hijau itu. Persis seperti mataku kala itu.
Dengan semangat, ku raih uang itu cepat-cepat dan mengantonginya diam-diam. Tak hanya itu, bahkan aku menemukan bonus lain,
" Micro SD!! " teriakku sembari mencomot benda kecil berwarna hitam, yang ku jelaskan tadi.
Beberapa hari kemudian, pegawai yang bosku sebutkan itu datang. Orangnya sangat ramah dan murah senyum. Dia juga sangat bersemangat dan seringbsekali bertanya. Aku jadi agak besar kepala dengan kesan senioritas itu.
" Bosan! " teriaknya sembari menenteng sapu.
" Namanya juga hari kerja! " jawabku sembari duduk di meja kasir.
" Itu apa Din? " pria kurus itu segera mendekat.
" Oh, ini? Ini kartu memori gue, " jawabku, " sebenernya sih nemu! " lanjutku sembari menunjukkan kartu berkapasitas 4gb itu padanya.
" Nggak dipake emangnya? "
" Enggak. "
" Buat gue aja ya! " pintanya dengan mata berbinar.
" Silahkan! " ku rentangkan tangan kananku mempersilahkannya mengambilnya.
Ia buru-buru mengambil smartphone di kantongnya. Ia keluarkan kartu memorinya yang cuma 2gb itu dari slotnya.
" Gw masukkin ya!? " tampangnya begitu senang. Aku hanya mengangguk sembari menata kembali laporan keuangan yang rutin dicek bosku tiap minggu.
" Ya ampun! " teriak pria itu.
" Kenapa Ndi? Nggak kebaca ya? "
" Ini kartu memori kamu? "
" Gw nemu di kamar mes lo, sebelum lo datang. "
" Siapa yang sebelumnya pake ruangan itu? "
" Ya mantan pegawe lah! Lo kenapa sih? "
" Lihat sendiri nih! " ia menyodorkan ponsel pintar tersebut padaku.
Aku segera meraihnya. Puluhan folder terdapat di dalamnya.
" Belum di format? " mataku yang sibuk menatap layar tak menyadari kepergiannya.
Kemana tuh anak? Fendi, Fendi, pikirku sembari membuka salah satu folder bertuliskan angka-angka acak. Mungkin tanggal. Angka 20xx yang sama dibelakangnya meyakinkanku.
" Astaga! " aku terhenyak dan segera meletakkan ponsel itu. Secepat kilat, aku pergi ke toilet. Ku lihat Fandi tampak tengah muntah-muntah disana hingga aku kian terpancing melakukan hal serupa.
Sungguh itu adalah foto-foto paling menyeramkan yang pernah ku lihat. Aku tak tahu apakah bangkai itu benar-benar bangkai manusia atau bukan. Yang jelas, wajahnya tak berwujud. Rambutnya hitam acak-acakan. Kondisi tubuhnya tak lengkap dengan daging yang sudah menghitam. Tapi satu hal, pria yang tersenyum dan ber-selfie ria bersama mahluk itu benar-benar familiar. Tubuhnya yang gempal, kulitnya yang kuning llangsat rambutnya yang klimis, jelas sekali kalau aku pernah bertemu dengannya. Ekspresi bahagia dan jarinya yang membentuk huruf V" itu benar-benar memuakkan. Aku bahkan menemukan beberapa vlog yang isinya lebih menjijikkan lagi. Setelah membuang kartu memori tersebut, aku segera berpamitan pada bosku untuk pulang ke jawa.
" Sayang, kamu hari ini cantik banget. " penggalan kalimat dalam vlog mengerikan itu masih sering menghantuiku. Wajah mahluk mengerikan yang tak berbentuk itu, kulit busuknya, bahkan rambutnya yang acak-acakan masih begitu mengganggu tidurku di malam hari.
....
Gw nulisnya malem nih, jadi rada ngilu..
Salam Rempah...
