Misteri Orang Hilang

2.4K 190 44
                                    

Di sebuah daerah di Kabupaten Magelang, pernah terjadi sebuah hal yang sangat mencengangkan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Di sebuah daerah di Kabupaten Magelang, pernah terjadi sebuah hal yang sangat mencengangkan. Yuni, sebut saja remaja cantik yang belum lulus SMA itu, demikian.

Sudah dua hari Yuni tidak pulang ke rumah. Hal ini membuat Wahyu dan Sibet, kedua orangtuanya khawatir. Mereka terus-terusan mencari keberadaan anak semata wayangnya tersebut.

Beberapa hari berselang, gw dikejutkan karrna rumah gue begitu rame. Gw lepas aja masuk rumah tanpa perasaan janggal apa pun. Sampai sirine ambulan datang ganggu tidur gw.

“ Sipa sih tuh? “ gumamku sembari keluar rumah.

Ternyata itu Si Yuni. Tetanggaku yang hilang dua hari lalu. Ia ditemukan tewas dengan kondisi mengenaskan. Mengenaskannya adalah, kedua bola matanya hilang, dua ginjalnya pun demikian, jantung, paru-paru, serta hatinya sudah diambil. Sebagai gantinya, lembaran uang ratusan ribu terselip di bagian, perut, mata dan dada, mayat Si Yuni, begitu menurut cerita temen gw.

Terus, gw sempet nyari tahu dan akhirnya nemu cerita yang sama. Browsing, browsing, browsing! Ketemu deh, cerita ini. WARNING, YANG PARNOAN LEBIH BAIK MUNDUR!!!

….

Aku adalah seorang dokter baru di sebuah rumah sakit besar, di pulau jawa. Fasilitas lengkap, suster-suster cantik, gaji tak mengecewakan, terbayarkan sudah kuliah 7 tahun lamanya. Tapi, tidak semuanya seindah sekarang ini.

Ketika masih awal, aku pernah di ajak salah seorang dokter melakukan prosedur operasi mengerikan. Dokter berusia paruh baya itu memiliki jenggot dan kumis lebat. Rumor mengatakan, ia tak pernah mencopot sarung tangannya saat bertugas. Juga tak ada yang pernah tahu, dimana ia makan atau pergi sewaktu istirahat. Aku juga tak pernah melihatnya berkeliaran tanpa sarung tangan.

Namanya Dr. Waldi. Ahli penyakit dalam yang shift kerjanya di hari kamis, sementara hari lainnya tidak jelas. Salah seorang teman seprofesiku pernah memergoki uang tabungannya yang fantastis. Kecuali aku dan dia, mungkin tak akan ada yang percaya kalau kekayaan dokter itu sangat luarbiasa. Begini pengalaman yang selalu ku tutupi, sebagai sebuah dosa yang coba ku curahkan.

Suatu malam usai shift kerjaku berganti, aku pulang dengan mobil kreditanku yang belum lunas.

“ Mau aku lunasi? “ perkataan Dr. Waldi tadi pagi masih terngiang-ngiang di benakku. Apalagi, beliau hanya memintaku membantunya di klinik untuk semalam. Hari belum terlalu larut, sisa kreditan juga masih lumayan. Masih sekitar 7 jutaan. Hal itu membuatku menghubunginya malam itu.

“ Halo!? “ sapaku malam itu, usai mendial nomor Dr. Waldi.

“ Ya, mas Andi? Gimana tawaran saya? “ tanpa basa-basi ia menanyakannya hal itu. Aku ikut bersyukur karena tak perlu cari obrolan panjang yang melelahkan.

“ Boleh pak, boleh! “ anggukku dengan semangat.

“ Kalau begitu, jalan aja ke gang hijau, nomor 341. “

“ Nomor 341 ya pak? Oke deh. “ segera saja, ku injak pedal gas kuat-kuat.

Sesampainya disana, dua buah mobil sedan sudah terlebih dahulu terparkir disana. Aku bahkan harus numpang parkir di sebelahnya. Bau alkohol dan amfetamin tercium jelas begitu aku memasuki klinik.

Ada apa ini? Pikirki sembari menelusuri lorong pelan-pelan.

“ Sudah sampai ya? Kebetulan saya baru saja selesai satu. Ya sudah sana siap-siap! “ Dr. Waldi menyapaku dengan masker dan kaos tangannya. Baju operasi lengkap dengan kaos tangan berdarah itu mengusikku.

Bukannya ini klinik penyakit dalam? Pikirku sembari bersiap-siap, mengenakan kaos tangan dan masker.

Aku segera memasuki sebuah ruangan dengan bau lebih menyengat dari sebelumnya.

“ Ada apa ini pak? “ tanyaku begitu mendapati tiga orang manusia dengan posisi tangan dan kaki diikat, serta mulut disumpal lakban.

“ Ya ini tugas kamu! Ambil mata, jantung, hati, ginjal, dan paru-paru mereka! “ ia hanya mengendikkan bahunya kecil sembari tersenyum.

“ Mereka? “ tanyaku penuh kejut. Ia hanya menatapku tajam dengan wajah marah, “ maaf pak! Ini melanggar kode etik saya. “ aku mencoba menolaknya halus.

“ Kode etik yang mana!? “ ia segera meletakkan pisau bedahnya dan menatapku kian marah.

“ Kita ini dokter! Tugas kita menyelamatkan nyawa, bukan malah mencabut nyawa! “

“ Memangnya, darimana mata yang kau dapatkan untuk pasienmu kemarin? Hah!? “ ia menerkam bahuku kuat-kuat.

“ Maksudnya.., “

“ Bukan salah kita kalau nyawa mereka harus melayang. Tapi, salah mereka karena tak punya uang. Itu adalah bukti, bahwa derajat manusia itu tidaklah sama! Sekarang, mulailah bekerja sebelum kau juga ikut ku baringkan disana! “ wajahnya benar-benar serius saat menunjuk kasur kosong di pojokan itu.

Alhasil, malam itu aku ikut bertanggung jawab atas hilangnya tiga nyawa. Satu merupakan gelandangan sementara sisanya merupakan remaja. Aku masih ingat rintihan dan rengekan mereka yang memilukan. Wajah mereka bahkan masih menghantui malamku. Darah yang terpercik kala bola mata mereka ku congkel seakan menagis darah malam itu. Gelontoran uang darinya tak pernah membuatku senang. Sialnya, ia kembali meneleponku hari ini. Ia mengancam akan mengadukanku jika tak mau membantunya. Dua orang berpakaian hitam yang ia sebut tukang setor itu benar-benar menggangguku. Ingin rasanya aku lari dari sini.

….

Ps.

Yang ini true story, kejadian serupa sudah terjadi berulang kali. Cerita tadi mungkin saja fiksi, tapi kejadian sebelumnya itu real dan bener-bener ada. Konon mereka berkeliaran menculik gelandangan dan target buruan di malam hari. Pelajaran buat kita, supaya nggak berkeliaran di malam hari.

Salam rempah...

Rempah DarahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang