Pagi ini Alsa bangun lebih siang dari biasanya, jam 6.30 AM dia masih bergelut dengan selimut, sprei dan Lala-nya. Saat Dia sampai di sekolah, gerbang sudah di tutup. Dia lupa jika hari ini ibunya ada meeting dengan kolega-kolega bisnisnya. Jadi beginilah, bangun kesiangan, gerbang sekolah telah di tutup. Hari yang sial memang.
Alsa melihat penjaga sekolah mendekat ke arahnya. Dia lantas memanggil-manggil Pak Kebun, siapa tahu Pak Kebun sedang good mood dan membolehkan Alsa masuk sekolah.
"Pak Kebuunn!! Sini,"
Seorang bapak paruh baya yang merasa di panggil lantas mendekat. Dengan ekspresi yang masih bingung tentunya.
"Eh? Alsa ya? Saya Pak Ibun. Bukan Pak Kebun."
Fyi, nama Pak Kebun sudah Alsa sematkan kepada Pak Ibun sejak kelas 10. Bagi Alsa panggilan itu sama saja, toh intinya Pak Ibun suka bersih-bersih kebun sekolah.
"Ih Pak Kebun. Alsa mau masuk, buka ya gerbangnya?" Ucapnya dengan puppy eyes, berharap Pak Kebun luluh melihatnya.
"Gak. Maaf ya! Pak Ibun harus taat sama peraturan sekolah."
Mendengar jawaban Pak Kebun, Alsa lantas murung. Dia memilih berbalik berjalan menuju warung di depan sekolah. Duduk dan menyesali kelalaiannya.
"Kenapa Alsa tadi bangun siang sih!! Kok Alsa lupa kalo Ibu meeting! Mana lagi tadi simbok banguninnya telat. Ihh!!"
Tadi sisa uang jatahnya hanya tersisa 10.000,- itupun untuk membayar bang ojeknya tadi. Karna terburu-buru dia sampai tidak menyempatkan sarapan. Dan sekarang dia tidak memiliki uang, ingin pulang tapi HPnya pun malah di tinggal di kamar. Sungguh mengenaskan harinya ini. Dengan wajah yang semerah tomat karna marah-marah, Alsa tetap melanjutkan omelannya tadi. Kesal rasanya kenapa harinya bisa seburuk ini?
"Nih minum, biar muka lo gak merah kayak tomat. Biar adem juga."
Alsa hanya mendongak, malu rasanya ternyata di hadapannya sudah ada cowok yang dia sendiri tidak kenal. Alsa hanya berpikir bahwa cowok ini kakak kelasnya mungkin.
"Kok malah melamun si? Ini minum, gue tau kok gue ganteng tapi jangan di tatap terus dong guenya."
"Eh? Kamu gak ganteng. Kamu cuma menang warna kulit aja." Di serobotnya gelas minuman yang ada di tangan cowok yang menurutnya "menang warna kulit" itu. Ditusukkan sedotan transparan ke atas plastik penutup cup minuman. Disedotnya dengan cepat-cepat tanpa malu-malu di depan cowok tadi.
"Makasih loh. Udah mau kasih Alsa minum."Melihat sikap Alsa yang 180° berkebalikan dengan apa yang ada dibayangannya, Azka hanya bisa melongo. Tidak percaya dengan perkataan gadis polos berwajah merah di depannya.
"Gue menang warna kulit doang?"
Lamunannya buyar, dihadapannya sudah ada gelas plastik bekas minum yang dia berikan kepada Alsa. Tanpa dosa, Alsa mengembalikan gelas tersebut saat isinya sudah kosong tanpa sisa.
"Makasih ya?"
Tanpa menunggu jawaban Azka, dia pergi melenggang cantik. Tentu saja tujuannya rumah. Walaupun dia harus berjalan kaki jauh. Yang terpenting, dia bisa sampai rumah.
Azka yang melihat hal tersebut hanya bisa melongo, kok ada cewek model begituan? Ibunya dulu ngidam apa?
***
Alsa terduduk di trotoar jalan. Mengibas-ngibaskan telapak tangannya di sekitar wajah. Meskipun rasanya percuma. Napasnya terengah, terlalu lelah berjalan jauh. Kerongkongannya rasanya kering, seperti gurun sahara. Rasanya kini Alsa perlu segalon air putih.
KAMU SEDANG MEMBACA
Introvert?
Teen FictionDia menjadi dirinya sendiri. Menjadi seorang Alsava Beatarisa, sosok remaja yang benar-benar membentengi dirinya dari dunia luar. Seolah menjadi Rapunzel yang hidup dengan bunglon kecilnya bernama Pascal di dalam sebuah menara tinggi. Jika Rapunze...