"Semua berawal dari om albar yang suka dateng kesini, karena beliau sendiri rekan kerja Papa. Itu waktu aku masih SMP Dam."
Adam mendengarkan pembicaraan itu dengan serius. Tidak sedikutpun mengalihkan pandangannya dari Sasa yang masih terlihat gerogi di dekatnya.
"Aku deket dong ya sama beliau, aku emang orangnya pendiam tapi ya ada kalanya kata om albar nyenengin. Bikin om albar suka katanya. Semua tambah deket, lebih-lebih waktu papa suka mabok dan udah gak jelas lagi, om albar lebih terkesan gantiin posisi papa sebagai ayah." Sasa tersenyum secara paksa. Mengingat pertama kalinya om albar memeluk dan menenangkannya dari ketakutan akan papanya yang mabuk dan mengamuk di rumah.
"Tadinya aku gak ngerti kalo om albar itu ayah Alsa. Dan aku baru tahu belakangan ini setelah Alsa tiba-tiba pergi dan nangis lihat om albar."
"Itu kali pertamanya aku tahu kalau om albar itu ayahnya Alsa."
Sasa mengakhiri ceritanya dengan senyum tipis yang terlihat menyedihkan. Adam sendiri sudah merasa cukup mendengarkan semuanya. Dengan satu tarikan napas, dia tersenyum. Menepuk pundak Sasa, mencoba menguatkan cewek yang dianggapnya kembaran Alsa dulu.
"Gue pergi. Btw, makasih penjelasan lo. Singkat tapi cukup buat gue. Permisi Sa."
***
"Riri, Riri."
Riri yang masih saja sibuk menonton kartun kini dibuat sebal dengan kedatangan teman abangnya yang ternyata tingkat menyebalkannya lebih tinggi dari abangnya itu.
"Ri, Ri!"
Riri melirik dengan mata tajam, menyiratkan rasa tak suka dengan kedua teman abangnya yang tak lain Rei juga Tito.
Melihat Riri yang kesal, Rei semakin semangat untuk menggoda adik sohibnya itu.
"Iyaa kiri To, kiri terus kiri kiri kiri!!" Rei berbalik bicara dengan Tito yang sibuk memasang satu foto besar milik keluarga Adam. Lebih tepatnya foto kecil kelurga Adam sih.
"Ini beneran ke kiri? Rei?!" Tito jadi bingung sendiri. Susah ternyata memasang foto besar itu SENDIRIAN.
Rei tertawa. Bahagianya itu sederhana, bosa melihat orang disekitar cemberut saja sudah wahh alkhamdulillah. Syukur terbesar untuknya.
"Oh iya Ri, kamu kenal Mbak Alsa gak temennya abang kamu?"
Riri masih saja kesal, enggan menjawab. Takut-takut nanti terkena jebakan Rei lagi.
"Ini bang Rei serius deh."
Riri sedikit melirik, melihat Rei yang serius, gadis itu memilih menghadap sohib somplak abangnya. Tapi masih dengan wajah yang kesal.
"Mbak Alsa orang sini kan? Riri kenal. Dia mbak aneh yang sering diomongin sama orang-orang."
"Dia pacar abang kamu loh!! Diomelin bangadam kamuu bilang pacarnya aneh."
Riri melotot. Tidak terima dan sedikit takut. Wajah gadis kecil itu lantas memerah, rasa marah dan takut mendominasi dirinya sekarang.
"Ihh!!! Gakk! Bangadam gak punya pacar!! Tadi aja bang Rei bilangnya TEMEN!! Ya kan maaa!!!" Teriaknya lantang memanggil sang Mama. Mencoba mencari kubu pendukung agar dirinya tak kalah dan tak bisa dijaili lagi oleh Rei.
"Emang beneran udah pacaran dia?" Tito yang telah menyelesaikan tugas lantas ikut menimbrung pembicaraan bocah kecil dengan cowok tengil itu.
Rei menanggapinya dengan kedipan mata. Tito hanya mengiyakan saja, kemudian diam. Mengacuhkan keduanya.
"Abang kamu tapi baik loh. Walaupun abang kamu suka dimarahi sama mama kamu kan, tapi abang kamu suka bantuin orang."
Rei melirik Riri yang ternyata mendengarkan kalimatnya dengan seksama.
Dia tersenyum. "Walaupun abang kamu emang gak pinter, tapi, dia punya hati tulus, punya hobi nolongin orang, walaupun dia sendiri punya masalah besar yang gak kelar-kelar."
Riri hanya mengedipkan matanya polos. Belum begitu mengerti dengan kalimat panjang Rei.
Sementara Ana--mama Adam--mematung mendengar kalimat sahabat anaknya itu. Ibu macam apa dia yang sama sekali tidak tahu semua tentang anaknya.
Yang dia tahu anaknya adalah anak yang bodoh. Itu saja.
***
"Gue taroh mana tadii astagahhh!!! Ini kok gue pikun banget jadi cowok!"
Adam terus saja mengomel pada diri sendiri karena selalu saja menaruh barang sembarangan dan ya, terlalu gampang untuk melupakan.
Tangannya masih sibuk membuka laci-laci, mencari-cari buku miliknya yang sekarang amat sangat penting.
"Jangan bilang ya itu dua tuyul nyuri buku guee?!!" Adam lantas menjatuhkan tubuhnya ke atas springbed. Berguling-guling, berusaha menghilangkan rasa kesalnya.
"Bang, ini buku kamu."
Dia lantas menghentikan tingkah konyolnya. Lantas menegakkan tubuh dan menatap seseorang yang sudah berdiri dengan senyum ramahnya. Tangannya memegang buku yang sejak tadi dicarinya.
Kok bisa?
"Ma? Kok??"
"Nih. Cepet selesaiin urusan kamu."
Adam masih saja menganga, belum bisa percaya dengan apa yang dilihatnya.
"Anak mama baik." Ana memberikan senyum tulus pada anaknya yang kini masih saja menganga.
"Cepet selesaiin masalahnya ya bang, nanti ngobrol sama mama."
Adam masih belum bisa mengerti semua yang terjadi. Ada apa dengan mamanya? Mana kalimat yang penuh dengan tanda seru serta nada tingginya?
Apa yang dilewatkannya selama beberapa jam tadi?
Ini gue gak mimpi kan???
***
Ini dari part-part kemarin masih dihari yang sama ... dan ini, belum juga selesai satu hari😆
Hari yang panjaaang ya.
Bertahap dulu ah, kira-kira ini bakal selesai dalam 2 part lagi.
Dan ...
Bulan depan, part cowok bakal dateng buat kaliaaaannnn💕💕💕💕💕
Ok sekian dulu.
Vote dan juga comment kalian aku tunggu☻
Grup masih open member ya ...20 april 2019
KAMU SEDANG MEMBACA
Introvert?
Teen FictionDia menjadi dirinya sendiri. Menjadi seorang Alsava Beatarisa, sosok remaja yang benar-benar membentengi dirinya dari dunia luar. Seolah menjadi Rapunzel yang hidup dengan bunglon kecilnya bernama Pascal di dalam sebuah menara tinggi. Jika Rapunze...