"Ngapain Ayah di sini?" Tanya Alsa lemah. Masih dengan tangisan lirih.
"Kenapa Ibu nerima Ayah lagi?" Tatapannya menajam ke arah Ibunya yang tetap diam.
Alsa belum bisa menerima kedatangan Ayah yang sayangnya sama sekali tidak dia tunggu. Dia sama sekali tidak mengharapkan lagi kehadiran sosoknya. Kini, Alsa terlalu kaget dengan kehadirannya. Dia belum banyak mempersiapkan diri, juga hati agar bisa tegar dan tidak peduli. Tapi sayangnya waktu kini menjadi musuhnya. Dengan seenaknya membawa masa lalu kelam kembali padanya.
Alsa kini merasa benar-benar sendirian. Mungkin dia memang ditakdirkan hidup penuh sandiwara. Bully an sejak dulu kini mulai berputar kembali diingatannya. Air mata terus saja mengalir, tapi Alsa belum juga beranjak dari tempatnya.
"Alsa harus nyalahin waktu?" Tanyanya dengan suara parau. Hening, hanya ada detik jam yang menjawabnya. Hanya ada detik yang mulai dia benci, karena detikpun menjadi musuh karena dia sebagian dari waktu.
"Atau Alsa harus nyalahin Ibu yang dengan gampangnya nerima Ayah, lagi?" Lanjutnya dengan tatapan kosong. Keceriannya lenyap begitu saja. Berpindah, entah pada jiwa siapa.
Dengan perasaan kacau, Alsa memilih pergi. Dan tepat, Anhar tengah mengeluarkan kuda besinya. Dengan wajah datar yang berbeda 180º dari biasanya, Alsa memilih menghampiri Anhar, membonceng kuda besi miliknya tanpa berbicara, meminta pergi sejauh mungkin. Secukup bensin yang ada pada kuda besi milik Anhar sekarang.
***
"Waktu itu jahat ya? Seenaknya gitu aja sama hidup."
Anhar melirik sekilas ke arah Alsa yang masih tetap kaku. Ada rasa bingung juga sedih melihat Alsa yang biasanya ceria di komplek rumah, sekarang berubah diam dan kaku. Dia memang tidak begitu tahu masalah apa yang begitu sukses membuat Alsa menjadi kaku, bahkan menghubung-hubungkan dengan waktu. Kini Alsa benar-benar terlihat berbeda. Terlihat lebih serius dan lebih normal mungkin. Tanpa memikirkan masalah apa yang dialami lawan bicaranya, Anhar menarik napas panjang, mengembuskan perlahan, tersenyum lurus ke arah depan yang hanya ada rerumputan liar yang sama sekali tidak terawat.
"Bukan waktu yang jahat," jeda lama. Alsa lantas menatap wajah Anhar dari samping dengan diam juga ekspresi kaku yang sudah lama hilang.
"Tapi, kita aja yang belum bisa bersahabat sama mereka."
Alsa tersentak. Sedikit kaget dan mulai mencerna ucapan Anhar yang mungkin benar. Waktu tidak jahat. Dia hanya berjalan sesuai ketentuan Tuhan, tetap menjalankan tugasnya sampai akhir nanti yang ditentukan-Nya.
Kini, pikiran Alsa menerawang jauh.
Munafik,
Penuh topeng,
Tidak bisa menerima apa yang diberikan Tuhan,
Egois,
Dan ya! Dia memang egois. Tidak bisa menerima kenyataan. Tidak bisa memaafkan masa lalu dan terus saja menyalahkan waktu. Selama ini, mungkin saja Alsa tidak pernah bersahabat dengan waktu. Dia terus saja menyia-nyiakannya dengan dendam yang tak berujung sama sekali. Membuat energinya terbuang sia-sia, memikirkan masa lalu yang jujur benar-benar telah mengubah dirinya menjadi seorang munafik.
Waktu. Mungkin dia perlu bersahabat sekarang. Waktu tidak salah. Waktu tidak jahat. Apapun yang terjadi kedepan, tergantung dengan apa yang kita lakukan sekarang.
Bukan waktu yang menghadirkan penyesalan, tapi kita yang sering mengabaikan hal sekecil apapun yang nyatanya bisa merubah sebagian besar dalam hidup.
Alsa mengembuskan napas kasar. Kata hanyalah kata. Mungkin dia memang bisa mencerna, tapi sayangnya hatinya tak mudah melakukannya begitu saja.
***
"Maaf ya Sa, Alsa numpang tidur hari ini .... aja."
Sasa tersenyum girang, lantas bersorak memeluk Alsa yang masih terlihat kusut.
"Aku seneng tau, jadi ada temen."
Alsa hanya tersenyum sekilas, merasa ada seseorang yang benar peduli terhadapnya. Walaupun tidak tahu masalah yang menimpanya. Rasanya benar-benar menemukan sosok Lala yang hidup. Yang rela menjadi temannya, tanpa peduli bagaimana dirinya.
Sasa melepas pelukannya, ada sedikit ekspresi aneh yang dilihat dari mata Alsa sekarang. Alsa hanya mengernyit bingung dengan tingkah Sasa yang sebenarnya hampir mirip dengan dirinya. Sasa tersenyum lebar, tangannya otomatis menggaruk kepalanya yang sebenarnya sama sekali tidak gatal.
"Hm .. Alsa belum mandi ya? Alsa bau soalnya," ucapnya dengan sedikit rasa bersalah.
Alsa hanya tertawa menanggapi ucapan Sasa. Mengangguk tanpa malu dengan bau yang mungkin saja busuk yang tercium oleh Sasa tadi.
"Yaudah, Alsa mandi. Nanti pake baju Sasa. Kayaknya muat,"
***
"Aaa!! Lalisa! Rosé!!"
Alsa yang masih mengeringkan rambut lantas bingung dengan pekikan girang dari mulut mungil Sasa. Alsa sedikit melirik ke arah layar laptop yang berisi cewek-cewek cantik yang entah siapa, diapun tidak tahu.
"Alsa suka k-pop gak?" Tanya Sasa yang masih berfokus pada layar laptop.
Alsa mengernyit bingung, satu kata yang belum pernah di dengarnya. K-pop. Apa memangnya? Makanan?
Sasa yang merasa diabaikan lantas menengok ke arah Alsa yang nyatanya masih diam dengan raut bingung."Jangan bilang Alsa gak tau K-pop,"
Alsa lantas mengangguk, mengiyakan penyataan Sasa yang nyatanya memang benar demikian. Masalah dimasa lalu membuatnya berpura-pura bodoh dan malah membuat karakter yang melekat pada dirinya, hingga sekarang.
***
Hihi up!! Gak aku kasih Alsa yang error.
Lebih suka Alsa mode normal atau error??Semoga suka ya❤
KAMU SEDANG MEMBACA
Introvert?
Teen FictionDia menjadi dirinya sendiri. Menjadi seorang Alsava Beatarisa, sosok remaja yang benar-benar membentengi dirinya dari dunia luar. Seolah menjadi Rapunzel yang hidup dengan bunglon kecilnya bernama Pascal di dalam sebuah menara tinggi. Jika Rapunze...