10.

2.8K 276 3
                                    

Seorang anak kecil berumur 3 tahun dengan berat 13kg dan tinggi 120cm, tengah bermain di taman belakang rumah bersama dengan temannya yang lain. Mereka berlarian bersama. Tertawa lepas benar-benar menikmati waktu bermain yang seolah-olah benar-benar tanpa batas baginya. Angin yang berembus cukup dingin, tak lantas membuat mereka menghentikan kegiatan bermain.

Tanpa sengaja, netra mereka otomatis memusatkan pada sebuah apel yang letaknya tinggi di atas pohon. Tinggi pohonnya dua kali dari tinggi mereka. Dengan batu, mereka mencoba melempar apel yang memiliki massa 100 gram agar bisa jatuh tepat di atas tanah yang mereka pijak.

Jadi,

berapakah energi potensial dari jatuhnya apel, dengan percepatan gravitasi 10m/s^2? dan kecepatan lemparan batu sang anak diabaikan!

Semua murid XI Mipa 1 lantas menekuk wajah. Bahkan, jika digambarkan layaknya sebuah komik, mungkin rahang bawah mereka sudah jatuh ke tanah begitu saja karena soal fisika yang sedikit aneh. Adam yang tentu saja ikut bingung dengan pembuat soal yang entah siapa, sedikit memprotes tanpa suara. Kenapa harus semuter-muter ini? Tangannya otomatis menggaruk kepalanya yang sejujurnya tidak gatal walaupun terdapat sedikit ketombe dikulit kepalanya.

Sedangkan Sasa yang telah selesai membaca soal tersebut lantas menulis beberapa informasi penting dari soal tersebut. Seperti massa, tinggi pohon, juga percepatan gravitasi, guna mencari energi potensial. Otaknya memang akan encer maksimal jika dihadapkan dengan soal fisika. Yah, walaupun soal kali ini terlihat rumit dengan cerita-cerita yang sama sekali tidak berhubungan dengan inti masalah, tapi soal fisika tersebut seolah memanaskan otaknya yang sebelumnya sedikit beku, dan berubah mencair secara maksimal.

"Sa. Kamu udah jadi?" Sasa bertanya tanpa menoleh ke arah Alsa.

Alsa yang sejak kemarin sudah duduk di samping Sasa, hanya diam tanpa menjawab. Buku tulis yang biasanya akan terisi tulisan rapih dengan tinta hitam tentang materi pembelajaran, justru kosong. Hanya ada garis-garis berwarna ungu pudar yang tercetak rapih dari pabrik buku tersebut.

Merasa diabaikan, Sasa lantas menoleh. Dia otomatis mengernyit bingung dengan sosok Alsa yang cukup berbeda.

"Sa?" Ulangnya dengan tangan yang ikut menyentuh pundak Alsa pelan, mencoba menyadarkan Alsa dari lamunan yang entah karena apa. Takut-takut nanti kalau tidak segera disadarkan akan kesurupan dan malah menular ke seluruh anak SMA.

Tidak ada respon lagi, Sasa lantas kembali diam dan memilih melanjutkan mengerjakan soal cerita fisika tadi. Belum juga ujung pensil 2B For Computer nya menyentuh dasar kertas putih dari pabrik Visi*n, Alsa a.k.a teman sebangkunya telah terkena gebrakan maut khas ibu guru killer fisika.

"Kamu ini kenapa Alsa!? Melamun! Diputusin pacar kamu??" Tanya Bu Rosa garang, menatap Alsa dengan kacamata yang menggantung diujung hidung.

"Ditinggal mati kodoknya bu!! Jadi stress dia!"

"Oh pageran kodokku!!"

"Kodoknya siluman kali bu! Jelmaan pacarnya!!"

Dan masih banyak lagi jawaban aneh yang berhubungan dengan kodok penelitian yang telah mati kelaparan. Tawa kecil bahkan lebar pun mulai merusuhi kela, Adam yang tadinya pusing kini ikut tertawa kecil tanpa rasa bersalah sedikitpun.

Alsa yang tersadar dengan gelak tawa seisi kelas, lantas mengerjapkan sekilas, langsung menggeleng tanpa paham dengan apa yang ditanyakan Bu Rosa yang masih setia menatapnya dari jarak dekat.

Beliau lantas menaikkan letak kacamatanya. Helaan napas sedikit terdengar ditelinga Alsa, hal tersebut membuat Alsa menatap Bu Rosa bingung. Tapi beliau malah pergi begitu saja tanpa kembali berbicara sepatah kata, meninggalkan kelas yang ikut hening dan bingung, sama seperti Alsava.

***

"Panggilan untuk Alsava Beatarisa kelas XI MIPA 1, harap datang ke ruang BK!"

"Panggilan untuk Alsava Beatarisa kelas XI MIPA 1, harap datang ke ruang BK!"

Alsa yang mendengar lantas pergi ke ruang BK sendirian, tanpa meminta Sasa ataupun Adam untuk sekadar menemani sampai pintu ruang BK. Beberapa siswa siswi yang sadar akan siaran dari speaker panggilan Alsa lantas melirik sekilas ke arah Alsa yang tengah berjalan santai dalam diam. Banyak yang bertanya-tanya dengan diri mereka sendiri ada masalah apa dengan si aneh? Tapi ada juga yang merasa masa bodo dan tidak terlalu peduli dengan masalah Alsa yang entah apa.

Tangan mungil Alsa perlahan membuka pintu, kaki pendeknya melangkah masuk ke dalam ruangan yang terlihat mistis. Bukan tanpa alasan ruangan ini disebut mistis oleh beberapa murid SMA, ruangan yang gelap serta guru BK sendiri yang memang menyeramkan cukup lah untuk didefinisikan dengan kata "mistis".

Baru saja selangkah masuk, kilatan kacamata Bu Erni sudah menyambut Alsa. Kelatannya seolah menyayat Alsa, seolah kilatan tersebut sebuah sinar laser milik hero yang ada di marvel, mungkin. Tanpa rasa takut, Alsa lantas mendekat dan duduk dihadapan Bu Erni dengan santai, tanpa tingkah laku aneh seperti biasanya.

"Kamu ada masalah apa?"

Alsa lantas mengernyit, harusnya dia kan yang menanyakan hal tersebut?

"Maaf bu, tapi Alsa malah gak tahu ada masalah atau gak."

Bu Erni menurunkan letak kacamatanya. Memicingkan mata seolah mengitimidasi Alsa.

"Kata Bu Rosa tadi kamu aneh di kelas, ada masalah apa di rumah?" Tanya Bu Erni mengintimidasi.

Alsa hanya mengembuskan napas perlahan. Bingung ingin menceritakan darimana. Nyatanya berbicara tak semudah mengerjakan soal fisika tentang momentum gaya ataupun matematika tentang logaritma, percayalah, bagi Alsa ini hampir sama dengan menyusun makalah bahasa indonesia, bingung harus dimulai dari mana dan dari kata apa.


***

Akhirnya Up.
Vote and comment ya shay!!😘😘😘😍

Introvert?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang