"Jadi tersangka yang ambil buku Alsa siapa Dam?" Tanya Alsa dengan penasaran. Raut wajahnya terlihat begitu ceria karena kembali menemukan bukunya yang telah lama hilang.
Adam yang mendengar pertanyaan itu belum juga menjawab. Masih diam, bingung sendiri untuk menjawab pertanyaan Alsa.
"Dam?" Panggil Alsa, lagi.
Adam lantas tersenyum, menatap Alsa yang kini terlihat heran dengan Adam yang sejak tadi tak meresponnya.
"Gue."
Alsa makin mengernyit. Bingung dengan apa yang dimaksud oleh Adam.
"Gue? Aku maksudnya? Aku kamu apa aku aku??"
Alsa masih saja belum paham dengan jawaban singkatnya. Adam makin melebarkan senyumnya. Lucu melihat ekspresi Alsa yang benar-benar menggemaskan sekarang. Juga malu sendiri karena tersangka yang selama ini dicarinya adalah dirinya sendiri.
"Gue tersangkanya."
Alsa membelalak. "Lah?? Kok?! Adam bohong?" Tanyanya dengan nada khawatir, takut, campur aduk. Jangan-jangan semua ceritanya dulu dibaca oleh cowok itu.
"He'eh. Beneran gue tersangkanya." Aku Adam dengan nada yang sedikit menggelikan karena ada sedikit tawa yang tertahan di sana.
Alsa masih saja belum bisa mengerti dan bagaimana bisa???
Alsa merasa, dia bukanlah teman kecil Adam. Semasa SMP puh rasanya Alsa tidak begitu mengenal Adam. Dekat pun karena satu kelas di kelas 10 dan 11--sekarang. Tapi bagaimana bisa bukunya ada pada tangan Adam??
"Gue tersangka yang ambil buku lo. Pun gue mungut di tempat pembuangan yang biasanya dipake komplek kita Sa. Gue kan tiap libur pagi mesti di suruh buang sampah sama Mama. Dan ya ... gue nemu buku itu."
"Hmm Sa,"
Alsa masih melongo. Otaknya belum berjalan dengan normal. Masih saja bingung dengan kalimat penjelasan Adam.
"Sa?"
"Tapi yang buang buku Alsa, siapa?"
Adam mengedikkan bahu, tidak tahu juga. Toh dulu dia hanya MEMUNGUT. Bukan melihat secara langsung siapa yang membuang buku itu.
"Udah. Paling ya gak jauh sama Bibi judes kalo gak Ibu lo kan? Apa malah Ayah lo?"
Alsa diam.
"Eumm ... tapi yang jelas sih. Bukunya udah ada ditangan lo sekarang. Dan mulai sekarang, jadi diri lo sendiri lagi ya, kayak dulu. Jangan jadi diem gini. Gue ralat kalimat gue yang dulu. Gue gak suka lo yang pendiem, tapi gue suka lo yang absurd. Bisa bikin ketawa mulu."
Wajah yang semula sedikit pucat karena kekhawatiran akan tulisannya yang bisa saja dibaca oleh Adam, kini malah menjadi merah karena malu dengan godaan Adam. Bisa disimpulkan cowok itu ...
"Udah gak apa-apa. Gue baca. Iya gue ikut baca. Sorry, gue gak sopan ya?" Tanya Adam dengan santainya, tanpa memedulikan Alsa yang makin tambah tak karuan.
"Hmm Dam tapi Al-"
"Gausah malu. Kayak ke siapa aja si."
Alsa menatap Adam, masih dengan pipi merah, dengan rasa malu, gerogi, dan segara rasa campuran lainnya. Adam hanya tersenyum menanggapi tatapan Alsa.
"Jadi Adam tahu semua masalah Alsa? Iya kan?"
Adam lantas mengangguk.
"Dan gue udah tau semua jawaban dari masalah lo. Jawaban dari misi kedua yang lo batalin Sa,"
Alsa menahan napas sebentar. Hal yang selama ini tak bisa diungkapnya sendirian, akan terjawab sekarang oleh Adam.
Adam yang hendak berbicara ditahannya, Alsa masih saja belum siap untuk mendengar. Takut akan kenyataan yang bisa saja menyakitinya lagi. Butuh persiapan untuk mendengar semuanya, rasanya Alsa butuh oksigen lebih kali ini. Takut-takut nanti sesak napas dan malah mati.
KAMU SEDANG MEMBACA
Introvert?
Teen FictionDia menjadi dirinya sendiri. Menjadi seorang Alsava Beatarisa, sosok remaja yang benar-benar membentengi dirinya dari dunia luar. Seolah menjadi Rapunzel yang hidup dengan bunglon kecilnya bernama Pascal di dalam sebuah menara tinggi. Jika Rapunze...