Chapter 13

2.6K 312 15
                                    

A piece

It's not the fear of losing them that scares us,
It's that we have given them so many of our pieces that we fear losing ourselves,
When they are gone.

Seminggu.

Sudah seminggu sejak kematian mengejutkan dan menggegerkan Astoria Malfoy tersebar.

Sudah seminggu sejak Hermione begitu shock dan takut menerima kenyataan.

Bukankah harusnya kini ia senang? Draco telah menduda, ia bisa kembali membangun apa yang telah menjadi mimpinya dan mendapatkan Rion sebagai hadiah terindah setelah Eltan?

Bukankah ia harusnya bersyukur atas kematian rivalnya dan mendapatkan kembali Ayah dari Eltan yang telah lama begitu mereka berdua idamkan?

Unfortunately, Hermione tidak merasakan kesenangan atau kepuasan sedikitpun. Ia sangat cemas. Otak cerdasnya tak berhenti membuat hipotesis. Mengapa Astoria Malfoy bunuh diri? Mengapa keluarga Malfoy tak memberikan keterangan apapun? Mengapa keluarga Greengrass memutuskan tak menampakkan diri sama sekali? Mengapa tak ada penjelasan apapun yang mendalangi alasan Astoria Malfoy mengambil keputusan besar dan tergesa-gesa, apakah ia tak memikirkan perasaan Rion? Bagaimana keadaan Rion, apakah ia baik-baik saja?

Dan yang terpenting,

Apakah Draco baik-baik saja?

Hermione begitu frustasi. Sejak berita itu terdengar ia berkali-kali membisikkan nama Draco ke Liontinnya yang terhubung dengan cincin Draco. Mereka menggunakan mantra protean yang telah dimodifikasi. Apabila salah satu pemilik membisikkan nama, maka yang lain akan berkelip redup dan menghangat. Seharusnya Draco tahu ia telah berpuluh—ralat, beratus-ratus kali membisikkan nama Draco. Namun tak ada respon sama sekali.

Hermione tahu Draco membutuhkan waktu dan semacamnya. Selicik apapun Astoria, ia tetaplah istri dan ibu dari anak Draco. Namun setidaknya, Draco bisa membalas pesan Hermione kan? Entah untuk keberapa kalinya dalam hari ini, Hermione menghembuskan napas lelah.

"Mum minumlah selagi hangat, kau daritadi hanya memandang kosong jendela. Kau tahu, Father mungkin membutuhkan waktu dan semacamnya." Hermione sedikit berjingkat kaget menemukan anaknya telah duduk disebrang meja. Scorpius Eltanin tampak sedikit pucat. Hari masih sangat pagi, Hermione buru-buru mengambil cangkir dan menyeruput tehnya ketika menyadari anaknya masih memperhatikannya, intens.

"Morning sweetie, kau bangun begitu awal dear," Hermione tersenyum sayang melihat Scorpiusnya yang semakin hari semakin menjadi duplikat seorang Draco Malfoy.

Eltan balas tersenyum malas sambil menguap. Ia tadi tak bisa tidur dan memutuskan turun dari kamar. Sedikit terkejut melihat ibunya duduk dan menatap kosong jendela. "Morning Mum, aku juga merindukannya kau tahu."

Hermione kembali tersenyum sambil memandang jauh kearah luar jendela. Didikan Hermione yang disiplin dan tekanan mental yang dihadapi Eltan dulu menjadikan anaknya itu sedikit dewasa sebelum waktunya. Terkadang Hermione bersyukur akan sikap anaknya yang bahkan bisa mengerti keadaan dibanding anak lain diusianya.

"Kita akan melewati semua ini dear, mum janji." Memegang tangan anaknya lembut, Hermione memberikan suntikan semangat terhadap putranya. Meskipun ia tak tahu kapan Draco akan menghubungi mereka lagi.

*

Draco berjanji pada dirinya sendiri setelah penyesalan yang begitu menyiksa selama seminggu ini, ia akan bangkit. Demi dua Scorpiusnya. Demi Hermione. Dan demi Ibu dari Scorpius Hyperion. Ia akan berhenti menyalahkan diri sendiri dan memaafkan dirinya terlebih dahulu. Sebelum menyiapkan hati dan memaafkan Astoria, mantan istrinya.

*

Scorpius Hyperion Malfoy hanya terduduk lemah di kamar Ibunya.  Matanya telah lama kehilangan sinar sejak kematian ibu kandungnya. Ia tahu seberapa licik ibunya. Tapi ia juga tahu ibunya begitu mencintainya dan ayah. Scorpius tersenyum sinis apa pria itu masih layak disebut ayah?

Karena cintanya pada wanita lain. Karena ketidak sabaran Ayahnya untuk menceraikan ibunya, kini ia yang harus menanggung akibatnya. Begitu egois.

Scorpius mencoba bersikap objektif dan merunut segalanya. Ketika pertama kali ia mengenal wanita itu, seketika itu juga ia tahu bahwa Hermione begitu hangat, peduli dan membawa keceriaan. Tak ada yang tidak jatuh cinta akan keramahan dan kehangatan Hermione Granger. Namun, mengingat wanita itu pula yang menjadikannya memiliki saudara tiri, dan karena wanita itu pula, ibunya bunuh diri. Scorpius kembali berteriak frustasi mengingat betapa kacau dan hancur ibunya ketika menyadari suaminya akan kembali pada wanita pujaannya.

"Scorp, bukalah. Biarkan Grandmother masuk." Narcissa mengetuk pintu lembut. Ia langsung bergegas menuju kamar mantan menantunya ketika mendengar teriakan Scorpius dan suara barang barang pecah.

Narcissa begitu sedih ketika mengetahui menantunya meninggal. Begitu terpukul melihat anak dan cucunya hancur. Namun, ia juga begitu bingung ada apa dibalik itu semua. Siapa cucunya yang lain. Keadannya begitu kacau dan menyelamatkan cucunya adalah prioritas utamanya.

Mata Scorpius segera tertuju pada amplop yang terjatuh dari salah satu buku yang tadi dibantingnya. Ia seringkali menghancurkan kamar ibunya untuk melampiaskan segala kekecewaan, kemarahan dan kesedihannya kemudian keluar seolah tak terjadi apa apa. Ia bosan ketika mendengar ketukan dari Grandmother yang selalu cemas. Sampai kemudian matanya menemukan amplop itu. Dengan warna coklat polos. Terlalu polos. Scorpius mengulurkan tangan dan memutuskan untuk membukanya. Mengabaikan ketukan yang semakin keras di pintu.

Kosong.

Tak ada tulisan apapun. Hanya inisial SHM yang tertulis indah dan rapih di bagian kanan bawah perkamen. Scorpius Hyperion Malfoy? Scorpius menebak-nebak. Apakah itu inisialnya? Membolak balik kertas dan tidak menemukan apapun. Akhirnya Scorpius menyerah dan melipat perkamen itu seperti semula dan menyembunyikannya dibalik bajunya. Kemudian bergegas menuju pintu dengan wajah sepolos mungkin. Berkata "Aku baik-baik saja Grandmother" dan tanpa kesopanan lagi, meninggalkan neneknya begitu saja menuju kamarnya sendiri.

Sesampainya dikamar Scorpius kembali meneliti perkamen itu. Pasti ada mantra atau apapun yang melindungi perkamen ini. Tapi apa.

"Open"

"Look"

"See"

"What the damn password"

"Malfoy?"

"Ugh great, that's really annoying right now."

"Scorpius?"

"Hyperion?"

"Really? No password? Just damn empty perchament? Shit!"

"Okay, last. SHM?"

"No? I really dumb." Scorpius menjambak rambutnya sendiri frustasi ketika tak ada yang terjadi sama sekali ketika ia menyebutkan berbagai banyak kata yang ia anggap sebagai passwordnya. Ia sudah akan membuang perkamen itu sampai ia mulai melihat sulur-sulur daun tercipta dipinggiran perkamen.

Scorpius menatap takjub ketika mengetahui ternyata itu surat. Dan passwordnya tinggal membaca inisial namanya yang tertulis di pojok perkamen. Mengapa ia tak memikirkan itu daritadi? Menyebalkan.

Scorpius kembali memperhatikan kata demi kata yang muncul secara ajaib. Dari ibunya. Astoria Malfoy yang menulisnya. Sebuah pesan dan permintaan pertama dan terakhir Astoria. Untuknya. Scorpius tertegun akan pesan yang dikirim ibunya yang ternyata telah dimantrai agar hanya dirinya yang bisa menemukan dan membacanya.

Pesan yang membuat hatinya terbelah.

Pesan yang entah apakah ia sanggup melaksanakannya.

Scorpius terdiam dan berpikir apa saja yang akan terjadi jika ia menunaikan permintaan pertama dan terakhir ibunya. Ia terus terdiam dan berpikir. Ibunya benar sebentar lagi ia akan masuk Hogwarts. Ia akan belajar segalanya dengan tekun dan menjadi yang terbaik.

Dan pada akhirnya ia telah memutuskan.








To be continue
Hollahooo, apakah ada yang masih membacanya?
A new chapter nih. Terimakasih buat yang ngasih vote dan komen.
Selalu nunggu vomment kalian ❤❤

LOST [DRAMIONE FANFICTION]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang