28.KARMA?

10.6K 599 54
                                    

--Budaya vote telebih dahulu sebelum baca gengs--

(WARNING! 18+. Untuk adik2 di bawah 18 tahun mending skip bagian terakhir yaaah... dan buat manteman yang lain bijaklah dalam mencerna setiap cerita. ini hanya sebagai hiburan dan maaf jika ada yang kurang berkenan)

***

"Hei, Pa?"

Pria paruh baya dengan rambut yang hampir memutih itu tersenyum lembut kepada putri semata wayangnya yang saat itu tengah duduk di sofa ruang tengah, asik membaca majalah kesehatan. Melihat wajah sang Papa terlihat sedikit murung, perempuan itu langsung menutup majalahnya dan menggeser duduk hingga saling berhadapan dengan sang Papa.

"Kenapa, Pa? Kayaknya lagi ada yang Papa pikirin?" Tanya perempuan itu lagi dan sang Papa menghembuskan napas perlahan.

"Gak kenapa-kenapa. Cuma Papa agak bingung sama Mama kamu seharian ini, Innara. Dari pagi ngunciin diri terus di kamar. Papa ajak ngomong malah diem aja. Padahal, minggu lalu waktu sampai di Indonesia, dia seneng banget. Kegirangan sampai-sampai gak ngerasa lelah dan langsung samperin kamu ke rumah sakit," terang pria itu sambil mengurut pelan dahinya.

Inna yang mulai memahami apa yang sedang terjadi kini memasang wajah serius dan menatap lurus manik mata pria yang biasa di panggil Arman itu lekat.

"Pa, Papa tau kalau Mama punya anak laki-laki dari suami pertamanya?" Tanya Inna langsung yang sempat membuat Arman terkesiap, namun hanya sedetik dan setelahnya dia mengangguk sambil tersenyum dan mengelus sayang rambut putrinya itu.

"Hem, Papa tau," Jawab Arman sekenannya dan hening cukup lama di antara keduanya, kemudian Inna pun merebahkan kepalanya di dada sang Papa, memeluk pria kesayangannya itu sambil memejamkan mata.

"Kemarin, waktu aku sama Mama ke mall, kita gak sengaja ketemu sama Raga," gumam Inna, membuat Arman menunduk untuk menatap wajah putrinya itu.

"Raga? Raga siapa?"

"Anak Mama, Pa. Kemarin Mama ketemu sama dia. Tapi, kayaknya dia kelihatan marah dan pergi gitu aja. Mungkin itu yang buat Mama jadi sedih, Pa," terang Inna yang kemudian membuat Arman langsung melepaskan pelukkan Inna.

Innapun kembali menegakkan posisi duduknya menatap lekat wajah sang Papa yang kini terlihat begitu serius. Pria itu sempat tersenyum sebelum akhirnya bangkit dari posisi duduknya.

"Papa ke Mama sebentar ya, sayang!" ucap Arman yang setelah Inna mengangguk lelaki itupun berjalan menuju kamar tidurnya, meninggalkan Inna yang kini terlihat tertegun dengan tatapan menatap jauh ke arah lorong dimana tadi Arman menghilang. Mendadak, seperti ada perasaan asing yang menelusup ke dalam dadanya tapi entah apa itu, Inna pun tidak mengerti.

***

Suara-suara itu kembali tergiang di pendengaran Raga, membuat deguban jantungnya bederu begitu cepat. Ternyata, untuk memaafkan seseorang yang telah begitu dalam menyakiti hatinya tidaklah semudan mengucapkan kata-kata. Kemarin, kepada Kirana dia mengatakan jika sudah memaafkan perempuan itu, tapi pada kenyataannya, setelah berpapasan secara langsung setelah sekian lama justru kemarahan dan rasa benci itu kembali menguap dalam benak Raga.

Tanpa sadar Raga mencengkram erat sudut westafel membuat buku-buku jarinya hingga memutih dan tanpa berfikir panjang, Raga mengepalkan jari-jarinya, dengan satu pukulan keras dihantamnya cermin besar di hadapannya itu membuat darah segar langsung memuncerat dan mengalir dari punggung tangannya.

BUTTERFLY ( COMPLETE)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang