Sedang tahap editing karena baru balik setelah hiatus satu tahun, akan ada pembaruan nama tokoh, cast dan lainnya. [Tidak ada pengubahan alur cerita]
"You're my sunshine in the rain when it's pouring"
Ini bukanlah kisah cinta seorang pelajar yang be...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Jangan pernah bicara omong kosong di depan gue. Pilihannya cuma dua. Tutup mulut basi lo atau pergi! -Reihan-
"Lo kalo kerja yang bener! Jangan minta duit doang tapi kerjaan lo abal- abal begini! Bego amat sih lo!" bentakan itu berhasil menghentikan kegiatan para pekerja lainnya.
"Apa lo liat liat?! Balik kerja lagi!"
Ya begini lah Reihan kejam, kasar dan pemarah merupakan tipikalnya.
"Parah lo apa apa udah ngebentak. Sabar bosqu. Apapun akan indah pada waktunya." ucap Nathan sembari menepuk pundak kawannya itu.
Tak ada angin ataupun hujan, Nathan berdiri di belakang Reihan. Entah sejak kapan ia disini tapi yang jelas tak ada setitikpun ekspresi kaget di wajah Reihan. Hanya terlihat datar, biasa, kalem.
"Sibuk amat ye ngatur nikahan bokap. Eh, btw nikahannya jadi?" Tanya Nathan dengan wajah antusiasnya.
Reihan hanya menatap wajah Nathan dengan mata hijau teduhnya dan kembali mengawasi para pekerja. Jika sedikit saja ada kesalahan, tanpa babibubebo Reihan akan menghabisinya menggunakan kata kata super pedasnya. Nathan yang mengerti bahasa tubuh Reihan, hanya bisa mendengus kesal.
"Nanya doang kali Rei. Gimana pun cogan butuh kepastian. Gausah serem gitu nape. Lo kalo ikut main film horor pasti kepilih dah. Jujur ni gua. Serius. Tapi jadi setannya. Hehe."
Omong kosong Nathan hanya membuatnya bertambah pusing. Jadi, Reihan menghindar dengan cara menghampiri pekerja yang kesulitan memasang dekorasi di bagian pilar gedung sebelah utara.
"Weh setan! Kacang mahal woi! Dasar lu ye laknad! Kacang terosss sampe mampus!" ucap Nathan frustasi sambil berlari kecil untuk sampai pada Reihan.
*********
"Hmmm yang mana ya? Yang pink unyu. Tapi, yang putih manis juga." Gadis itu tampak kebingungan memilih gaun untuk hari spesial ini.
"Ma, Ara pake yang mana? Suka semuaaanyaa," tanya Daisyara kepada sang ibu dengan nada yang terbilang manja.
Sonya yang terbiasa akan sifat anaknya ini, hanya bisa menggelengkan kepalanya dan berkata dengan penuh pengertian "Pakai yang putih aja. Kamu bakal kelihatan lebih dewasa dari biasanya. Okey?"
"Aye aye captain!" balas Daisyara sambil menegakkan tubuhnya lalu hormat kepada sang ibu menunjukkan bahwa ia sudah mendapat jawaban atas keluhannya.
Ingin sekali Daisyara berkeliling butik untuk melihat rancangan gaun lain dari berbagai designer. Tapi ia juga takut jika melihat gaun lain, pilihannya akan goyah dan membuatnya menyesal tak memilih gaun tersebut.
"Engga, engga, engga! Daisyara Fiorella Adinata gaboleh goyah! jangan belajar boros! Oke?" Serunya kepada diri sendiri untuk meyakinkan berapa kuat imannya saat ini.
Sudah mantap dengan pilihan gaunnya, Daisyara duduk di sofa dan kembali berkutat dengan ponselnya.
"Sip! Saatnya Ara jadi pengingat buat Kayla sama Cio." Ucap gadis itu kegirangan.
Bukannya fokus pada benda pipih di tangannya, ia malah melamun sambil membatin
Gimana rasanya punya kakak cowo ya? Duh pasti seru banget gak hidup sendirian'
*********
"Huh!" Reihan mendengus kasar dan memejamkan mata sejenak menunjukkan betapa lelahnya cowok itu saat ini. Ekor Reihan yaitu Nathan, ikut menghempaskan tubuh di kasur empuk milik Reihan.
"Duh empuk banget nih. Gua numpang bentar ya Rei." Ucap Nathan dengan mata terpejam sambil memeluk erat sebuah guling yang tersedia disana.
Tak menghiraukan kembali keinginan temannya, Reihan bangkit dari tidurnya dan menuju lemari tiga pintu yang ada di dalam kamarnya. Ini sudah pukul 4 sore, yang artinya acara akan di mulai tiga jam lagi. Pastinya Reihan akan bersiap untuk hal itu.
"Ck! Ngerepotin banget sih acara ginian." Keluh Reihan pada dirinya sendiri saat kemeja polos berwarna putihnya sedikit tersangkut.
Nathan yang setengah sadar membalas keluh kesah sahabatnya itu "Lah, gitu amat lu sama bokap. Memang ga gampang sih, tapi gimana lagi. Toh nyokap lo ga bakal sekejam cerita bawang putih bawang merah."
"Bacot! " ucap Reihan ketus saat meraih handle pintu kamar mandinya dan membersihkan diri dengan tenang tanpa celotehan Nathan.
Setelah satu jam bersiap, kini Reihan dan Nathan sudah memakai pakaian masing masing yang menambah kesan tampan dari keduanya. Terlebih lagi Reihan, sangat tampan, harum dan maskulin.
"Lo yang bawa mobil gua males." Ucap Reihan ketika menuruni anak tangga terakhir.
Saat menuju garase, Reihan menerima telfon dari ayahnya agar segera datang untuk melihat persiapan dan yang lainnya. Sempat terjadi perdebatan kecil antara ayah dan anak. Tak mau ambil pusing, Reihan menekan tanda endcall pada smartphonenya lalu mengambil langkah panjang untuk menyusul Nathan.
"Karna gua baik, gua bukain pintu buat kesayangan Atmadja High School. Silahkan masuk tuanku." Ucap Nathan sambil mempersilahkan Reihan untuk duduk. Tak lupa badannya yang sedikit membungkuk menambah kesopanan seorang babu kepada majikannya.
Setelah keduanya siap dengan sabuk pengaman, Nathan mulai menginjak pedal gas dan berkendara dengan kecepatan minim sampai tempat tujuan.
"Alay lo." Reihan membuka percakapan dengan membahas bagaimana cara Nathan membuka pintu untuknya di garase tadi.
"Makasih cayank ku." Nathan berkata dengan nada menggoda sehingga Reihan memutarkan bola mata hijau terangnya.
Malas. Reihan menyerahkan tubuhnya di sandaran mobil dan menghembuskan napas kasar. Reihan tak memasang ekspresi apapun. Lelah? tapi wajahnya tak kusut sedikitpun. Bingung? Tak ada ekspresi cemas disana. Datar. Hanya wajah datar tak berdosa.
Semoga ga ada troublemaker hari ini. Kini, batinnya yang berbicara.
Ah ya, ia lupa. Bahkan sekarang troublemaker setia berada di sampingnya. Menyadari hal itu, Reihan memijat pelipisnya pelan.