Asisten titipan

1.3K 231 11
                                        

Jujur aku tidak tega pada Al. Tubuhnya sedang tidak fit, tapi aku sebagai istri tidak bisa berbuat banyak.
Aku tidak abai sepenuhnya pada Al, justru Al yang menolak untuk aku bantu.
Katanya, aku itu sangat penting di dalam rumah tangga. Terlebih ada si kecil Ansel yang sangat membutuhkan perhatian. Dia melarangku dekat-dekat dengannya untuk sementara waktu, takut tertular penyakitnya . Jika aku yang sakit, siapa yang akan mengurus Ansel?

Benar juga. Tapi tetap saja aku tak tega membiarkannya melakukan apa-apa sendiri.

"Badanku tuh cuma butuh istirahat. Abis minum obat juga sembuh, " katanya berusaha menenangkanku.

**

Saat ini aku sedang di kamar, menggendong Ansel yang semula rewel karena mengantuk.

Dengan piyama putih lengan pendek, Al berjalan ke arahku. Rambutnya masih terlihat lepek, dan mulutnya ditutupi masker.

"Segitunya. " sindirku dengan suara pelan. Ansel mulai tenang dan napasnya sudah teratur.

Al hanya diam. Matanya menatap Ansel yang sepertinya mulai tertidur.

"Aku pengin cium kalian! "
Kurang lebih begitulah yang dia ucapkan.

Aku terkekeh.
"Puasa aja dulu. Tahan sampe kamu sembuh. " jawabku menggodanya.

Al menghela napas.

"Aku istirahat dulu ya. " pamitnya nampak lesu.

"Eh,,, emang udah makan? " tanyaku membuat langkahnya terhenti.

"Belum. "

"Gimana mau sembuh sih makan aja belum. Terus minum obatnya kapan? Pas kamu tidur di dalam mimpi? "
Kucerca dia dengan kecemasan ala-ala istri cerewet.

"Nggak nafsu. Gimana dong? " jawabnya enteng.

Aku tidak langsung menjawab, kuletakkan Ansel yang tertidur di atas ranjang dengan hati-hati, lalu menarik tangan Al untuk keluar dari kamar.

"Duduk.!" titahku seperti ibu tiri saat kami sudah di ruang tengah.

Al menatapku heran.

"Pesenan aku lagi di jalan. Kamu abisin pokoknya! " ucapku sok judes.

"Kamu pesen apa? " tanya Al.

"Bubur. "

Al menghela napas lagi. Perlahan dia membuka maskernya.
"Makan masakan kamu aja nggak nafsu, apalagi buatan orang.! " jawabnya .

Aku menahan senyum melihat ekspresi wajahnya.

"Lah kenapa gitu? " tanyaku pura-pura tidak tahu.

"Menurut kamu? "

Aku mengindikkan bahu. "Nggak tau. "

Al menutup kembali mulutnya dengan masker. Lalu dia bergumam.
Entah bicara apa karena saat aku ingin bertanya, suara ketukan pintu menginterupsi.

Tok tok tok

Aku menoleh ke arah pintu.

"Pesenan kamu tuh. " ucap Al. Suaranya sudah tidak seperti tadi. Lebih bisa  aku pahami.

Aku melangkahkan kaki menuju pintu.
Saat kubuka, bukan lelaki dengan setelan jaket khas driver ojek online, tapi seorang ibu paruh baya dan koper di sampingnya.

"Maaf, Ibu cari siapa? " tanyaku heran.

"Permisi , bener ini rumahnya Non Yuki sama Den Al? " tanyanya.
Aku mengernyit lalu mengangguk sedikit ragu.
"Saya Bu Tini. " Ibu di depanku ini menjulurkan tangan ke arahku.
Kujabat tangannya, "Saya ditugaskan Non Shania untuk bantu-bantu di sini, " ucapnya kemudian.

"Non Yuki bisa hubungi Non Shania untuk konfirmasi kalo saya sudah sampai dengan selamat. " ucapnya lagi.

Shania mengirimkan seorang asisten untuk membatu kami?

"Sayang, ada apa? " teriak Al dari dalam.
"Kamu ke sini deh ,sekalian bawa HP yah ." ujarku.

"Ibu tunggu sebentar ya. Saya akan hubungi Shania . "
Ibu itu mengangguk.

Al datang padaku tanpa masker . "Nggak dipasang lagi? "
Tanyaku .
"Nanti aja. Nggak nyaman" jawabnya.

Al melihat tamu kami dengan seksama. Sama seperti ekspresiku sebelumnya, dia juga nampak heran.

"Mana HPnya? " tanyaku meminta.

Al memberikan ponsel itu padaku dan aku menghubungi Shania.

Beberapa saat menunggu, panggilanku terjawab.

"Hallo Shan, kamu kirim ibu-ibu untuk bantuin aku di sini ya? " tanyaku langsung pada intinya.

"Bi Tini udah sampe? Ah syukurlah. Aku udah dari tadi nungguin kabar ini. " jawabnya terdengar lega.

"Iya Kak. Aku tau repotnya Kakak kalo jagain Ansel sendirian. Makanya aku kirim Bi Tini untuk bantuin Kakak di sana. "

"Iya sih, tapi ngerepotin banget jadinya. "

"Enggaklah Kak. Aku seneng bisa bantu Kakak. Loudspeaker-in dong. Aku mau ngmong sama Al juga biar dia paham. "

Kusentuh tombol pengeras suara itu.
"Shania mau jelasin sesuatu" kataku menjawab pertanyaan isyarat dari Al.

"Mulai malam ini, aku nugasin Bi Tini untuk bantu-bantu Kak Yuki di rumah, jadi mohon diterima. "

"Dan Al, kamu jagain Bi Tini ya. Bi Tini itu salah satu orang kepercayaan Mama. Jadi kalo Bi Tini kenapa-napa, kamu yang aku salahin! "
Shania berkata dengan lantang. Terdengar seperti ancaman.

"Ini gimana ceritanya si? " tanya Al bingung.

"Hahahah,,, " tawa Shania di seberang.

Sepertinya ucapan Shania barusan hanya ingin menggoda Al saja.

"Bi, jagain mereka di sana ya. Jangan sampe bundanya Ansel terlalu capek karena stres ngurusin suaminya yang lebih manja dari Ansel. "
Pesan Shania pada Bi Tini.

"Arghh,,, dasar gila, ayo Bi masuk.! Biar kopernya saya yang bawa . Shania kumat, nggak usah didengerin." ucap Al kesal karena kelakuan iseng sepupunya itu.

Suara tawa Shania makin keras saja di seberang sana.

"Eh eh,, kamu kuat? " tanyaku. Ini seperti pertanyaanku sore tadi.
"Tinggal tarik gini aja. Kuatlah. " jawab Al sombong.

"Yang nggak kuat itu kalo sampe besok aku belum sembuh juga. " sambungnya.

"Emang kenapa? " tanyaku.

"Hmm"

"ya kali aku puasa sampe besok malem. " katanya sambil berlalu.

Astaga.

"Hey, kalian ngomongin apa? "

"Kamu masih kecil Shan " jawabku.



****
Nah loh,,, udah cukup panjang kan? Ini dua kali lipat dari part kemaren lho.
Oh iya  mau tanya, bagian akhir pada ngerti kan ya?
😅😅
Tq lah buat kalian yg nggak pelit vote sma komen. Tapi please kalo bisa jangan komen cuma bilang lanjut/next aja ya. Sakit mata aku bacanya.
#Eh. 😅😅😅

Wonderful LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang