Nggak peka

1.8K 241 10
                                    

Masih dengan piyama bergambar kartun, dan rambut panjang yang  dikucir asal-asalan itu ,Shania duduk di kursi meja makan.

"Kusut amat tuh muka Nju. " tegurku.
Shania hanya menampakkan senyum lesu merespon sapaan pagiku.

Aku berdiri di depan kompor gas . Memasak nasi goreng kesukaan Al karena dua hari kemarin aku hanya membuatkannya roti untuk sarapan.

Derap langkah kaki Al terdengar semakin mendekat . Dan kini tubuh tegapnya berdiri di samping Shania .

Dengan kedua tangan menggendong Ansel, Al bertanya padaku dengan bahasa isyarat.

Aku mengindikkan bahu.

"Gini amat ya kalo nggak ada status. " ucap Shania tiba-tiba.

Spatula yang sebelumnya bergerak mengaduk nasi dan bumbu terhenti seketika.

Mataku berpapasan dengan Al. Jelas sekali Al terlihat malas meladeni permasalahan sepupunya itu.

Kakinya berbalik lalu berjalan dengan gaya yang sangat abai menuju ruang tengah.

Aku tau kenapa Al berlaku demikian. Nyaris setiap hari Shania membahas hubungan percintaan yang belum berakhir juga hingga sekarang.

Al tidak abai sepenuhnya, dia hanya lelah memberi nasehat pada Shania perihal masalah yang Al pikir terlalu kekanakan di usia Shania saat ini.
Maka dari itu , jika menyangkut hubungan percintaan, Al akan menyerahkannya padaku.

Kulanjutkan kegiatanku tanpa membuang fokusku pada Shania. Memberikan kepedulian yang dibutuhkan seorang perempuan. Bukankah perempuan suka didengar?

"Nggak kelar-kelar ya? " tanyaku dengan nada prihatin.

"Tau. Capek Kak gini mulu." keluhnya lagi.

"Semalem jalan, dia nggak ada bilang apa-apa? " tanyaku.
Sebenarnya aku juga penasaran.

Shania menggeleng.

"Aku tuh yakin dia punya rasa sama aku, tapi ya gitu,,, dia nggak pernah ngaku."

"Dikodein udah, digombalin udah, eh,,, masih nggak peka juga. " bibir Shania melengkung ke bawah.

"Kak Yuki, beli peka di mana sih? " tanyanya tiba-tiba.
"Aku mau beli buat dia! "

Aku terkekeh.

"Kakak tau nggak, semalem pas nonton dan ada adegan lamar-lamaran gitu, aku bilang ke dia itu scene paling Indah. Dan dia cuma ngangguk. " ceritanya.

"Kesel nggak sih?! " tanyanya dengan wajah sedikit kesal.

"Kenapa nggak cari yang lain aja Shan, yang lebih jelas. Nunggu terlalu lama nggak enak lho. " saranku.

Shania menghela napas. Matanya menerawang jauh walau tatapannya ke depan.

Aku mematikan kompor. Sepertinya nasi gorengku sudah matang.

"Pengennya gitu. Tapi rasanya aku belum mampu untuk buka hati aku buat orang lain. " jawabnya.

"Dan aku juga terlalu sayang untuk buang perasaan itu !"

Kini giliran aku yang menghela napas lelah.
Jujur saja, aku tidak menyalahkan Shania atas perasaannya. Untuk melupakan seseorang yang begitu dicintai tidaklah mudah. Apalagi Shania ini typecal orang yang mudah terbawa perasaan.

Aku tersenyum menatap Shania .
"Ya udah ,berarti sekarang kamu butuh sabar yang lebih. Mungkin dia lagi cari waktu yang tepat. !" ucapku memberi dukungan.

Shania mengangguk.
"Mungkin. "

"Makasih ya kak. " ucap Shania tulus.

Aku mengangguk.

"Udah belum curhat-curhatnya? " Al tiba-tiba menginterupsi dari ruang tengah.
Kami berdua menoleh ke arahnya.

"Kenapa Ayah? "

"Bunda,, Ansel pipis. !" adu Al .

"Ah elah,,, dipipisin doang. Kirain ada apa .!" komentar Shania .

"Kamu mau juga? "

"Ogah. "




Wonderful LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang