Nikah itu.....

1.3K 203 9
                                        

Shania benar-benar merindukan Ansel. Sejak datang hingga siang menjelang makan, dia masih betah bermain dengan bayi kecilku itu.
Dua temannya?
Masih ada.
Katanya pulang agak sorean saja.
Bahkan sekarang kami tengah mengobrol di ruang tengah.

Shania dan Ansel duduk di sofa single, Sedang aku, Kinal dan Veranda duduk di sofa panjang.
Kinal cukup cerewet. Banyak hal yang dia tanyakan perihal pernikahan. Dan Veranda akan protes jika pertanyaan Kinal tak masuk akal.

"Yuki, pernah takut untuk nikah nggak? Maksudnya , kalo kita udah nikah kan otomatis hampir semuanya berubah. Dari kebiasaan sampe kegiatan kita berubah drastis." tanya Kinal.

"Perubahan sih emang pasti ya. Tapi kok takut? Enggak lah. Apalagi pilihan kita itu orang yang tepat. " jawabku jujur.

"Iya sih ya. " kata Kinal mengangguk.

"Tuh kan, Ve. Nikah itu nggak semengerikan yang kita pikirin. " ujar Kinal pada Veranda.
Veranda menautkan alisnya.
"Dih, itu kan pikiran kamu, Nal. " protes Veranda.

"Kan gara-garanya kemaren kamu putus sama cowok yang sok ganteng itu, yang cuma janji doang mau serius, eh selingkuh. " sambung Veranda.
Kinal mencebikkan bibirnya.

"Ve, dia tuh brengsek. Belum apa-apa udah main belakang, gimana kalo udah nikah nanti? " Veranda bicara seolah menirukan gaya Kinal.

"Kamu juga, " ujar Kinal tak setuju.

"Aku enggak ya. Karena aku tau pacarku belum mau serius. Jadi ya aku biasa aja. " balas Veranda lagi.

"Lha,,, kok kalian jadi pada ribut ? " Shania memotong keributan antara Kinal dan Veranda.

"Ansel sampe terkesima liat kalian. Liat deh ludahnya sampe keluar ." kata Shania lagi menunjukkan muka Ansel pada kami.

"Kak Yuki, ini Ansel main ludah mulu lho dari tadi!" ucap Shania padaku.

"Ini ngiler apa gimana sih? Mau tumbuh gigi masa'?  Kan Ansel masih kecil. " ucap Shania lagi.

"Sini, Aunty lapin ya.! " Shania mengambil tissu yang ada di atas meja lalu dengan lembutnya dia melap bibir mungil Ansel.

"Iya, aku juga heran, Shan. Padahal waktu hamil, ngidamnya selalu diturutin lho sama Al. " kataku.

"Wah,,, makin iri deh Ve aku sama Yuki. " komentar Kinal .
Aku tertawa malu,
"Ngidamnya apa aja, Yuk? " giliran Veranda bertanya.

"Kalo soal makanan, nggak aneh-aneh sih. Umum aja. Aku suka buah yang asem, karena waktu hamil muda dulu nggak bisa makan nasi. Selalu dimuntahin! " kataku bercerita .

"Ih, berat ya. Untung kuat.! " ucap Kinal kagum.

"Iya, Al yang nguatin. Ayahnya Ansel tuh sabar juga ngadepin aku. Apalagi waktu aku minta dia ngelakuin hal-hal yang aneh menurut dia, tapi dia mau. Katanya yang penting aku puas. "

"Duh,,, Kak Yuki, please jangan bilangin kelebihannya Al lagi ke mereka, ntar yang ada mereka minta cariin sama aku. " ujar Shania padaku menyindir Kinal yang makin terbawa perasaan.

"Lagian ya, Kak Kinal , Al itu nggak sempurna sempurna banget. Orang kaku gitu. " sambungnya.

Aku tertawa mengamati wajah Kinal yang berubah seolah tak percaya.
"Masa' sih? " tanyanya.

"Iya. Tanya deh sama Kak Yuki. Iya kan Kak? " Shania bertanya padaku.

Aku hanya tertawa menanggapi pertanyaan Shania.

"Tapi ya Shan, manusia kan emang nggak ada yang sempurna. " kata Veranda berpendapat.
Aku setuju dengan pernyataannya.

"Mungkin di satu sisi dia punya kekurangan, tapi di sisi yang lain pasti punya kelebihan dong. " lanjut Veranda.

"Iya, bener. Nggak ada manusia yang sempurna. Karena kesempurnaan cuma milik Tuhan. " tambah Kinal.

Aku mengangguk setuju.

"Kalo kataku sih gini, jodoh itu pasangan terbaik yang Tuhan kasih untuk kita. Soal Al, sampe sekarang aku nggak pernah punya keluhan untuk Tuhan. Aku malah bersyukur Tuhan kasih Al untuk aku. " jelasku.

Ini bukan ingin mempromosikan pada mereka jika Al itu suami idaman. Bukan pula ingin mengatakan jika pernikahan kami ini sempurna. Tapi ini soal apa yang aku rasakan selama pernikahan yang kami jalani.

"Dengar tuh, Shan. " kata Kinal seperti ingin mengejek Shania.

"Jodoh itu pelengkap ya, Yuk. !" kata Veranda padaku.
Aku mengangguk.

"Non, makanan siang sudah siap! " ujar Bi Tini mendatangi kami.
Aku melihat jam dinding,
"Eh iya. Ayo, makan siang dulu. Obrolannya dilanjut lagi nanti. " ajakku pada mereka.

"Shan, biar Ansel aku yang pegang. Dia juga pasti laper. !"  kataku pada Shania.
"Ya udah. Ansel, Aunty makan dulu ya. "
Sebelum Ansel diberikan padaku, Shania mencium gemas kedua pipi Ansel.

"Ya udah, yuk Kak Kinal,  Kak Ve,  kita makan. Biar nanti pas pulang dari sini punya tenaga untuk debat lagi. Heheheh,,, "

Shania menertawakan dua temannya yang dihadiahi lemparan bantal sofa oleh Kinal, sedang Shania sudah berlari menuju meja makan.

"Durhaka kamu ngeledek senior. " ucap Kinal memungut kembali bantal sofa yang baru saja dia lempar.

Wonderful LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang