Comeback

1.4K 208 6
                                    

Sekitar pukul 10 pagi, Bi Tini beserta belanjaan yang lumayan banyak itu tiba di rumah.
Aku ke depan membantu Bi Tini memasukkannya ke dapur.
Kebetulan Ansel sedang tidur.

"Duh Non, biar Bibi saja. Berat lho ini. " katanya menolak bantuanku secara halus.

"Nggak papa Bi. Bibi aja kuat, masa aku nggak. " aku tetap mengambil kantung dengan ukuran sedang itu lalu membawanya.

"Tadi pulang naik apa Bi? " tanyaku.
Kami sudah selesai membawa semua belanjaan.

"Ojol Non. " jawab Bi Tini singkat.

"Widihh,,, canggih si Bibi. " kataku kagum.
Bi Tini tertawa malu, "Non Shania yang ajarin. Hpnya aja dibeliin. " ucap Bi Tini.

"Seriusan Bi? " tanyaku.

"Iya Non. Non Shania itu baik banget. Waktu nyuruh Bibi ke sini aja kayak orang bingung. " jelas Bi Tini yang membuatku sedikit heran.

"Kok bingung Bi? Emang di sana cuma Bibi doang yang bantuin keluarganya? "

"Nggak, masih ada dua Non. Tapi, kata Non Shania Bibi itu nggak perlu diperintah dulu baru gerak. " jawab Bi Tini.

"Oh,,gitu ya Bi." ucapku mengangguk.
"Terus kenapa bisa relain nyuruh ke sini? " tanyaku lagi.

"Non Shania bilang gini , 'Bi, nggak papa deh sementara di sana. Aku nggak tega sama Kak Yuki yang harus ngurus rumah sendirian. ' gitu katanya. "

Ah, aku jadi terharu. Begitu pedulinya Shania pada kami.
Jujur saja, aku bukan tidak mampu mempekerjakan asisten rumah tangga. Karena dulu sebelum menikah aku berpikir akan mampu mengurus keluarga yang hanya ada aku, Al dan buah hati.
Apalagi kedatangan Shania ketika aku hamil besar hingga Ansel lahir. Aku lupa untuk mencari asisten rumah tangga. Alhasil ,beginilah jadinya.

"Oh iya Bi, tapi Bibi betah kan di sini? " tanyaku penasaran.

"Alhamdulillah betah Non. Semuanya baik sama Bibi. " jawabnya.

"Syukurlah, " kataku lega.

Kudengar sayup-sayup tangisan Ansel dari dalam kamar.
"Bi, aku ke kamar dulu ya. Kayaknya Ansel nangis. "
Aku bergegas mencuci tanganku, melapnya lalu beranjak dari sana.

Di kamar, tangisan Ansel makin nyaring terdengar .
Beberapa hari lalu, Al membelikan ranjang kecil khusus untuk bayi. Jadi, aku sengaja menidurkannya di sana saat ini.

"Anselnya Bunda kenapa nangis? " tanyaku sambil menggendong Ansel yang tangan dan kakinya tidak mau diam.
Mulutnya terbuka lebar mengeluarkan suara tangisan .
"Iya sayang,, maafin Bunda ya ninggalin Ansel sendiri. "

Kuraba bagian pantatnya dan benar saja, basah. Ansel ngompol.

"Anselnya Bunda nggak nyaman ya? Kita ganti celana baru, oke? "

Aku sengaja tidak memakaikan diapers padanya. Pernah beberapa kali kucoba, tapi karena lebih sering lecet, aku menghentikan pemakaian. Kasihan pada Ansel juga.

Sekarang Ansel lebih tenang. Dia diam, tapi matanya tak mau terpejam.
"Boboknya udah kenyang ya? Ansel nggak mau bobok lagi? " tanyaku.
Ansel membalasku dengan senyuman manisnya.
"Kamu kayak udah ngerti deh. " kataku gemas.

"Emmuacchh,,, " kulayangkan ciuman cukup lama di pipinya. Lalu, di pipi satunya.

"Non Yuki, ada Non Shania. "

Aku diam mencerna ucapan Bi Tini di luar. Kalau tidak salah, Bi Tini tadi mengatakan jika ada Shania.

"Lha,, kok Shania? " gumamku heran.

Kuputuskan untuk keluar memastikan.

"kak Yuki,,,, ah,, aku kangen Ansel. "
Teriaknya sambil berlari ke arah kami.

Benar saja, Shania datang .
Ah, gadis ini. Baru dibahas, sudah muncul.

Shania mencium pipi kanan dan kiriku lalu menciumi Ansel gemas.

"Kak, apa kabar? " tanyanya antusias.
"Baik, Shan. Kamu sendiri? "

"Kabarku baik banget, Kak. Apalagi liat Ansel. Unchh,,, makin tembem deh tu pipi. " katanya lagi berkomentar pada pipi Ansel.

"Hahah,, ayo masuk! "
Ajakku. Bi Tini menarik koper Shania masuk ke dalam rumah.
"Bentar, itu dua orang ke mana ya? " ucap Shania celingukan ke belakang.

"Cari siapa? " tanyaku.

"Cari orang yang anterin aku ke sini, Kak! "

"Kamu dianterin pacar? " tanyaku sedikit terkejut.

Shania menggeleng.
"Bukan. Mereka temen aku. Eh, senior deh. Seumuran Kak Yuki soalnya. "

"Eh, mainnya sama senior! " ucapku.
"Hehehe,,, senior lebih enak, Kak. Sikap dan pemikirannya dewasa. " balas Shania.
Aku mengangguk setuju.
"Oh mungkin Al suka sama aku gara-gara aku dewasa kali ya. " ucapku.

"Hahaha,,, ya wajarlah kalo Al suka. Orang Kak Yuki cantik. " puji Shania.
Ah bisa saja.

"Aku panggil mereka dulu ya! " izin Shania.

"Kak Kinal, Kak Ve, masuk sini! " teriak Shania kembali ke depan.

"Iya bentar, Kinal lagi benerin rambut tuh. "

"Gara-gara kamu nih,Ve . Ngapain tadi buka kaca ? "

"Iya biar kamu bangun. Dari tadi tidur mulu di mobil. "

"Kan aku ngantuk, makanya tidur. "

"Duh,,, kok kalian ribut sih?"
Kudengar Shania menginterupsi pertengkaran temannya.

Baru tadi Shania mengatakan jika berteman dengan senior alias orang yang lebih tua itu sikap dan pemikirannya dewasa, tapi kenapa mereka cekcok hanya karena rambut?
Dasar perempuan jaman sekarang.

Dua orang perempuan muncul di depan pintu. Satu berambut panjang dan satu berambut sebahu.

Aku tidak tau mana yang namanya Kinal dan Ve, tapi, perempuan yang rambutnya sebahu itu tersenyum ramah menampilkan gigi gingsulnya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Aku tidak tau mana yang namanya Kinal dan Ve, tapi, perempuan yang rambutnya sebahu itu tersenyum ramah menampilkan gigi gingsulnya.

"Ayo masuk! " ajakku.

Mereka bertiga masuk dan menyalamiku bergantian.
Kini aku tau mana Kinal dan mana Ve setelah mereka memperkenalkan diri padaku saat bersalaman.

Yang rambut pendek itu Kinal, dan satunya Veranda alias Ve.

Aku mempersilakan mereka duduk di sofa

"Bentar ya, aku ambilin air buat kalian.! " pamitku.

"Kak, itu Anselnya sama aku aja. " pinta Shania.

"Shan, keponakan kamu imut.! " puji Ve pada Ansel.

"Iya dong, Kak. Nggak liat Auntynya? " ucap Shania sombong.
"Udah cocok kayaknya Shan.! " ujar Kinal.

Aku hanya tertawa melihat teman-temannya menggoda Shania.

"Dih, kalian dulu kali. Kalo aku duluan, repot ngurusin duit untuk bayar langkahan kalian.! "

"Hahaha,, "

Wonderful LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang