Masak masak

743 137 10
                                    

Sudah pukul sepuluh pagi. Harusnya kami bisa pulang kurang dari jam ini.
Ini semua gara-gara  Al. Di pasar tadi, dia sok menawar harga. Katanya, "Belanja di pasar itu harus nawar, kalo nggak pasti dikasih mahal! "

Ya kali semua harus ditawar. Lagipula, aku lebih pengalaman untuk masalah belanja seperti ini dari pada dia. Meski tidak sering, aku juga pernah terjun secara langsung ke pasar untuk belanja keperluan sehari-hari termasuk semua masakan yang aku masak untuknya selama ini.

Harga yang ditawarkan oleh pedagang sayur yang sering keliling komplek rumah dengan harga yang ditawarkan di pasar tidak mungkin punya selisih yang jauh, kan?
Maka dari itu, saat Al mencoba menawar dengan harga rendah, aku melotot kaget.
Dan kembali, dengan soknya dia mengatakan, "Tenang sayang, "

Dan pada akhirnya, semua harga yang dia tawar tidak ada yang berhasil didapat.

"Lainkali, kamu di parkiran aja ya. Ngobrol sama Kang Parkir kek, aku sendirian aja belanjanya . " kataku saat kami sudah di mobil.

Muka Al ditekuk, "Iya. Males ah, nawar nggak pernah dapet. " jawabnya.

Gimana mau dapet, nawar harga rendah banget. Bukannya untung, mereka malah rugi.
Batinku.

"Ya udah, beli sarapan dulu. Laper nih. " ajakku.

Aku ulangi, ini jam sepuluh pagi. Sejak bangun, mandi , lalu memandikan Ansel, setelah itu membangunkan Al dan pergi ke pasar, aku belum memasukkan apapun ke dalam perut .
Sungguh, jika ini sebuah rutinitas, aku yakin tubuhku akan cepat terkena penyakit.

"Iya, bubur ayam aja yah? " tanya Al.
aku mengangguk lesu. Semoga ada.

*****

Al dan Ansel duduk di depan TV. Entah mereka menonton acara apa , tapi sepertinya kartun. Kudengar sayup-sayup suara anak kecil dari sana.

"Kak,  ini udah dibeli semua bahannya? " tanya Shania memeriksa semua bahan yang sebagian besar sudah aku taruh di wadah.

"Kalo mau nurutin yang di TV, sedikit beda. Karena beberapa bahan, Al kurang suka. Jadi aku ganti yang dia suka aja. " jelasku.

Shania mengangguk.
"Terus aku ngapain, Kak? "

Aku berpikir sejenak.
"Kamu blender ini ya. "
Aku memilih beberapa bumbu untuk Shania haluskan dengan blender.

"Oke, " jawabnya.

Selagi menunggu bumbu yang dihaluskan, aku beralih ke panci yang sudah terisi air untuk ungkep ayamnya.
Jadi sebenarnya, menu yang ingin aku masak adalah Ayam Goreng Bumbu Kacang.
Terdengar sederhana sih, tapi berhubung biasanya aku masak Ayam Goreng Tepung dan Ayam Kecap untuk Al, jadi, ayam dengan bumbu kacang jadi spesial.

Sebenarnya banyak bahan yang aku beli. Sisanya aku simpan untuk besok.

"Hey,,,, "
Kudengar Al berteriak.
Refleks aku menoleh.

"Hey Tayo, hey Tayo, diiia bis kecil ramah. Melaju, melambat, Tayo selalu senang "
Sambung Al dengan menggerakkan kepalanya ke kanan dan ke kiri.

Seketika Shania tertawa melihat ekspresi kesalku.

Wajahku persis seperti para korban prank di Youtube.

"Hahahahha,,,,Gila ya, virus Tayo udah sampe sini. Dan Al udah terkontaminasi. " ucap Shania tertawa geli.

"Hihihihi,,, "

Dan Al cekikikan di depan sana.

Wonderful LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang