Tetangga

630 40 2
                                    

Berikan komentar Anda!

"Azmi," ucap Fahri tersenyum. Fahri dan Alya berjalan santai.

Deg..
Jantung Alya mendegup kencang. Kenangan tertabrak itu masih saja mengiang-ngiang di kaset otaknya.

"Oh," ucap Alya singkat.

"Gitu aja responnya? Hey dia itu cakep dan sholeh tau. Kamu gak naksir sama dia?" tanya Fahri. Ia tak tahu selera adiknya itu apa.

"Ih kakak malah bahas naksir-naksir segala. Asal kakak tahu, Alya pernah menabrak dia waktu di Mts. Dan juga ketabrak siapa itu? Oh ya! Nuruz!" ucap Alya sambil memutar bola matanya. Fahri? Responnya biasa aja. Memang sih waktu itu adiknya pernah cerita kalau Azmi dan Nuruz itu pernah datang ke sekolah adiknya. Tapi ia tak tau jika adiknya pernah menabrak mereka.

"Oh... Kamu tahu gak, kalau mereka itu satu kelas dengan kakak," ucap Fahri seraya menaruh raket di kursi. Ia duduk menyandarkan diri. Ia masih tak menyangka bisa berteman dengan Azmi dan Nuruz.

"Apa?! Maksud kakak, Azmi dan Nuruz itu satu sekolah dengan kita?" tanya Alya kaget. Ih gak habis pikir kalau Alya bakalan ketabrak lagi sama kedua cowok tampan itu.

"Iya. Oh ya, mulai sekarang panggil mereka dengan 'kak'. Mereka kan lebih tua daripada kamu," ucap Fahri.

"Udah ya kak, Alya mau masuk dulu," ucap Alya seraya pergi meninggalkan Fahri. Ia masuk ke rumah. Ia masuk ke dalam kamar yang berada di tingkat atas.

_Alyapov_

Sesampainya di kamar. Aku hanya melakukan gerak mondar-mandir sambil memegang undangan khitanan itu

"Aduh! Kok aku cemas gini sih! Aku kan sudah minta maaf sama mereka," ucapku sambil mendengus kesal.

Tling...

Suara itu memecahkan langkahku yang bingung. Aku pun mengambil handphone yang berada di atas kasur. Ternyata ada sebuah pesan masuk dari Noor Jannah.

Assalamualaikum, Alya! Gimana sekolah di sana? Oh iya aku baru ingat kalau Nuruz, my husband sekolah di Jakarta. Oh ya, kalau kamu ketemu dia, bilangin salam dari gadis cantik asal Kalsel. Wkwk

Aku membulatkan mata. Geleng-geleng tak abis pikir.

Nih orang mata-mata'in aku ya? Baru aja aku dapat kabar kalau Nuruz satu sekolah denganku, dan sekarang dia malah mau titipin salam buat Nuruz...batinku.

Belum sempat aku menjawab pesan dari Jannah, ternyata ada pesan lagi yang masuk. Tanpa pikir panjang, aku membaca pesan baru itu yang berasal dari Ratna Sari.

Assalamualaikum, Alya! Aku lagi gak mood nih. Baru 1 hari eh gak sampe, ditinggalkan kakakmu kayak setahun. Alya... Jaga kakakmu ya, jangan sampai dia dapetin cewek dari sana. Cukup aku aja di hatinya...wkwkwk....

Aku memutar bola mataku. Aku tak menyangka ternyata Ratna bisa segitunya dengan kakakku. Emang sih menurutku, kakakku itu tampan dan sholeh. Tapi jahilnya itu loh yang gak bisa dilupain. Dan seharusnya Ratna berpesan agar aku hati-hati di sini, ini malah kakakku aja yang disuruh hati-hati. Ah! Aku jadi teringat dengan kisah dulu. Aku dulu pernah cocok-cocokkin kakakku sama perempuan-perempuan pilihanku. Ya... Sekitar ada 10 orang. Dan ada 1 orang gadis yang menurutku mendekati kata sempurna. Bagaimana tidak? Menurutku, gadis itu Sholehah, kaya, pintar, cantik kelakuan dan wajahnya pula. Tapi sayang, diantara kesepuluh gadis yang aku tawarkan tak ada yang mampu melelehkan hati kakakku.

"Ayolah kak... Kakak pasti menyukai seseorang di antara sepuluh wanita tadi, termasuk wanita yang terakhir tadi! Jujur aja," ucapku yang berada di ruang keluarga. Duduk dengan serius menatap kakakku yang sedang membaca buku Fiqih. Saat itu kakakku kelas 1 SMA.

"Al, dengerin kakak baik-baik," katanya sambil menaruh buku Fiqihnya di atas meja. Menurutku, pembicaraan ini haruslah serius. Karena menyangkut masa depannya. Kakakku yang terkenal cuek pada wanita yang bukan muhrim, membuatku berpikir bagaimana masa depannya kelak.

"Manusia, baik itu pria maupun wanita bisa saja pintar dalam menyembunyikan ketidaksempurnaannya. Ketidaksempurnaan itu seharusnya ditampilkan bukan disembunyikan dan diganti dengan topeng cantik yang palsu. Laki-laki itu memerlukan yang asli bukan yang palsu. Kita tidak tahu apakah hatinya itu baik seperti yang kita perkirakan. Jadi, kita harus benar-benar dalam memilih pasangan, jangan sampai dimasa yang akan datang bukan surga yang kita dapatkan, tetapi neraka. Nauudzubillahiminzalik. Kakak masih kelas 1 SMA, masih membutuhkan bekal yang banyak untuk masa yang akan datang. Jangan sampai dimasa yang akan datang kita kelaparan dan menangis-nangis menyesali keadaan," ucap Kak Fahri. Membuatku berpikir keras.

Ets... Ternyata keesokan harinya, aku melihat wanita yang menurutku hampir sempurna itu, sedang mengkonsumsi obat-obatan terlarang. Jilbabnya hanyalah sebagai topeng. Rambutnya terurai dan bersemir merah tua. Di tempat bangunan tua itu, ia berfoya-foya bersama teman-temannya.

Nah, dari situlah aku mulai menjauh dengan namanya 'laki-laki'. Kalau pun berbicara dengan laki-laki palingan yang penting-penting aja. Makanya, pas aku nabrak si siapa itu? Oh ya, si Azmi dan Nuruz, aku merasa sangat bersalah. Aku, orang yang jarang ngobrol dengan lawan jenis yang bukan muhrim, merasa kaku dalam bersikap dengan mereka. Alasan mengapa aku jarang sekali dekat dengan laki-laki yang bukan muhrim adalah aku takut jika kelak, aku menyukai laki-laki yang sebenarnya dia hanyalah laki-laki bertopeng. Aku takut jika aku sudah tergila-gila dalam perasaan cinta dengan pria bertopeng itu.

ulama salaf mengatakan:

ليس الإيمان بالتحلي ولا بالتمني ، ولكنه ما وقر في القلوب ، وصدقته الأعمال

"Iman itu bukan sebatas penampilan dan angan-angan, akan tetapi iman adalah sesuatu yang tertanam dalam hati dan dibenarkan oleh tingkah laku".

"Tiga hal yang seriusnya dianggap benar-benar serius dan bercandanya dianggap serius: nikah, cerai dan ruju.'"(Diriwayatkan oleh Al Arba'ah kecuali An Nasa'i. Dihasankan oleh Al Albani dalam Ash Shahihah).

***09.00**

Seperti biasa, makan malam kali ini hanya terdengar ketukan sendok dengan piring. Tak ada obrolan. Hening.

Seusai makan, seperti biasa, akulah yang mencuci semua piring, sendok, dan gelas yang kotor.

"Oh ya, ibu, ayah. Tadi, Alya dapat kartu undangan khitanan dari rumah sebelah kita," ucapku sambil menarik kursi dan duduk di seberang ayah dan ibu. Meja makan kami lumayan panjang. Padahal, di rumah dulu, meja makannya kecil. Ya... Alhamdulillah.

"Siapa nama orang yang khitanan itu?" tanya ayah yang sedang membuka koran.

"Di kartu undangannya sih kalau gak salah...." aku mencoba mengingat-ingat. Ya, aku sempat membaca undangan itu.

"Oh ya! Fahriansyah," ucapku mendapatkan ingatan.

"Oh. Fahriansyah," ucap ayah seraya mengambil gelas putih berisikan kopi susu yang baru saja ibuku buat. Ayah meminum kopi itu.

Aku merasa ayah sudah kenal dengan tetangga sekitar.

"Ayah kenal dengan keluarga Fahriansyah?" tanyaku.

Tiba-tiba ayah pergi ke dalam kamar meninggalkan kopi yang di bawahnya koran. Ayah menutup pintu dengan keras.

Membuat kakak yang baru keluar dari kamarnya terkejut. Ya, seusai makan biasanya kakakku mengajak adikku main di dalam kamarnya. Bukan hanya kakak yang terkejut, aku, dan ibuku juga.

"Apa Alya salah ngomong, bu?" tanyaku penasaran. Kakakku memilih duduk di sebelah ibu.

Sedangkan ibu, aku melihat wajah murungnya.

"Ibu capek habis bersih-bersih rumah," ucap ibu. Ibu pun pergi ke kamar juga.

"Ada apa sih?" tanya kakakku kepo. Duh kakak!!!

"Tanya aja sama meja dan kursi," ucapku kesal. Ya, entah kenapa kalau ada berita atau kejadian baru, pasti kakak datang terlambat. Kini, giliranku pergi ke kamar yang mungkin meninggalkan kakakku yang dikuasai oleh kebingungan.

******

Untukku... [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang