Mengapa?

425 29 9
                                    

Aku sudah sakit beberapa kali. Aku ingin bersamanya. Kumohon...kau paham. Aku ingin bersamanya. Mengapa engkau memasang wajah seolah-olah tak merestui kebersamaan ku dengannya? Aku ingin lebih dekat dengannya. Karena ia bisa mengajakku pada kebaikan. Ya Allah...tegarkanlah hatiku...
~Al~

Berikan komentar Anda!

Setelah menelpon kedua orang tua kami masing-masing, kami pun berangkat. Aku yang menyetir menggunakan mobil merah milikku.

"Al. Kita beli buah ya? Jeruk atau apa lah," ucap Fera yang duduk di sampingku dengan melihat ke arah jendela. Ia tampak anggun menggunakan pakaian syar'i milikku. Apalagi handshock yang ia gunakan sangat cocok dengan syar'i nya. Ya couple gitu, sama-sama warna hitam.

"Oh iya, Fer. Tapi, jangan buah. Kita beli roti apa gitu," ucapku sambil fokus berkendara.

"Kenapa harus roti?"

"Rasulullah ketika menjenguk orang sakit, maka beliau membawakan gandum. Aku juga melihat di stasiun televisi, kalau kita memberi jeruk kepada orang sakit, maka ia akan memuntahkannya. Ya, tentang kedokteran gitu," ucapku sambil menghentikan mobil di sebuah toko yang tidak terlalu besar. Ha...ini mah toko langgananku.

"Ye...kamu sendiri dokter," ucap Fera seraya membuka pintu mobil di dekatnya.

Kami pun berjalan menuju toko itu.

"Oh ya, Al. Masih ingat sama kakak sepupuku, yang dulu pernah ku antar ke rumahnya yang saat itu ia mau berangkat ke London?" tanya Fera penuh harapan aku mengingingat akan hal itu. Ya, masih seperti dulu, aku pelupa. Tapi, untuk ini aku ingat.

"Ya,"

"Sekarang dia ada calon istri di Kalsel. Tempat kamu tinggal dulu," ucap Fera penuh semangat.

Kak Rafly punya calon di Kalsel? Apa jangan-jangan Elina ya?...

"Dia dulu sempat tinggal di Kalsel. Kalau gak salah pas SMA deh," ucap Fera. Aku mengangguk seolah-olah tak tahu apa-apa.

Kami memasuki toko roti itu. Dan langsung memilih beberapa roti.

Wah, itu roti yang aku suka..

Aku melihat ada roti yang terletak tak jauh dariku. Roti cokelat dengan tambahan kacang.

Ketika aku ingin mengambil roti itu, tapi udah diambil sama seorang laki-laki berjaket hitam. Yah...padahal, roti itu tersisa 1.

"Kamu mau?" tanya laki-laki itu sambil menunjukkan roti yang aku ingin ambil tadi. Tunggu dulu! Aku kayak kenal sama dia. Ah pasti di alam mimpi, karena selalu begitu.

"Al. Aku udah ambil beberapa roti. Loh, Aziz?" ucap Fera sambil berjalan ke arahku dengan membawa beberapa roti. Ia menyebutkan sebuah nama yang membuatku terkejut.

Jadi...laki-laki itu Aziz?!

"Ambil saja rotinya," ucap Aziz sambil masih dengan gaya menyondorkan roti itu. Ya, karena dia nawarin, aku pun mengambil roti itu. Tak banyak kata, dia langsung pergi begitu saja dengan salam yang terdengar pelan. Dan kami jawab dengan pelan juga karena kami masih tak menyangka jika kebetulan ada Aziz.

"Jadi, dia Aziz?" tanyaku pada Fera. Fera menepuk jidatnya.

"Lupa adalah masalahmu. Iya iyalah itu Aziz. Perasaan wajahnya gitu-gitu aja. Maksudku, tak terlalu banyak perubahan," ucap Fera.

"Mm.."

Aku memutar bola mataku.

Fera menarik tanganku dan membawaku ke kasir.

Untukku... [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang