: Bagian Tujuh Belas :

108 9 0
                                    

Kata pujangga, waktu adalah fana. Namun tidak untuk Sundari yang masih terjebak dalam bayang-bayang kehidupan di masa lalunya. Mungkin jika waktu adalah fana, maka Dari rela menjadi semu yang sebenar-benarnya.

Satu tahun lalu Sundari datang dengan sedikit tertatih sembari mendorong scrambler miliknya menggunakan setengah tenaga yang ia punya. Jika dilihat secara kasat mata, penampilan Sundari mendekati kata berantakan—penuh luka.

Denim yang ia kenakan kotor di beberapa sisi, celana jeans miliknya robek dengan luka di lutut yang nampak terbuka. Saat kembali diamati, ada beberapa lecet di body scrambler dan helm yang ia kaitkan di siku kiri tangannya.

Di depan kontrakan Gembel, hanya Farel yang pertama kali menyadari kedatangan Sundari tanpa deru motor seperti biasanya. Kedua netranya terbuka jelas, Farel terperanjat. Raganya segera bangkit dan menyusul Dari untuk melihat apa yang terjadi.

Luka di beberapa bagian, lecet di body motor serta helm. Farel menyimpulkan di dalam kepala, Sundari baru saja terjatuh di jalan.

"Abis ciuman sama aspal mana, Ri?"

Sundari langsung menurunkan standar motor miliknya lalu melempar helm yang sejak tadi bertengger di sikunya ke arah Farel. "Gue pukul kepala lo kalau sekali lagi nanya gitu." Ujar gadis itu tanpa tenaga sama sekali.

Gadis itu berjalan tanpa tenaga menuju teras kontrakan. Di belakang Dari, hanya berjarak dua langkah kaki saja—Farel mengekor.

"Anjing banget hari ini." Tutur Dari kesal sembari duduk di depan teras. Farel mencuri duduk di sisi Sundari lalu terkekeh begitu saja saat mendengar keluhan yang gadis itu layangkan.

Dilepaskannya denim penuh debu itu lalu disembunyikannya ke dalam kedua lututnya yang bercangkung. Dari mulai mencari luka dari sumber-sumber rasa sakit yang dirasa.

"Gue sumpahin ABG gila yang naik motor bertiga tadi kalau masak indomie bumbunya ilang. Bodo amat, ga rela gue kalau mereka masih keliaran di jalan sambil ngebahayain orang lain kayak gini."

Farel kembali terkekeh. Di matanya, Dari tampak lucu jika marah. Seperti sebuah pertunjukan boneka atau monolog film pendek. Ia jadi ingin berterimakasih pada siapa pun yang membuat Sundari seperti ini. Setidaknya Farel tak perlu lagi memancing emosi Sundari seperti hari-hari biasanya.

Sundari menoleh, "lo gak mau nanya gimana keadaan gue, gitu?" tanyanya.

Farel mengangkat sebelah alisnya. "Buat apa? Lo bisa ngoceh panjang lebar sampe sekarang, masih bisa jalan juga, pala lo juga gak kenapa-napa, kayaknya lo juga gak amnesia. Buat apa gua nanya?"

Dari melayangkan sebuah pukulan ringan ke lengan Farel. "Ah, gak asik lo." Tuturnya tak terima.

Farel kembali terkekeh untuk merespon. Ia tatap scrambler milik Dari yang beku dan kini penuh lecet itu dengan penasaran, lalu membuat skenario bagaimana jatuhnya Dari di dalam kepalanya. Mulai dari lecetan body, luka, sisi denim yang terkena debu, hingga sobekan celana jeans miliknya. Farel mengerti, Dari terjatuh dan terseret di sisi jalan raya.

"Gembel ada?" tanya Dari sembari membawa tatapan matanya berkelana di sekitar kontrakan.

Farel menggeleng. "Gembel bilang ada yang nawarin kerjaan gitu, ini lagi ke sana."

Dari mengangguk mengerti, lalu sedetik kemudian ia bangkit dan berjalan ke arah motornya yang terparkir tak jauh dari sana. Ia masukan sebuah kunci dengan gantungan band favoritnya, lalu ia buka jok motor untuk mengambil beberapa barang dari dalam sana.

Gadis itu mengambil tas serut hitam lalu kembali berjalan ke arah Farel di teras kontrakan. "Rel, titip. Gue mau beresin ini bentar." Ujar Dari sembari mengeluarkan satu pasang celana, lalu meletakan tas miliknya di atas denim di sisi Farel.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Feb 21, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

RancuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang